Mohon tunggu...
Subari
Subari Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Penyiaran

Praktisi Penyiaran tinggal di Batam, Kepulauan Riau. Ngompasiana sebagai ikhtiar mencari kebenaran. The first obligation of journalism is to the truth.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Membaca Rossiy, Dr Anugra dan Olive

20 November 2009   04:41 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:16 611
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Setelah berhuhu…haha.. membaca kisah perselingkungan Bung Dwiki dengn Inge, sisa tawa saya tiba-tiba terhenti saat membaca postingan Rossiy berjudul Penasaran!!!! Tulisan yang mempertanyaan latar belakang dan jatidiri dua Kompasianer Dr Anugra dan Olive itu, tak hanya mampu menyedot pembaca lumayan banyak, tapi juga komentar yang beragam. Ada yang setuju, ada yang   emosi, menangis dan marah. Yang lain  ada juga yang bersikap netral dan menyarankan diselesaikan secara ‘adat’ agar tidak ada hati yang terluka. Saya menduga, rasa penasaran Rossiy yang katanya sudah terpendam cukup lama itu akhirnya ditumpahkan secara terbuka Kompasiana ini, akibat trauma setelah menjadi salah satu korban kebohongan kasus Cerita Puri yang ternyata fiktif itu. Sebagai penghuni rumah sehat Kompasiana, Rossiy tak mau kasus Puri kembali terulang. Rossy merasa mempunyai tanggung jawab moral untuk ikut mewujudkan Kompasiana agar hanya dihuni oleh Kompasianer yang memiliki kejujuran dan integritas moral. Karena hanya Kompasianer dengan kualifikasi itulah, akan lahir tulisan-tulisan yang bermanfaat sekaligus tidak membohongi dan merugikan publik. Hanya saja, niat dan tujuan mulia itu dilakukan Rossiy dengan gaya dan cara yang oleh sebagian orang dianggap kurang etis. Dengan memposting kecurigaan dan rasa penasaran dirinya dalam posting terbuka di Kompasiana, dinilai sebagai cara yang terlalu vulgar. Tulisan itu bernada investigastif dan terkesan ceplas ceplos. Ibarat menelanjangi dan mempermalukan teman sendiri di depan orang banyak. “Apa itu cara bersahabat yang baik, apa tidak ada cala lain yang lebih elegan?” begitu bunyi salah satu komentar. Karena merasa niatnya baik, berbagai komentar miring tentang dirinya, nampaknya dianggap Rosiy sebagai angin lalu. “Nggak ceplas-ceplos nggak ramai,” begitu jawab Rossiy santai ketika menanggapi salah satu kompentar Kompasianer. (Ini hanya tafsir subyektif saya lho). *** Kalau saya merasa tidak begitu sulit untuk membaca Rosiy, tidak demikian dengan membaca Dr.Anugra. Mungkin mengikuti falsafah diam itu emas, Dr. Anugra menjawab rasa penasaran Rossiy dengan pelit komentar. Bahkan menawarkan klarifikasi lewat kopi darat di Jakarta, sebuah tawaran yang cukup mahal untuk teman yang tinggal di luar negeri sekaligus mengingkari realitas diri sebagai penghuni dunia maya yang tak dipisahkan lagi dengan skat-sekat demografis. Terus terang, saya ikut sedih dan prihatin ketika membaca berbagai komentar miring terhadap dokter Anugra menangapi postingan Rossiy. Saya pun kirim tanggapan di dinding dokter agar dokter tabah dan mengklarifikasi masalah ini dengan baik sehingga tidak ada hati yang terluka. Sebagai intelektual dan profsional yang sudah terasah untuk saling berbeda pendapat, mungkin dokter tidak berprasangka buruk dengan postingan itu. Hanya saja, kenapa gaya dan cara yang dilakukan begitu vulgar? Tidak kah ada cara yang lebih santun, seperti lewat emal secara pribadi dan tidak langsung ‘main tembak’ secara vulgar seperti itu? Katanya anak sekolahan diluar negeri kok gitu. Ketika mengirim tanggapan simpati ke Dr. Anugra, skema penyelesaian yang terlintas di benak saya adalah Dr.Anugra akan segera mengklarifikasi rasa penasaran dan tudingan miring terhadap dirinya itu lewat email secara pribadi ke email Rossiy. Karena Rossiy yang telah menabuh gendering perang, biar Rossiy lah yang menyelesaikan perang itu dengan happy ending. Tidak ada yang merasa kalah dan semua keluar sebagai pemenang. Bila prosedur ini yang dilakukan, tentu persoalannya akan cepat selesai. Meniru gaya Gus Dur, “gitu aja kok repot.” Sayangnya, mekanisme yang simple itu, hingga tulisan ini diposting, belum dilakukan Dr. Anugra sehingga makin menuylitkan saya untuk membaca Dr.Anugra. Mungkin dokter memiliki alternative lain yang lebih bijak lewat mediasi admin Kompasiana misalnya, meski mungkin tak bisa memuaskan semua pihak? Atau dokter mungkin sengaja hendak menguji kedewasaan mental dan kearifan kita? Kita tunggu saja. *** Meski saya sudah mendapat penjelasan sekilas dari Dr.Anugra tentang hubungannya dengan Olive, ternyata juga belum memudahkan saya membaca Olive. Saya tidak ragu dengan indentitas Olive sebagai siswi SMAK I BPK Penabur yang baru berusia 14 tahun seperti di propfile Kompasiana karena sekolah itu dikenal memiliki siswa yang tergolong jenius. Atas dasar itu, saya tidak menyangsikan tulisan-tulisan Olive yang diposting di Kompasiana yang mencerminkan pemikiran-pemikirannya yang jauh melampaui kemampuan pemikiran remaja seusianya. Demikian juga sikap dan kearifannya ketika menghadapi masalah-masalah hidup, seperti tercermin dalam tulian-tulisannya, seolah kelebihan itu layak dicontoh oleh orang lain di atas usianya sekali pun. Namun keyakinan saya akan jatidiri Olive itu kembali terusik setelah mengetahui respon Olive terhadap tulisan Rossiy yang penasaran atas jati dirinya. Usai membaca postingan itu, kata dokter Anugra, Olive langsung stress dan murung. Kalau ini benar terjadi, berarti sikap dan mentalitas Oilve sangat bertolak belakang dengan sikap dan kearifannya dalam menghadapi masalah seperti yang ditulisnya di Kompasiana. Kalau tidak ada ‘sesuatu’ yang disembunyikan, kenapa Olive mesti merespon tulisan Rossy sedemikian dramatis?. Kalau tidak berkenan dengan gaya Ossiy yang ceplas-ceplos itu, mengapa tidak kirim email pribadi dan biar Rossiy yang menyelesaikan secara adat lewat tulisan yang berisi jawaban penasaran dia. Email pribadi ini diperlukan untuk menseleksi informasi yang sifatnya privacy dan tentu saja tidak etis untuk dibuka di Kompasiana. Sekali lagi, saya tidak meragukan Olive, Cuma agak terusik sehingga sampai saat ini aya masih kesulitan membaca Olive. Bukankah klarifikasi Olive sebenarnya juga lebih.simple “ Hallo mbak Rossiy atau Admin Kompasiana, Ini lho nama guru dan kepala sekolah Olive. Ini nomor telepon dan emailnya. Kalau ada yang kurang jelas, silakan hubungi telepon Olive,” Gitu aja kok repot'. Apapun kelak jawaban klarifikasi yang akan diberikan dokter Anugra dan Olive, kita berharap agar benar-benar menjadi solusi akhir yang saling menguntungkan dan tidak menyisakan sakit hati apalagi dendam. Rossiy, Dr.Anugra dan Olive tetap menjadi sahabat sejati dalam rumah sehat ini. Akhirnya, kasus ini mengingatkan kita untuk terus menjunjung tinggi kejujuran dan kebenaran dalam persahabatan, agar Kompasiana terus menjadi rumah sehat yang bermanfaat, bukan merugikan publik karena ada unsur kebohongan di dalamnya.*** Salam Kompasiana Imam Subari

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun