Pengalaman itu membuka babak baru dalam perjalanan menulis saya. Dari tulisan pertama yang berhasil tayang, kecanduan menulis mulai terbentuk. Setiap kali saya mengirim tulisan baru, ada perasaan yang sama, tapi kali ini disertai dengan keyakinan bahwa tulisan itu, diterima atau tidak, telah memberi saya kepuasan tersendiri. Setelah beberapa waktu, saya mulai belajar bahwa menulis bukan hanya soal bagaimana tulisan diterima oleh orang lain, tetapi tentang proses mengungkapkan diri dan ide.
Meskipun awalnya tulisan saya sempat menjadi artikel utama, perhatian saya mulai bergeser. Saya tak lagi terlalu peduli apakah tulisan saya masuk ke dalam artikel utama atau artikel pilihan. Meski demikian, setiap kali ada komentar atau penilaian dari pembaca, hati saya tetap terasa hangat. Rasanya seperti mendapat balasan pantun, sebuah respons dari komunitas yang membuat saya merasa dihargai. Tapi, yang paling penting adalah kesenangan dalam menulis itu sendiri, yang terus mendorong saya untuk berbagi ide, gagasan, dan cerita.
Seiring waktu, saya mulai menyadari bahwa Kompasiana, seperti halnya pantun dalam budaya kita, adalah tempat di mana setiap tulisan diharapkan mendapatkan balasan---baik berupa komentar, tanggapan, atau sekadar apresiasi. Namun, sama seperti pantun yang sering kali tak langsung mendapat balasan, menulis juga tak selalu tentang reaksi cepat. Terkadang, tulisan kita tak langsung mendapat perhatian, tapi bukan berarti tak ada yang mendengarkan.
Hal inilah yang membuat saya semakin menikmati proses menulis di Kompasiana. Saya menganggap menulis di platform ini sebagai sebuah dialog yang terus berlangsung. Setiap tulisan yang saya bagikan adalah bagian dari percakapan yang lebih besar dengan para pembaca. Dan meskipun kadang tidak ada komentar atau reaksi langsung, setiap tulisan memiliki maknanya sendiri. Pengalaman pertama menulis di Kompasiana mengajarkan saya bahwa pentingnya menulis terletak pada keberanian untuk memulai, bukan pada apresiasi semata.
Setelah 16 tahun kompasiana, saya merasa sudah saatnya mengajak kalian, para calon penulis yang masih ragu, untuk mencoba menulis di Kompasiana. Jangan takut untuk memulai. Jangan khawatir tentang bagaimana tulisan kalian akan diterima. Pengalaman saya saat mengikuti kelas menulis di Bandung membuktikan bahwa menulis bukanlah soal menjadi sempurna, tetapi tentang berani memulai. Dari rasa iseng hingga menjadi kebiasaan, menulis di Kompasiana adalah perjalanan yang tak pernah sia-sia.
Tidak perlu takut untuk menyuarakan cerita dan pengalaman pribadi, karena setiap tulisan memiliki potensi untuk menginspirasi orang lain. Apakah artikel kalian akan masuk ke artikel utama atau artikel pilihan tidaklah penting. Yang terpenting adalah menulis dengan hati dan keyakinan bahwa setiap ide yang kalian bagikan adalah bagian dari komunitas yang terus berkembang.
Selama 16 tahun, Kompasiana telah menjadi rumah bagi penulis dari berbagai latar belakang. Dari pelajar hingga profesional, dari mereka yang baru belajar menulis hingga penulis berpengalaman. Kompasiana memberi ruang yang sama bagi siapa saja yang ingin berbagi cerita dan ide. Seperti pantun yang mesti dibalas, setiap tulisan di sini adalah bagian dari percakapan yang lebih besar. Setiap penulis, baik baru maupun lama, memiliki tempat untuk menyuarakan ide-ide mereka.
Dengan demikian, mari kita terus menulis, berbagi, dan menciptakan dampak bersama. Selamat ulang tahun, Kompasiana. Terima kasih telah menjadi rumah bagi banyak penulis, termasuk saya. Mari kita lanjutkan perjalanan ini, karena setiap pantun, setiap tulisan, layak untuk didengar.
Sekarang giliran kalian. Pantun sudah dilempar, saatnya kalian membalas dengan cerita dan ide kalian!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H