Mohon tunggu...
Siprianus Bruto
Siprianus Bruto Mohon Tunggu... Lainnya - Memikirkan apa yang akan aku lakukan, dan melakukan apa yang telah aku pikirkan. Pencinta Sastra

Berdomisili di Flores, NTT, Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

"Jangan Menangisi Aku"

12 Maret 2021   19:59 Diperbarui: 12 Maret 2021   20:13 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar : OKEzone.com

Semenjak mentari menggigit bibir bumi
Ketika nafsu para serdadu menggeliat memasung Sang Kebenaran
Kami duduk menangis
Di sini
Di jalan terjal berkerikil
Dengan buah hati yang merengek meminta kasih

Debu-debu kejahatan menyelinap pada tubuh-tubuh perkasa yang haus darah
Air mata mengalir pada ceruk mata peziarah 'aletheia'
Mata-mata kerahiman terpancar dari wajah para suci
Tiada yang lebih indah dari pemandangan wajah berlumur darah

Kami ingin menabur rindu di bibir jalan ini
Kami ingin mengaduk adonan cinta yang lezat untuk sang kekasih yang malang
Kami ingin menyumbang satu senyuman yang tulus meski sakit
Kami ingin menabur mawar-mawar doa di hadapan Sang Kebenaran

Kini segala rindu yang kami simpan di dalam dompet membusuk
Hancur bersama mentari yang akan pamit
Saat anakku memberi kecup pada kening yang sudah dibabak belur
Malah ia memberi sekantong senyum penuh tulus dan berkata:
"Jangan menangisi Aku, tetapi tangisilah dirimu sendiri"

Clausura, Maret 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun