Mohon tunggu...
SUBAGYO K Miharja
SUBAGYO K Miharja Mohon Tunggu... -

Tinggal di Pegunungan di tengah hutan 40 Km Jauh dari kota Pekalongan \r\nTepatnya \r\nDesa Sidomulyo Rt.03/02Kecamatan Lebakbarang Kabupaten Pekalongan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kapitalisasi Politik & Politik Kapitalis Serta Sikap Jujur Dalam Bertindak

20 Februari 2014   21:08 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:38 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh : Mas Fatahan

Partai politik menurut sebagian ahli bahasa dapat diartikan sebagai “ Suatu alat untuk mencapai kekuasaan “ Dengan Kekuasaan seseorang akan dengan mudah melakukan apa saja yang diinginkan ya harta, tahta dan lain sebagainya itu terminologinya.” Hal tersebut yang dewasa ini mendorong para pemodal (Modal mantan Pejabat, Modal Artis, dan Modal Harta Kekayaan meski hasil Korupsi maupun hasil menjarah hutan/illegal loging) beramai ramai memasuki ranah Politik, baik dengan mendirikan partai politik baru, maupun yang hanya menjadi anggota Partasi Politik yang sudah ada. Itu sah sah saja apalagi sejak kran demokratisasi terbuka pada akhir dekade sembilan puluhan atau tepatnya pada akhir tahun 1998, hampir kebebasan berekspresi tak ada halangan termasuk mendeklarasikan partai politik baru.

Bak jamur dimusim  hujan partai politik baru dan debutan anggota partai politik bermunculan diseantero negeri ini telah membawa konskwensi politis yakni munculnya fenomena kepermukaan tentang wajah wajah kaum kapitalis / para pengusaha yang menjadi Pengurus Partai Politik dan calon Legislatif yang datangnya ujug ujug dan jelas jelas hanya bermodalkan uang, ini tentu akan menodai semangat Kaderisasi partai dan menodai substansi Demokrasi itu sendiri . Karena apa ? mereka adalah kaum kapitalis yang jelas nantinya akan menghitung ulang angka modal yang keluar (Return Invest) atau dengan kata lain akan menghitung untung rugi dikemudian hari, penulis tidak bisa membayangkan seperti apa nantinya bangsa kita tercinta ini jika kaum kapitalis pada duduk menjadi legislatif . Apakah benar mereka akan mewakili suara rakyat yang kebanyakan kaum proletariat ? , Apakah benar mereka akan mewakili suara rakyat yang kebanyakan kaum tertindas ? Apakah benar mereka akan memperjuangkan hak hak rakyat yang selama ini telah dirampas oleh para koruptor ? atau malah sebaliknya mereka akan memperkaya diri dengan cara membuat kebijakan politik yang menggiring pada kepentingan usahanya !!! GAWAT…..!!!

UUD 1945 yang telah beberapa kali diamandemen dalam pembukaan dengan tegas mengamanatkan kepada Pemerintah sebagai penyelenggara negara untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena itu dengan munculnya ramai ramai debutan baru calon legislatif dari kalangan kapitalis meski tidak semuanya akan tidak mau mengerti permasalah bangsa akan tetapi latar belakang akan membentuk prilaku dan watak serta kebiasaan tanpa kecuali. Hal ini sekali lagi yang ingin penulis sampaikan pada teman teman bahwa sudah saatnya kita harus menghitung ulang kalkulasi politik pada kerangka kepentingan bangsa yang lebih luas dan prospektif  dimasa depan.

Belajar dari sejarah bangsa kita sejak zaman kerajaan dulu, kita telah mengenal Syailendra dengan masa kejayaan Sriwijaya, Tribuono tunggal Dewi dengan zaman kejayaan Majapahit, Sultan Agung dengan Mataramnya dan masih banyak lagi para Raja yang telah membawa kemakmuran bagi rakyatnya semua itu berawal dari Sebuah Kejujuran yang diikuti dengan bersikap dan bertindak. Dalam banyak kesempatan penulis sering dan selalu mengatakan tentang kejujuran dalam mengelola bangsa meskipun pendapat penulis sering mendapat tantangan dari mereka yang mungkin belum bisa jujur atau telah merasakan madunya dari kondisi seperti ini (Ikut ramai ramai Korupsi) akan tetapi secara sadar hal ini justru akan terus mamacu penulis untuk lebih semangat dan secara masif menyampaikannya kepada masyarakat, semua ini dilandasi semangat kebangsaan penulis yang tidak lain adalah agar bangsa ini selamat sampai pada generasi setelah kita atau sampai pada anak cucu kita.

Gelar Pemilu tahun 2009 tinggal beberapa hari lagi, proses pelaksanaan dan dinamika politik yang diawali dari Konsolidasi, Sosialisasi sudah dimulai sehingga denyut nadi politik dan eskalasi persaingan diantara peserta pemilu baik sebagai lembaga (Partai peserta pemilu) maupun perorangan (Calon Legislatif) sudah dapat dilihat dipermukaan. Fenomena ini tentu sesuatu yang lazim dalam proses dan iklim demokrasi yang sekarang ini menurut penulis lagi menuju kemana dan seperti apa demokrasi di Negeri tercinta ini mau dibentuk..? Persoalan inilah yang menjadi enggle dari  apa yang terlintas dalam fikiran Penulis.

Munculnya fenomena politik kapitalis dan kapitalisasi politik telah memberikan gambaran kedepan seperti apa bangsa ini akan terbentuk..? sungguh suatu yang bertentangan dengan semangat para pendiri republik ini baik secara perorangan maupun kolektif. Namun demikian rendahnya sumber daya masyarakat dan juga rendahnya tingkat sosial ekonomi masyarakat kita mau tidak mau akan mempermudah mereka dijadikan peluang atau kesempatan oleh para kapitalis politik dengan Politik Memperdaya (biasanya mereka memanfaatkan kesempatan ini adalah yang Punya modal / meski modal hasil korupsi, mengerti sedikit politik akan tetapi tak pernah berfikir masa depan bagaimana bangsa ini akan tertata dan akan kita wariskan kepada anak cucu kita). Kongkritnya mereka para kapitalis politik akan melakukan tipu daya dengan segala cara untuk mendapatkan dukungan sebanyak banyaknya meski harus dengan menghamburkan uang yang dimiliki dengan memproklamirkan diri seolah olah mereka orang yang dermawan mengerti tentang rakyat miskin, mengerti orang susah, mengerti orang lagi kesulitan dan sebagainya, padahal dibalik semua kebaikan itu terselip fikiran rencana rencana yang busuk yang justru pada gilirannya akan memperparah kondisi negeri ini dan akan menyeret bangsa kita ini ke jurang kehancuran yang lebih dalam, hal ini tentu akan semakin menjauhkan dari harapan kita bangsa indonesia yakni masyarakat yang adil makmur dan sejahtera seperti tertuang dalam Undang Undang Dasar negara kita .

Pameo jawa Ingarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani, jer basuki mowo beo sebenarnya memberikan inspirasi kita bahwa bangsa ini tidaklah dapat dibangun dengan semangat Material belaka (Beo) akan tetapi secara keseluruhan Pameo itu haruslah dipahami secara mendalam sehingga memberikan konklusi yang bersifat Kolektif kolegial , symbiose mutualisme . Nageri ini bukanlah milik yang kaya saja, negeri ini bukanlah milik para pemodal saja, , negeri ini bukanlah milik para intelek saja dan negeri ini  adalah milik kita bersama bangsa indonesia yang miskin yang kaya, yang pintar yang bodo sama sama memiliki kesempatan untuk membangun dan menentukan bangsa ini menuju kemakmuran , kesejahteraaan yang adil dan beradap.

Dengan demikian semangat yang harus kita kembangkan adalah bagaimana kita mulai sekarang dapat bersikap jujur kemudian bertindak  menentukan dan memilih, para pemimpin yang memiliki semangat integritas terhadap bangsa yang sangat tinggi, jujur dalam bersikap dan mau bertindak, untuk kemudian kita berikan kontrol yang Masif dan konstruktif, agar bangsa tercinta ini tidak jatuh pada jurang kehancuran SEMOGA …?!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun