Mohon tunggu...
Subari
Subari Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Penyiaran

Praktisi Penyiaran tinggal di Batam, Kepulauan Riau. Ngompasiana sebagai ikhtiar mencari kebenaran. The first obligation of journalism is to the truth.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Trik Dahsyat Mencegah Musibah

3 Mei 2010   02:47 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:27 597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

[caption id="attachment_131827" align="alignleft" width="300" caption="illustrasi (sumber : indonesiabreakingnewsonline.blogspot.com)"][/caption] Bagi jurnalis televisi seperti saya, kamera video termasuk alat kerja utama yang harus senantiasa dijaga dan dirawat dengan baik. Ibarat senjata bagi tentara, kamera perlu dijaga dan dirawat agar selalu dalam kondisi ‘siap tempur’. Bayangkan, ketika ada peristiwa besar yang harus segera diliput dan dilaporkan, namun senjata itu tak berfungsi dengan baik. Berabe bukan? Karena itulah, instruktur yang pernah melatih saya, mewanti-wanti agar kameramen menjaga dan merawat kamera miliknnya dengan perlakuan layaknya istri kedua. Karena begitu vitalnya kamera video dalam kerja jurnalistik televisi, saya pernah kecewa berat ketika mendapat musibah kamera saya  raib dibawa kabur maling. Ceritanya, pada suatu siang, saya bermaksud hendak menemui seorang nara sumber, yang saat itu sedang menghadiri acara di sebuah hotel berbintang. Lewat telepon, kami sudah janji untuk bertemu di lobby hotel tersebut. Sebelum masuk ke lobby, kami memarkir mobil di halaman pakir hotel. Karena saya perkirakan pertemuan tak berlangsung lama, saya pergi meninggalkan mobil dengan peralatan kerja (tas dan koper berisi kamera video) tetap di dalam mobil. Saya tidak terlalu khawatir dengan keamanan barang saya. Selain ditinggal tak begitu lama, kondisi kunci pintu mobil masih cukup prima dengan kaca gelap Meski hanya ditinggal sekitar lima menit menemui nara sumber, alangkah terkejutnya saya ketika kembali tiba di mobil. Dua kaca mobil bagian depan pecah dan hancur berantakan. Sementara semua peralatan kerja yang ada di dalam mobil amblas. Pencuri barang saya ini tergolong nekad karena berlangsung pada siang bolong. Posisi parkir mbil juga berjarak hanya beberapa meter dari posisi mobil dinas Danlanal dan Kapolres. Petugas satpam hotel juga sering hilir mudik di halaman parkir. Kenapa mereka brgitu mudah kecolongan? Petugas keamanan hotel yang lalai atau memang komplotan malingnya yang sangat piawai. Ah…karena barang sudah hilang dan tak melihat jejak pencurinya, saya hanya bisa bisa melapor ke polisi dan biar polisi yang menyelidiki. Usai mendapat musibah itu, saya langsung introspeksi diri. “Jangan-jangan ada uang haram yang nyangkut di kamera saya ini sehingga mudah dibawa kabur maling,” pikir saya. Bagi sebagian orang, mengkaitkan musibah dengan status rezeki, mungkin kurang relevan dan sulit menemukan korelasi logikanya. Namun entah mengapa, saya sering mengkait-kaitkan seperti itu. Kepada seorang teman yang saya ajak curhat terkait dengan musibah itu, saya yakinkan  bahwa camera video itu statusnya murni barang halal. Kamera itu saya beli dari kantor dengan cara mencicil bulanan selama dua tahun yang dipotong langsung dari gaji saya. Karena itu saya benar-benar yakin bahwa status kamera saya adalah benar-benar hasil keringat kerja saya sehari-hari. Mendengar curhat dari saya yang mengkitkan musibah dengan status barang, teman saya langsung tersenyum. Saya makin penasaran saja dibuatnya. Mengapa teman saya malah tersenyum-senyum merespon pengaduan musibah yang saya alami. Setelah saya desak teman curhat saya tadi mendekat dan mendekatkan mulutnya ke telinga saya. “Apakah anda selama ini sudah terbiasa  bersedekah kepada kaum du’afa, seperti memberi makan fakir miskin?” tanya teman saya berbisik. “Tidak harus banyak, sesuaikan saja dengan kemampuan. Yang penting dilakukan rutin dan konsisten,” tambahnya. Pertanyaan teman saya tadi membuat saya penasaran sekaligus terkejut. Terkejut karena hingga tertimpa musibah kehilangan kamera itu, saya memang belum membiasakan diri untuk bersedekah kepada kaum dhu’afa. “Biasakanlah bersedekah secara konsisten sesuai kemampuan anda. Mudah-mudahan bisa menghindari musibah seperti pencurian dan berbagai tindak kejahatan lainnya,” jelas teman saya. Lebih baik, kata teman saya, sebelum mengeluarkan sedekah, semua penghasilan yang kita peroleh, terlebih dahulu kita keluarkan zakatnya. Selain ada hak kaum duafa dalam rezeki yang kita peroleh, zakat juga sekaligus mensucikan harta. Nah, bagi umat Islam yang selama ini merasa kurang aman dan nyaman dengan harta dan jiwanya, ada baiknya kebiasaan tersebut mulai dilaksanakan, tentu dengan niat yang ikhlas.. Dampak yang cukup dahsyat berupa ketenangan dan ketentraman dalam kehidupan sehari-hari, mudah-mudahan bisa kita rasakan. Bahkan bila hal ini sudah menjadi pola hidup keseharian, berkah dan rahmat Tuhan semoga selalu menyertai kita. Tidakkah anda tertarik membuktikannya? *** Imam Subari Salam hangat dan tetap semangat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun