Mohon tunggu...
Subari
Subari Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Penyiaran

Praktisi Penyiaran tinggal di Batam, Kepulauan Riau. Ngompasiana sebagai ikhtiar mencari kebenaran. The first obligation of journalism is to the truth.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Indahnya Keberagaman di Bulan Ramadhan

14 Agustus 2012   20:05 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:46 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1344974632868738258

[caption id="attachment_206776" align="alignleft" width="300" caption="Buka Bersama (ilustrasi)"] [/caption] Hampir tiap malam, Rizki, anak tetangga yang berusia 11 tahun, bermain sepeda denganAdinda, putriku yang berusia 12 tahun.Bersama dengan anak-anak tetangga lainnya, Rizki dan Adinda sama-sama suka bermain sepeda.Satu sepeda, kadang digunakan berboncengan bertiga. Mereka nampak ceri a, layaknya anak bermain pada umumnya.

Selama bulan Ramadhan, kebiasaan bermain sepeda anak anak jalan perumahan , terus saja berlangsung.Tak jarang, saya melihat Rizki memboncengkan Adinda dan Nabila,sepulang dari melaksanakan ibadah shalat tarawih di Masjid.Rizki yang cowok, rela menggenjot sepeda memboncengkan dua cewek, Adinda dan Nabila. Ditengah hiruk pikuk jamaah yang baru pulang dari mesjid, anak-anak ini nampak ceria melintasi jalan perumahan dengan sepeda.

Pada suatu hari, menjelang waktu shalat Isya,saya menegur Rizki yang bermain di depan rumah sendirian.Sedangkan Adinda dan Nabila sudah lebih duluan pergi ke masjid untuk mengikuti jamaah shalat Isya dan Tarawih.

“Hai Rizki, kenapa kamu tidak ikut Adinda dan Nabila ke masjid?” tanyaku.

Mendengar teguran seperti itu, Rizki tidak menjawab dan hanya tersenyum simpul.Karena saya kira anak ini pendiam, saya tidak tertarik melanjutkan teguran untuk mengetahui alasanya.Anak yang masih duduk di bangku SD ini terus saja bermain ayunan di depan rumah, ditemani sepeda kesayangannya. Saya pun bergegas ke masjid untuk ikut shalat Isya dan Tarawih berjamaah.

Sepulang dari masjid bersama puluhan jamaah lainnya, saya melihat Rizki sudah berboncengan dengan Adinda dan Nabila. Rupanya Rziki menjemput Adinda dan Nabila yang baru saja mengikuti shalat Tarawih di masjid. Ketiganya nampak ceria mendahului puluhan jamaah yang berjalan kaki atau mengejar jamaah lain yang mengendarai sepeda motor.

Setibanya di rumah, saya bertanya kepada Adinda, anak saya. “Dik, kenapa Rizki tidak diajak ke masjid, biar dia bisa latihan shalat berjama’ah?”

“Lho, ayah ini gimana? Kok Rizki disuruh ajak ke masjid? Rizki kan agamanya Kristen,” jawabAdinda.

Oalah! Ternyata saya salah duga. Tak apalah. Meski mereka beda agama, ternyata anak-anak ini bisa saling hidup berdampingan dengan harmonis, main bersama dengan ceria.Termasuk kerelaan Rizki menjemput Adinda dan Nabila shalat tarawih di masjid. Anak-anak ini seolah merasakan betapa indahnyakebersamaan dalam keberagaman. Ini mungkin contoh paling simple tentang implementasi kebersamaan dalam keberagaman di sekeliling kita.

(***)

Indahnya kebaragaman selama Ramadhan juga mudah saya rasakan di kantor. Bagi saya, kantor adalah rumah kedua untuk semua karyawan, apapun suku dan agamanya. Meski hanya berjumlah 15 orang, karyawan yang bekerja di kantor saya cukup beragam. Ada orang Jawa, Sunda, Batak,Melayu hingga Flores dengan agama yang beragam pula.

Sejak awalRamadhan,teman-teman yang non Muslim ternyata menunjukkan sikap penghormatan kepada teman-teman yang sedang melaksanakan ibadah puasa. “Permisi saya mau makan siang di sini ya pak,” kata Patricia usai memesan menu ayam goreng di restoran sebelah. Kalimat tersebut tak pernah diungkapkan Patricia di hari hari biasa di luar bulan Ramadhan.

“Silakan. Gak papa. Orang puasa seharusnya tidak tergoda hanya karena melihat orang lain santap makanan,” kata saya. “Orang yang masih tergoda santap makanan, itu puasanya orang awam,”kata saya. “Oooo gitu ya pak. Makasih,” kata Patricia sambil melahap menu kesayangannya.

Sikap penghormatan terhadap orang berpuasa di kantor, tak hanya ditunjukkan Patricia tapi juga teman-teman lain yang non Muslim. Mereka juga sering saling mengingatkan, ketika ada teman-teman Muslim yang masih sibuk bekerja, padahal sudah terdengar bunyi adzan tanda masuk waktu shalatJumat.

(***)

Sejak pertengahan Ramadhan, hampir tiap hari saya menerima undangan buka puasa bersama. Baik dari para pejabat pemerintah maupun kerabat mitra kerja.Selain dapat santap buka puasa dengan menu yang relatif enak, bukapuasa bersama, tentu bisa menjadi ajang silaturrahmi untuk meningkatkan kualitas hubungan dengan sesama.Sayangnya, tradisi buka puasa bersama ini kadang bisa mengganggu jadwal shalat tarawih yang biasa saya ikuti di masjid perumahan.

Ada fenomena unik di setiap acara buka bersama yang saya ikuti selama Ramadhan, khususnya buka puasa yang diperuntukkan awak media atau wartawan. Sambil menunggu adzan magrib, acara biasanya diisi dengan ceramah kultum dari ustadz atau muballigh, kemudia dilanjutkan santap buka puasa bersama.

Lantas fenomena apa yang unik? Dalam pengamatan saya di berbagai kesempatan , dari puluhan bahkan ratusan wartawanyang hadir berbuka puasa, ternyata banyak yang non Muslim. Bahkan terkadang jumlahnya melebihi 70 persen.Dari fenomena ini saya berkesimpulan, buka puasa Ramadhan ternyata bisa menjadi wahana cukup efektif untuk menjalin kebersamaan dalam keberagaman.Buka puasa yang biasanya menjadi momentum yang menyenangkan dan ditunggu-tunggu oleh semua orang yang sedangmenjalankan ibadah puasa, ternyata juga bisa dinikmati oleh orang lain, bahkan menyenangkan teman-teman non Muslim yang tidak sedang menjalankan ibadah puasa.

Ketika saya sedang mengedit tulisan ini, masih saja datang undangan buka puasa bersama lewat sms. Tuan rumah yang mengundang buka puasa adalah seorang pengusaha etnisTionghoayang agamanya non Muslim.Yang saya tahu, keluarga pengusaha ini memang cukup toleran dan menjunjung tinggi nilai-nilai keberagaman, termasuk perbedaan keyakinan dalam satu keluarga.Keharmonisan keluarganya senantiasa terjaga meski mereka berlainan agama. Mungkin atas dasar pemikiran itulah, pengusaha ini menyisihkan sebagian rizkinya untuk buka puasa bersama di bulan Ramadhan.

Buka puasa bersama selama Ramadhan, terbuktibisa menjadi ajang saling berbagi, meningkatkan kepedulian, menjalin kebersamaan dalam keberagaman. Alangkah indahnya, kalau kebersamaan dalam keberagaman seperti ini, juga terus terjalin di setiap waktu dan kesempatan, tidak hanya dalam momentum buka puasa Ramadhan. Indahnya kebersamaan dalam keberagaman yang dibarengi semangat berbagi, harus kita implementasikan dalam hidup dan pergaulan sehari-hari pasca lebaran dan seterusnya. Hanya dengan cara demikian, hidup kita menjadi indah karena mampu menyenangkan dan memberikan manfaat bagi sesama. Semoga!

Salam hangat dan tetap semangat.

Imam Subari

ngeBlog Sambil Sahur.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun