Mohon tunggu...
AR. Sholikul HaDI
AR. Sholikul HaDI Mohon Tunggu... Editor - adalah sebuah abnalisa ekspresi Billie ekfish - poengamat sosial kemasyarakatan , tinggal di Pasti jawa Tengah

Aquarius

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sepi

30 Juni 2021   17:08 Diperbarui: 30 Juni 2021   17:24 383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Opini _ sepi _ddf- Seminggu kutinggalkan kamar penuh warna dan kenangan hidup, menjadikan aku seperti anak kecil yang pulang ke pangkuan ibu. Tidak ada yang berubah. Tempat tidur hanya teraba dingin di telapak tangan. Tembok dan segala macam yang bergantungan juga tetap diam membisu. Suasana seperti ini sudah biasa. Apalagi di saat kamu sedang pergi meninggalkan aku sendiri didekap sepi.


Televisi tak lebih barang mati dengan layar hitam menyimpan misteri. Satu minggu dia ketinggalan berita dan gosip selebriti. Semoga dia tak lupa dengan iklan rokok  setia  terpajang di pinggir jalan dan iklan di TV TV itu terus mengancam seolah di ciptakan untuk membunuhmu. Lalu kubuka tirai jendela  pagi ini . Cahaya dari luar menyelinap, dan kamar menjadi cukup terang. Kulepas selot kunci daun jendela. Kudorong pelan. Jendela pun membuka. Kini angin segar menyentuh mesra seperti ingin menyapa, betapa cukup lama kita terpisah waktu tidak bercengkerama. Kuusap wajahku. Kuhirup dalam-dalam  sepuucuh helai udara segar dan angin yang berembus dari luar agar penuhi paru-paruku.


Dari balik jendela yang reot , kutebar pandang keluar. Tidak juga berubah. Anak-anak masih semangat menggowes sepeda sambil berceloteh. Sepeda motor dan mobil masih berseliweran tanpa peduli anak-anak kucing yang tiba-tiba menyeberang. Dan mereka tidak pernah menampakkan penyesalan bila anak-anak kucing tetangga sebelah rumahku itu terlindas   lalu   mati..   ya semua Mati i! Bukan karena apa -apa .


Sementara Waktu terus berputar. begitu pun Hidup terus bergerak. sam sekali Tak peduli ditinggal pergi sehari, seminggu, sebulan, setahun, bahkan selamanya. Kamar ini juga akan tetap sama.   Jendela ini juga tidak berubah . semua peninggalah ayahku sementara aku tak pernah berdaya apa apa , meskipun bingkai kayunya semakin hari semakin tua merapuh. tipa pagi aku alakukan hanya bisa Membuka dan menutupnya  mengikuti kenangan yang terus sambung menyambung mengenang semua kebahagiaan dan kebersamaan keluarga sewaktu ayaha masih hidup dengan semua jaminan yang tersedia  , akhirnya berujung rindu yang mendera Rindu medalam  dalam, bahkan sangat  dalam seklai kalbu. Dari balik jendela  ini lalu , kembali kususun kalimat kalimat dari renda renda kehidupan semua , spenggal bagian cerita yang tak pernah usang tentang Cerita dan Kisah tetangga dan  keluargaku  dari pagi siang dan malam seperti dongeng-dongeng yang dulu sering diceritakan ibu waktu aku masih dalam ayunan .Dari balik jendela ibni , aku melihat segalanya menyambut dirinya yang datang menyeka pagf kempas kempis kembang sepatu di depan rumah yang layu . buarpun begitu Segalanya yang lepas menjadi obat dari  sepotong rindu

sholihul Hadi , Alumni Filsafat IAIN Sunan Kalijaga Yogayakarta 1991 , Lepas itu menganggur sampai sekarang 2011

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun