Wajahmu terbentang selalu dalam lembar-lembar doa  para Rahib
Selalu saja rindu mencabik raga saat  isi kepala menghadirkan bayang-bayang kata yang diberi nama nasehat dari mulut sucimu
Mama,
Puan yang tak habis dicintai
Aku selalu merayakan kata-kata bijak itu kala pelita asa mulai suram pada halaman hati
Namamu dan kata-kata bijak dari mulut penuh tulusmu selalu terngiang pada Indra
Mama,,,
Puan yang tak habis dicintai
Jejak-jejak kaki di pematang itu selalu diingat pada kenang yang tak mungkin dikecup lupa
Periuk yang menyimpan segala rahasia  perut tak mungkin menjelma sampah
Bakul yang selalu menghiasi pundakmu menjanjikan kenyang yang tak mungkin menghadirkan lapar
Mama,
Kaulah puan yang tak habis dicintai
Deburan cinta dan riak-riak rindu tetap berdenyut dalam gelas-gelas doa para gadis dan jejaka
Senyummu yang sumringah memancarkan tulus yang tak akan dilumat bohong
Pada senyummu yang tulus engkau menyembunyikan segudang derita, luka dan rindu yang tak mungkin kau ceritakan pada mulut-mulut ember dan tukang gosip
Mama
Puan yang tak habis dicintai
Aku ingin menyelimutimu dengan hangat doa yang tak pernah sudah
Akan cinta dan rindu selalu banyak padamu
Akan bahagiamu kuaminkan selalu di hadapan Sang Khalik
Thank you mom
Love you more
Clausura, November 2020.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H