Mohon tunggu...
AR. Sholikul HaDI
AR. Sholikul HaDI Mohon Tunggu... Editor - adalah sebuah abnalisa ekspresi Billie ekfish - poengamat sosial kemasyarakatan , tinggal di Pasti jawa Tengah

Aquarius

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Isu Global tentang Pajak Lembaga Pendidikan

29 Juni 2021   16:29 Diperbarui: 29 Juni 2021   16:38 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pendidikan plastik Telor (telor ceplok), gambar dok. pribadi

AnalisNews_ Opini _ Artikel_  ddf-Ini lah Yang belakangan Ramai diperbicangkan berbagi kalangan Tentang Kapitalisasi pendidikan dan Pajak pendidikan yang akan diterapkan ,  Persoalan baru yang  tahun ini Mencuat tak lain adalah  diresmikan kembali  penggunaan sistem dengan kurikulum 2013 hingga sekarang Tahun 2021  ,yaitu  ditambah lagi  Penggunaan gadged  dan penambahan jam belajar mengajar mulai dari SD-SMA bahkan perguruan tinggi  ,jadi buntutnya nanti  Para buruh otomatis  dituntut akan di pekrjakan dan bekerja lebih lama dari biasanya dan tak ketinggalan  effek side tambahan akan PERMENDIKBUD No 49 tahun 2014 adalah waktu kuliah S1 maksimal 5 tahun Kalu perlu lebih ekstra .Ibaratkan buruh Pabrik yang harus mencapai target missal 100 peace sepatu dalam 8 jam, Jam Kerja Dosenpun sekarang pun dituntut harus lebih cepat dalam mempersiapkan mahasiswanya karena dikejar waktu   Kredit poin dan angka Kredit (PAK) .

Nilai tukar Kerja dan batas waktu yang ditentukan pun ditentukan  instansi , identik dengan pekerjaan kaum proletaria ( tak ada Perbedaan antara pekerja fabrikan dengan pemikir yang adalah Scholar  S1, S2 dan atau S3 bahkan profesor ) .Lalu saya Ramalkan nantinya akan terjadi BOM waktu  Keterasingan Pendidikan  dan Hilang Nilai nilai pendidikan  pasti Pula  akan membuat mereka memulai  sebuah   gerakan revolusi  Pendidikan layaknya revolusi Industri di eropah ? Tuntutan mereka tentunya  revolusi yang membebaskan dirinya dari jeratan sistem kapitalis.Apalagi yang kita andaikan sebagai Proletariat disini adalah sarjana S1,S2,S3,dan professor,bukan lulusan SD.Tapi tebakanku ternyata salah!factor tersebut cuma membuat mereka(khususnya peserta didik dan tenaga pengajar) semakin nyaman dan membuatnya menjelma menjadi (ciri) manusia modern yang individual,tak peka terhadap lingkungan sekitar,dan malah menjauhi sisi positif manusia modern yang hakikatnya 'problem-solver'. memperbandingkan dan menyandingkan dengan Fenomena lahirnya Kurikulum baru setiap pergantian Menteri , Berkaca pada kurikulum 1968, sistem berkonsentrasi pada pendidikan jiwa pancasila dan nasionalisme,dilanjutkan dengan kurikulum 1994 yang biasa disebut "kurikulum problem solving".Sistem pendidikan sekarang, yakni yang terwujud dalam kurikulum 2013 menurut Menteri Pendidikan, Muhammad Nuh saat itu , bertujuan untuk menjadikan manusia beriman,bertaqwa,berilmu,dan berkarakter.

tapi apa yang terjadi di era sekarang , tantangan itu sangat bertolak Belakang dengan Tuntutan Raja gadged dan Projolent , dimana Pendidikan Berujung di atas laptop dan gaged, sebuah tuntutan penggunaan teknologi  yang katanya Canggih dan Padat modal .
Sejak zaman kolonial hingga saat ini,Pendidikan  kita dituntut untuk "berguna" atau pragmatis, alegoris, ritmis dan sesuai pesanan Pasar . Pragmatisme berasal dari kata "pragma" yang berarti praktek langsung atau berbuat sesuatu. Hal ini mengandung arti bahwa makna dari segala sesuatu tergantung dari hubungannya dengan apa yang dapat dilakukan. Memang sudah hal yang alamiah semua manusia dituntut untuk berguna. Namun berguna untuk siapa dan apa, itulah yang perlu digaris bawahi.Berbeda dengan dahulu, kegunaan dilandaskan pada urgensi,sekarang kegunaan lebih mengarah pada eksploitatif. Pada sistem saat ini jawaban yang tepat adalah berguna untuk 'pasar' dan kapitalis  , maka Lahirlah  STM STM atau perguruan keahlian Skilled based sistem.

Akan banyaknya revisi dan perubahan itu , maka lahir Pula Istilah kapitalisasi pendidikan , Mengerikan memang, bahwa kenyataannya peseta didik,tenaga pengajar, dan institusi pendidikan terpaksa terbawa arus kapitalisasi. Mari kita buat pengandaian sebagai berikut, peseta didik sama dengan produk,tenaga pengajar sama dengan buruh/proletariat, dan institusi pendidikan equivalen dengan kapitalis.


Produk diandaikan sebagai peserta didik,produk mempunyai peran yang sangat vital dalam perusahaan. Produk yang baik, dapat menghasilkan keuntungan timbal balik bagi perusahaan, yang pada taraf ini sama denganinstitusi pendidikan.Kemudian, figurannya adalah tenaga pengajarsebagai proletariat. Disini ia bertugas sebagai pembuat kerangka pikir peserta didik, lalu melapisi etika peserta didik dan menghias estetika peserta didik.Setelah produknya siap,mereka menguji standarisasi produk atau peserta didik tersebut. Tahap akhirnya adalah pembungkusan, produk dikemas dan siap untuk dipasarkan oleh si kapitalis/institusi pendidikan dalam bentuk ijazah. Namun tidak semua ijazah laku dijual, ijazah filsafat ada sebagai pengecualian yang tetap tidak masuk kriteria.
Ketika produk/peserta didik sudah masuk dalam dunia pasar,hanya produk/peserta didik bagus yang diperebutkan. Jika kemudian produk dari institusi pendidikan tersebut dinilai bagus dan memiliki kredibilitas, maka minat pembeli akan naik. Selain nilai jual produk yang menjadi tinggi, institusi tempat si peserta didik ditempa pun ikut menjadi tinggi dalam bentuk dana seleksi yang tidak terbatas sampai uang gedung,SPP dan lain-lainnya .

Begitu pula dengan proletariat/tenaga pengajar yang "mematangkan" peserta didik, mereka saling bersentuhan,berdinamika,dan selalu berkembang dikarenakan mahasiswa adalah salah satu objektifasi campur tangan "sang proletariat".Tahap ini merupakan bagian yang sangat menyenangkan bagi si tenaga pengajar,namun saat produk telah layak untuk dipasarkan, disini sang proletariat mulai merasa terasingkan karena hasil pekerjaannya(produk/peserta didik) yang telah lulus dan siap dipasarkan menjadi nilai tukar yang tertukar-tukar entah kemana.


Ada juga persoalan baru yang tahun ini diresmikan dalam kurikulum 2013,yaitu penambahan jam belajar SD-SMA,jadi buruh dituntut kerja lebih lama dari biasanya dan tak ketinggalan PERMENDIKBUD No 49 tahun 2014 adalah waktu kuliah S1 maksimal 5 tahun.Ibaratkan buruh yang harus mencapai target missal 100 sepatu dalam 8 jam,Dosenpun sekarang  dituntut haruslebih cepat dalam mempersiapkan  Mahasiswanya agar cepat tuntas  dengan ancama DO dan kridit Semester Para  muridnya otomatis keder  Sarjana dibatasi  Oleh kalangan tewrtentu terutama orang dekat dan Pesanan ,karena dikejar waktu.Nilai tukar Uang Untuk pendidikan Pun dipertimbangkan  dan batas waktu yang identik dengan pekerjaan kaum proletaria.Lalu saya memprediksi Keterasingannya pasti akan membuat mereka memulai gerakan revolusi?revolusi Pendidikan dan reformasi Pendidikan  yang membebaskan dirinya dari jeratan sistem kapitalisasi  pun tidak mungkin terhindar .Apalagi yang kita andaikan sebagai Proletariat disini adalah sarjana S1,S2,S3,dan professor,bukan lulusan SD.Tapi tebakanku ternyata salah besar  , gagal total, banyak program pendidikan yang Mis mach , Para lulusan perguruan tinggi negeri Nota Bene  reguler , dalam persaingan Pasar memasuki PNS  justru tersingkir Bersaing dengan  Save Feed , Para Pekerja Program percepatan atau Program kejar Paket , dari Perguruan tinggi terbuka baik D2 maupun S-1 , sebab kebutuhan Pasar menuntu adanya keterbatasan itu tanpa Klasifikasi Reguler .

