Mohon tunggu...
Yoanda Suastanti
Yoanda Suastanti Mohon Tunggu... Buruh - saya

selalu ada jalan untuk orang-orang yang masih menggenggam harapan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Baduy sebagai Wisata Masa Lalu

5 Februari 2023   00:11 Diperbarui: 5 Februari 2023   00:24 643
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

 

Januari lalu saya bersama beberapa teman mengunjungi Baduy dalam. Saya Bersama tim Jejak Baduy juga ditemani oleh beberapa orang dari suku Sunda di pedalaman desa Kanekes di Rangkas Bitung, provinsi Banten. Kami memulai perjalanan dari Ciboleger lalu memasuki perkampungan Baduy luar. Bagi yang akan berkunjung ke Baduy dalam harus siap-siap fisik juga mental karena medan yang cukup menguras energi, melalui jalur yang naik turun bukit dengan jalan bebatuan. Jarak tempuh juga tidak main-main sekitar empat sampai lima jam perjalanan.

Berkunjung ke baduy dalam merupakan wisata masalalu yang masih otentik. Rumah-rumah adat Sunda yang masih orisinil juga sangat alami. Semua perabotan dan bangunan dari alam. Seolah berwisata ke zaman kerajaan dahulu kala, siapa sangka jarak antara zaman kerajaan dan zaman saya yang beratus tahun ini  masih memiliki kesempatan untuk melihat gambaran hidup bahkan cara hidup mereka.

Siapa si orang Baduy ini?

 Nah, perlu teman-teman ketahui bahwa Baduy bukanlah suku hanya sebutan masyarakat awam pada Suku Sunda yang menolak termoderenisasi ini. Mereka lebih memegang teguh baik adat dan agama warisan Padjajaran ini bahkan mungkin lebih tua dari Padjajaran itu sendiri. Masyarakat Kanekes ini merupakan warisan hidup yang paling dekat dengan Padjajaran.

Lalu bagaimana awal mereka di sana?

Berangkat dari awal keruntuhan Padjajaran, secara greografis Prabu Ragamulya Surya Kancana yang biasa dikenal sebagai Prabu Pucuk Umum bermukim di Pulasari Pandeglang setelah Prabu Nilakendra (ayah Pucuk Umum) meninggal. Prabu Ragamulya memerintah tahun 1567-1579 M. Beliau adalah Pu'un (pemimpin) pertama masyarakat Baduy. Sekaligus kesatria terakhir Padjajaran yang mati di tangan pasukan Banten.

Menurut H.J de Graaf dan Th. G. Th. Pigeaud dalam Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa, saat Banten menyerang Padjajaran banyak keluarga ndalem melarikan diri ke pelosok Sunda. Sedangkan menurut sejarah versi Banten setelah mangkatnya Prabu Ragamulya Suryakencana, Hasanudin memberikan dua opsi dalam perundingan terakhir yang disepakati oleh pasukan Padjajaran dan pasukan Banten. Opsi yang pertama adalah pembesar kerajaan istana besedia masuk Islam akan dijaga keberadaanya dan martabatnya seperti gelar pangeran, puteri, dan panglima diberi hak untuk tinggal di kraton masing-masing.

Kedua, bagi yang tidak bersedia masuk Islam harus keluar dari kraton dan keluar juga dari ibu kota untuk tinggal di tempat yang telah disediakan di pedalaman Banten yakni di wilayah Cibeo sekarang. Sebagian besar masyarakat Pakuan memilih masuk Islam dan tetap menjadi bangsawan di Pakuan. Sedangkan tercatat kurang dari seratus orang memilih opsi kedua dan merekalah menjadi cikal bakal penduduk Baduy yang sampai saat ini masih memegang tradisi nenek moyang.

Tradisi- tradisi yang masih kental dan sangat erat di pegang oleh masyarakat baduy ini bisa kita lihat dari bagaimana cara mereka memperlakukan alam dan mengelolanya. Rumah-rumah di baduy dalam tidak menggunakan paku, tidak menapak tanah melainkan beralaskan batu, tidak mengubah struktur tanah, dilarang menebang pohon di hutan larangan karena masyarakat baduy memiliki pembagian tanah yang dapat dikelola dan tanah yang tidak boleh di jamah sebagai hutan larangan demi terjaganya ekosistem dan keseimbangan alam, dilarang pula memelihara hewan berkaki empat mereka hanya memelihara ayam dan saat upacara adat pun hanya menggunakan daging ayam. Nah, yang lebih luarbiasa lagi mereka tidak menggunakan teknologi kimia untuk aktivitas apapun, sehingga keasrian alamnya masih sangat terjaga.

 Masyarakat Baduy masih menganut kepercayaan Sunda wiwitan, yaitu agama asli suku Sunda. Tidak ada simbol-simbol keagamaan di rumah-rumah masyarakat baduy ini seperti pada agama-agama lainya. Walaupun begitu sebagai awam, saya melihat bagaimana simbol- simbol itu ada dalam setiap tindakan mereka mencintai alam dan kehidupan. Tidak merusak, tidak mengambil yang bukan miliknya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun