Mohon tunggu...
Subarkah
Subarkah Mohon Tunggu... Buruh - Freelance

Suka nulis, suka nonton film, suka baca

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Atasi Doom Spending Kunci Kendalikan Kecemasan Ekonomi Sekarang

2 Oktober 2024   05:12 Diperbarui: 2 Oktober 2024   07:36 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kondisi ekonomi yang penuh ketidakpastian belakangan ini telah memicu banyak kecemasan di kalangan masyarakat, terutama mereka yang berada di kelas menengah. Harga kebutuhan pokok meningkat, ketidakpastian pekerjaan menghantui, dan tekanan untuk tetap bertahan dalam gaya hidup modern semakin tinggi. Di tengah kecemasan ini, sebagian dari kita mungkin tanpa sadar terjerumus dalam perilaku yang disebut "doom spending." Istilah ini menggambarkan kecenderungan untuk berbelanja secara impulsif sebagai bentuk pelarian dari tekanan emosional. Namun, di balik kepuasan sesaat yang diberikan oleh doom spending, sering kali ada perasaan bersalah dan tekanan finansial yang lebih besar.

Mari kita bahas lebih dalam mengenai fenomena ini dan bagaimana kita bisa mengatasinya, serta berbagi tips untuk menghentikan kebiasaan yang merugikan ini.

Kecemasan akibat kondisi ekonomi bukanlah hal baru. Seiring dengan naiknya harga barang dan jasa, banyak dari kita merasa sulit untuk mengatur keuangan, apalagi untuk menabung atau berinvestasi. Kecemasan ini sering kali menimbulkan perasaan tak berdaya, dan tanpa kita sadari, kita mencari cara cepat untuk meredakannya. Salah satu pelarian yang paling umum adalah berbelanja, atau yang lebih dikenal sebagai "retail therapy."

Namun, berbelanja untuk meredakan stres bisa menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi, kita merasakan kepuasan sementara saat membeli sesuatu yang kita inginkan. Di sisi lain, ketika kecemasan mereda dan kenyataan finansial kembali menghantam, rasa bersalah dan ketidaknyamanan justru bisa bertambah. Apakah berbelanja menjadi solusi atas kecemasan ekonomi atau hanya memperparah kondisi?

Doom spending adalah fenomena di mana seseorang menghabiskan uang secara berlebihan, sering kali untuk hal-hal yang tidak dibutuhkan, sebagai respons terhadap perasaan negatif, seperti kecemasan atau stres. Dalam situasi seperti ini, berbelanja menjadi semacam mekanisme koping, di mana kita mencari kebahagiaan sementara melalui konsumsi material.

Namun, dampak jangka panjangnya sering kali merugikan. Rasa senang saat berbelanja hanya berlangsung sementara, sedangkan pengeluaran yang tidak terkontrol dapat menguras keuangan. Ketika akhirnya kita menyadari apa yang telah kita lakukan, muncul perasaan menyesal dan bahkan rasa malu. Hal ini justru memperparah kecemasan yang awalnya ingin dihindari.

Bagi banyak orang, doom spending bisa terjadi tanpa disadari. Awalnya, mereka mungkin hanya berniat membeli satu atau dua barang untuk "menghibur diri," tetapi seiring waktu, kebiasaan ini tumbuh dan menjadi pola berbelanja yang berbahaya. Apakah kamu termasuk salah satu dari mereka yang pernah mengalami doom spending?

Menyadari bahwa kamu mungkin terjebak dalam doom spending adalah langkah pertama untuk menghentikannya. Namun, mengubah kebiasaan ini memerlukan usaha dan kesadaran diri yang kuat. Berikut beberapa tips yang dapat membantu:

  1. Identifikasi pemicu emosi: Doom spending sering kali dipicu oleh emosi negatif, seperti kecemasan, stres, atau bahkan kebosanan. Cobalah untuk mengenali momen ketika kamu merasa terdorong untuk berbelanja dan tanyakan pada dirimu sendiri, "Apakah saya benar-benar membutuhkan ini, atau saya hanya ingin merasa lebih baik?"
  2. Tunda keputusan pembelian: Berikan dirimu waktu untuk berpikir sebelum memutuskan untuk membeli sesuatu. Tunda pembelian selama 24 hingga 48 jam. Jika setelah waktu itu kamu masih merasa barang tersebut benar-benar diperlukan, barulah pertimbangkan untuk membelinya.
  3. Batasi akses ke platform belanja: Dengan kemajuan teknologi, berbelanja menjadi sangat mudah. Akses ke e-commerce hanya berjarak satu klik saja. Untuk menghindari godaan, batasi waktu yang kamu habiskan di platform belanja online atau hapus aplikasi belanja dari ponsel kamu.
  4. Cari alternatif untuk meredakan stres: Alihkan perhatianmu pada kegiatan yang tidak melibatkan konsumsi material. Meditasi, olahraga, menulis jurnal, atau berbicara dengan teman bisa menjadi cara yang lebih sehat untuk meredakan stres.
  5. Buat anggaran dan patuhi: Disiplin dalam mengelola anggaran adalah kunci untuk menghentikan doom spending. Tetapkan batas pengeluaran bulanan dan patuhi. Pastikan juga untuk memprioritaskan kebutuhan daripada keinginan.
  6. Belanja dengan bijak: Pertimbangkan untuk membeli barang-barang bekas atau meminjam dari teman dan keluarga sebelum membeli sesuatu yang baru. Ini tidak hanya membantu mengurangi pengeluaran, tetapi juga lebih ramah lingkungan.

Saat ingin membeli sesuatu, cobalah untuk bertanya pada diri sendiri beberapa pertanyaan penting:

  • Apakah saya benar-benar membutuhkannya?: Sebelum melakukan pembelian, evaluasi apakah barang tersebut adalah kebutuhan atau hanya keinginan sesaat.
  • Apakah ada alternatif lain?: Pertimbangkan untuk menyewa atau meminjam barang yang hanya akan kamu gunakan sekali atau dua kali. Misalnya, jika kamu memerlukan kamera untuk perjalanan singkat, menyewa mungkin lebih bijaksana daripada membelinya.
  • Apakah barang bekas bisa menjadi solusi?: Tidak semua barang harus baru. Barang bekas yang masih dalam kondisi baik bisa menjadi alternatif yang lebih murah dan ramah lingkungan.

Dalam konteks ekonomi yang semakin sulit, daya beli masyarakat, terutama kelas menengah, sering kali mengalami tekanan yang cukup besar. Kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok, biaya pendidikan, dan perawatan kesehatan membuat banyak orang merasa terbebani. Untuk mengimbangi tekanan ini, sebagian besar dari kita mencoba mencari pelarian sementara melalui kegiatan konsumsi.

Namun, masalah yang sebenarnya tidak hanya terletak pada kecemasan individu, tetapi juga pada struktur ekonomi yang semakin tidak adil. Kelas menengah, yang dulu dianggap sebagai tulang punggung ekonomi, kini sering kali merasa seperti terjebak di antara tekanan ekonomi dan kebutuhan untuk tetap relevan dalam gaya hidup modern. Doom spending menjadi salah satu tanda dari ketidakpastian dan kecemasan yang dihadapi oleh kelas ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun