Mohon tunggu...
Subagiyo Rachmat
Subagiyo Rachmat Mohon Tunggu... Freelancer - ◇ Menulis untuk kebaikan (titik!)

(SR Ways) - Kita mesti peduli dengan sekeliling kita dan bisa berbagi sesuai kapasitas, kadar dan kemampuan masing-masing sebagai bagian dari masyarakat beradab.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Korupsi, Politik Ketergantungan Dan Pentingnya Kepemimpinan

5 Agustus 2020   02:20 Diperbarui: 5 Agustus 2020   17:55 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Jelang 17 Agustus 2020, suasana Peringatan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia ke 75 sudah mulai terlihat dan kita rasakan. Bendera , umbul-umbul dan berbagai pernak-pernik atribut bernuansa merah putih semakin semarak- Dirgahayu Republik Indonesia. Merdeka!

Apa sebenarnya esensi kemerdekaan? Mengapa kita waktu itu ingin merdeka?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut tentu tidak mudah dijawab, apalagi bagi masyarakat dan rakyat jelata. Rakyat hanya merasakan atas berbagai belenggu yang terjadi dibawah pemerintahan kolonial, sampai kemudian muncul tokoh-tokoh dan para pemimpin masyarakat yang mampu memberikan pencerahan dan penyadaran kepada rakyat jelata dan masyarakat luas bahwa sedang terjadi penjajahan atas bangsa kita yang membelenggu kita dalam kebodohan,kemiskinan dan ketidakberdayaan.

Para pemimpin itulah yang menginspirasi dan memberikan penyadaran kepada masyarakat luas dan rakyat jelata akan adanya “musuh bersama” ( common enemy) yaitu kolonialisme, yang kemudian meneguhkan satu tekad dan keinginan bersama (common aspiration, hope & goal) untuk merebut kemerdekaan- agar bangsa ini terbebas dari penjajahan yang membelenggu, sehingga kita bisa menentukan nasibnya sendiri.

Gerakan kesadaran dan penyadaran kemerdekaan ini dimulai pada dekade awal abad 20 dengan gerakan Boedi Oetomo 1908 yang kemudian diakui sebagai tonggak awal kebangkitan nasional, dan kini diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Coba kita bayangkan, padahal para kolonialis itu sudah bercokol di bumi nusantara sejak sekitar 3 abad sebelumnya, namun gerakan perlawanan dan kepemimpinan yang bersifat kedaerahan belum cukup untuk menghentikan kedigdayaan kolonialis.

Gerakan kesadaran dan penyadaran kemerdekaan ini semakin meluas dan membesar pada dekade ke 2 dan ke 3 abad 20, dengan munculnya tokoh-tokoh besar seperti HOS Tjokroaminoto, KH A Dahlan, Ki Hadjar Dewantara, KH Hasyim Asy’ari, Soekarno , Hatta dan banyak tokoh lain dengan berbagai gerakan sosial, pendidikan,politik dan keagamaan – puncaknya adalah peristiwa Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, dimana para pemuda pemudi Indonesia mengikrarkan Satu Tanah Air, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa.

Sumpah Pemuda adalah satu tonggak utama dalam sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia yang menyatukan pemuda-pemudi Indonesia, sampai akhirnya dengan perjuangan berliku pada 17 Agustus 1945 Soekarno dan Hatta atas nama bangsa Indonesia memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia, kemudian keduanya menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.

Kemerdekaan adalah jembatan emas, demikian kata Soekarno ketika berpidato dalam sidang BPUPKI ( Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) 1 juni 1945. Di seberang “jembatan” itulah kelak akan ditata, bagaimana masyarakat Indonesia yang telah meraih kemerdekaan akan hidup dengan landasan filosofi Pancasila yang menjunjung tinggi kesetaraan dalam keberagaman, “di seberang jembatan emas inilah, baru kita leluasa menyusun masyarakat Indonesia merdeka yang gagah, kuat, sehat, kekal dan abadi’’

Paska Proklamasi adalah situasi transisi berat Indonesia menjadi negara baru, pemerintahan baru dan sistem pamerintahan yang belum stabil, pemerintah Belanda yang belum mengakui kemerdekaan Indonesia, berbagai perundingan pelik masih harus ditempuh, 1948 Belanda melakukan agresi, dan Indonesia sempat mengalami beberapa kali perubahan sistem pemerintahan, 1949 RIS ( Republik Indonesia Serikat), 1950 NKRI dengan UUDS, 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit untuk kembali ke UUD 45, dengan demokrasi terpimpin.

Kepemimpinan Soekarno, sangat kuat dan nyaring menggemakan apa yang dikatakan sebagai “nation and character building”, ada tiga hal pokok yang mesti dipersiapkan sebuah bangsa yang akan membangun, yaitu investasi keterampilan manusia (human skill investment), investasi material (material investment), dan investasi mental (mental investment). Hal inilah yang akan membentuk manusia baru yang punya mental : berdaulat, berdikari dan berkepribadian Indonesia. (//berdikarionline.com). Kepemimpian Soeharto, membawa masyarakat untuk fokus pada pembangunan yang terencana  dengan (GBHN dan Repelita) dalam segala bidang dengan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar rakyat, dikenal dengan trilogy pembangunan, yaitu stabilitas nasional, pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya.

Kepemimpinan Soekarno dan Soeharto dengan segala plus dan minusnya, mengambarkan sosok pemimpin yang kuat, dengan pesan-pesan yang begitu nyaring terdengar rakyat-nya.  Ada 3 poin penting yang ingin saya garis bawahi dengan tebal dalam penggabungan kepemimpinan Soekarno dan Soeharto yaitu Perencanaan Pembangunan, Berdikari dan Korupsi-yang mesti menjadi pelajaran besar bagi pemerintahan era reformasi dan demokrasi, terutama pemerintahan yang sedang berjalan dan mendatang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun