Manusia adalah makhluk yang bertanya, ia selalu menanyakan tentang dirinya dan kehidupannya. Manusia adalah makhluk yang tidak pernah sampai. Tak ada pengetahuan apapun yang bisa membuatnya tidak mau bertanya lebih lanjut. Lantas kenapa demikian,?Â
Menurut Frans Magnis Suseno, dalam bukunya Menalar Tuhan, hal ini karena manusia memang memerlukan pengetahuan. Magnis Suseno menjelaskan ada dua kenyataan pada manusia yang tampaknya berlawanan dan yang membuatnya selalu ingin mengetahui lebih jauh.Â
Pertama, karena hanya dengan tahu manusia bisa bertindak. Manusia bertindak karena segala macam alasan diantaranya yang paling dasar adalah bahwa manusia terdorong untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya seperti makan, minum, singkatnya kebutuhan jasmani dan rohani.
Kedua, manusia berlawanan tak terbatas. Pengetahuan manusia selalu terbatas. Tapi wawasannya tidak terbatas. Dan karena itu manusia bertanya terus. Ia terdorong untuk selalu bertanya terus karena untuk mencapai pengetahuan yang lebih benar lagi.Â
Bertanya Sebagai Titik Awal Peradaban
Saya ingin mengatakan bahwa pertanyaan merupakan titik awal peradaban manusia. Manusia bertanya bukan seperti yang kita bayangkan pada umumnya dengan bertanya kepada orang lain. Yang khas dari manusia adalah ia makhluk yang berpikir, karena itu sebelum bertanya kepada orang lain ia selalu bertanya pada dirinya sendiri (perenungan).
Bertanya menjadi titik awal manusia mengetahui segalanya. Ketika ia belum mendapatkan jawaban yang ia tanyakan ia mencoba menemukan jawaban-jawaban itu dan bahkan mencoba menjawab dengan jawaban spekulasi apa yang ditanyakannya. Semua tentang dirinya ia tanyakan. Nah, untuk membuktikan ini mari kita melihat awal mula berkembangnya ilmu pengetahuan dari mitos dan logos.
Seorang filsuf bertanya, tentang awal mula pembentukan jagat raya ini. Ia penasaran bagaimana awal mula terbentuknya dunia ini dan seisinya seperti tumbuhan, hewan , termasuk dirinya sebagai manusia serta semua apa yang manusia lihat dan rasakan. Benarkah ada campur tangan para dewa.Â
Untuk mengetahui jawaban ini semua, kita harus menelusuri awal mula berkembangnya ilmu pengetahuan. Ini memang filsafat, para filsuf awal dari Miletus seperti Tahles, Permendides, Anximenes, Anaximandros dan filsuf alam lainnya mempertanyakan tentang awal pembentukan alam semesta ini (lihat Moh. Hatta dalam bukunya Alam Pikiran Yunani).
Ada yang menyatakan bahwa alam semesta ini terbentuk dari api (apairon), ada yang menyebutkan dari udara, air, angin dan lain sebagainya.Â
Jawaban mereka tentu didasarkan pada apa yang mereka lihat, dan rasakan. Contohnya kenapa alam semesta ini disebut dari air, karena mereka menganggap bahwa air merupakan sumber penghidupan makhluk hidup, tumbuhan hewan dan manusia.Â
Kemudian kenapa alam disebut berasal dari Api,? karena adanya panas yang kita rasakan. Terus saja begitu .... menuju jawaban yang paling benar.
Pertanyaan-pertanyaan seperti ini dalam sejarah menimbulkan konflik. Konflik antara siapa,? Dalam filsafat kita kenal pertentangan antara mitos dan logos. Bahkan sebagain filsuf hidupnya berakhir dengan tragis. Sebagai contoh di Yunani berkaitan dengan pembentukan alam semesta, awalnya selalu didasarkan pada mitologi seperti adanya kekuatan dewa-dewa.Â
Nah, bagi manusia yang mencoba mengedepankan akal atau ilmu selalu ingin membuktikan bahkan membantah asumsi bahwa alam semesta ini ada campur tangan dari dewa-dewa.Â
Manusia terus bertanya hingga menemukan jawaban yang paling sempurna dari pengetahuan sebelumnya. Semua kemajuan peradaban manusia berawal dari pertanyaan-pertanyaan kemudian manusia berusaha mencari jawabannya. Penemuan-penemuan luar biasa yang kita rasakan sekarang ini semua itu berawal dari pertanyaan-pertanyaan.Â
Dalam perkembangan peradaban manusia ini menurut saya dibagi menjadi empat periode yaitu mitologi, kosmologi, teologi, antropologi dan teknologi (tahapan akhir peradaban manusia). Sebetulnya panjang jika harus saya jelaskan.Â
Berawal dari Ketidakmungkinan
Saya ingin berasumsi lagi bahwa penemuan-penemuan hebat manusia seperti sekarang ini berawal dari imajinasi. Contoh terkait penemuan pesawat terbang. Saya justeru penasaran bagaimana manusia bisa menemukan dan menyebutnya pesawat terbang.Â
Ini hanya salah satu contoh saja yang akan saya jelaskan supaya pembaca mengerti. Untuk menjawab pertanyaan tadi mungkin kita harus buka google tentang sejarah ditemukannya pesawat terbang.Â
Tapi bagi saya tidak perlu, bagi saya pertanyaan ini bisa dijawab oleh filsafat. Menurut saya penemuan pesawat berawal dari ketidakmungkinan kemudian menjadi mungkin, kenapa? Karena selain ia bertanya ia juga melakukan yang namanya percobaan atau eksperimen untuk menemukan jawaban dari pertanyaannya.Â
Pembaca masih bingung,? Baiklah saya akan membuat kisah filsafat tentang dua orang laki-laki yang mengambil air di sungai.Â
Dikisahkan dua orang  laki-laki berdiri dipinggir sungai untuk mengambil air. Laki-laki yang satu segera mengisi wadah yang ia bawa. Laki-laki yang satu lagi berdiam,  ia melihat sekelompok ikan kecil di dalam air yang jernih mondar mandir mencari makan.Â
Kemudian ia juga melihat keatasnya ada banyak burung terbang bebas. Ia kemudian bertanya kepada teman disampingnya "Apakah kita bisa berenang didalam air tanpa basah,?," tanyanya. "tidak mungkin," jawab temannya.Â
Dengan penuh penasaran ia bertanya lagi: "Apakah mungkin kita bisa terbang bebas seperti burung diatas sana," tanyanya lagi. "Sudahlah jangan berandai-andai yang gak jelas, kita tidak mungkin bisa seperti ikan apalagi berenang tanpa basah, kita juga tidak mungkin bisa terbang seperti burung, itu mustahil, hanya dewa yang bisa melakukan seperti itu," jawab temannya dengan nada jengkel.Â
Laki-laki tadi adalah salah satu dari sekian banyak pemuda yang memiliki rasa penasaran (keingintahuan) tinggi. Ia lantas menghiraukan jawaban temannya tadi. Ia selalu memikirkan pertanyaannya tadi dan berusaha untuk mencari jawabannya sendiri. Ia bersikeras dengan pendapatnya bahwa menurutnya manusia juga bisa berenang seperti ikan dan bisa terbang seperti burung. Demikian keyakinannya pada akal.
Meskipun ia bukan menjadi penemu tetapi ia menjadi salah satu orang yang membuka jalan pikiran manusia selanjutnya. Banyak generasi selanjutnya yang mengikuti jalan pikirannya. Prinsip berpikirnya jelas, tidak ada yang tidak mungkin, semua didunia ini faktanya serba mungkin. Akhirnya setelah melalui eksperimen berkali-kali, siapa sangka bahwa yang awalnya tidak mungkin sekarang menjadi mungkin dan terbukti seperti sekarang ini. Â
"Manusia bisa berenang dengan kapal selam ciptaanya, manusia juga bisa terbang dengan pesawat terbang ciptaanya,".
Sekali lagi saya ingin menegaskan bahwa bertanya adalah titik awal peradaban manusia dan semua yang ada didunia ini berawal dari ketidakmungkinan kemudian menjadi mungkin. Manusia harus terus bertanya untuk membuktikan bahwa ketidakmungkinan  itu mungkin.Â
Cara berpikir ini melekat pada orang-orang Barat. Oleh karena itu dalam perkembangannya peradaban mereka sekarang lebih maju dibandingkan dulu dimana mereka berada pada jaman kegelapan. Titik awal kemajuan mereka disebut Renaissance dan Aufklarung.Â
Meski demikan, kita Islam patut berbangga karena kemajuan peradaban Barat yang gemilang itu tidak lepas dari peradaban islam sebelumnya. Sebetulnya islam lebih dulu maju sebelum barat. Hanya saja pada masa kejayaan islam mereka mendapatkan pengaruh yang amat besar dari kejayaan islam dulu.Â
Banyak karya-karya tokoh islam yang diterjemahkan kedalam bahasa mereka dan kemudian dipelajari oleh mereka, bahkan tak sedikit hasil penemuan tokoh'tokoh islam diklaim oleh mereka.Â
Demikian tulisan ini ,,, "jadilah manusia bertanya ... karena bertanya menjadi titik peradaban," Suardi.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H