factor tersebut cuma membuat mereka(khususnya peserta didik dan tenaga pengajar) semakin nyaman dan membuatnya menjelma menjadi (ciri) manusia modern yang individual,tak peka terhadap lingkungan sekitar,dan malah menjauhi sisi positif manusia modern yang hakikatnya 'problem-solver'.Jika semua unsur tenaga pengajar,institusi pendidikan ,dan calon peserta didik terus terbawa arus dan ujungnya membuat mereka semakin menikmati kapitalisasi pendidikan,akhirnya cita-cita semula yang ingin mematahkan jarak terbentang hanya jadi "retorika" belaka. Kemudian kita pasti bertanya-tanya apa yang harus diubah agar kita tidak terbawa arus kapitalisasi pendidikan ini  ? Jawabannya  adakah Kurikulum yang membebaskan Para pelajar agar menentukan masa depannya sendiri ? Klise memang .apakan mungkin di indonesia diterapkan Pola Program Pendidikan alternative sperti yang  ditawarkan oleh Paulo Freire yang lahir dari konsepsinya tentang manusia  sesuai Kompartementasi , talenta dan Motivasi mereka sendiri . sebab hanya Manusia sendirilah yang dijadikan sebagai titik tolak dalam Program pendidikan. Manusia tidak mengada secara terpisah dari dunia dan realitasnya, tetapi ia berada dalam dunia dan bersama-sama dengan realitas di dunia nyata .Realitas itulah yang harus diperhadapkan pada peserta didik supaya ada kesadaran akan realitas itu.Konsep pedagogis yang demikian didasarkan pada pemahaman bahwa manusia mempunyai potensi untuk berkreasi dalam realitas dan untuk membebaskan diri dari penindasan budaya, ekonomi dan politik.Dalam salah satu karya tulisnya Paulo Freira meningatkan bahwa 'Sistem pendidikan harus menjadi kekuatan penyadar dan pembebas umat manusia.


Senada denganLezz Freire   sistem pendidikan otonom-dependen  juga berusaha membebaskan manusia untuk belajar menghargai kehidupan, memaknai kebebasan, mengembangkan kemampuan dan kreativitas untuk bisa mengambil bagian dalam menata masa depan dunia yang lebih sejahtera dan lebih manusiawi.Keberadaan Sistem Otonom adalah bagian dari harapan dan impian masyarakat yang memiliki komitmen untuk menjadikan pendidikan sebagai bagian dari gerakan kebudayaan yang menghargai martabat dan menghormati hak anak/manusia.


Besar  harapan  saya ,  Kemendikbud segera  membuat langkah Akrobat di  'lapangan pertunjukan' bukan pasar yang mengedepankan aktivitas jual beli Program pendidikan ,melainkan berbagai macam pertunjukan yang menghibur Para penikmatnya. Seharusnya segera Menteri Membebaskan pemain(tenaga pengajar dan peserta didik) dapat  mengembangkan kreativitas dan menyatukan manusia untuk bergembira dan menghayati kebersamaanagar tidak masuk dalam jurang kapitalisme yang sesungguhnya.

Sholihul Hadi SAg SPd , Alumni IAIN Sunan Kalijaga , Jurusan Filsafat  dan S-1  Pendidikan bahasa Inggris Unnes Semarang 2003 ; Pengamat Pendidikan dan sosial budaya ; Tinggal di pati Jawa tengah 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun