(Terinspirasi dari pandemi covid19)
Badai zaman memuntahkan duka
Tua muda memundak lara menjulang
Hati teriris luka yang dalam menganga
Saat kekasih terkapar mati berpulang
Gerimis hujan menyanyi meratap
Anak-anak melangkah tanpa asa
Sepoi senja membopong racun berasap
Semua yang berakal lemah tak berdaya
Sunyi dipikul benak yang gaduh
Wajah keriput menampakan sendu
Bibir mungil menggigil penuh peluh
Pertanyaan mengguncang menjelma beku
Muda-mudi menatap hampa
Benak menghadirkan banyak tanya
Kapankah berumah tangga
Kalau zaman mematikan Adam dan hawa
Nana dan enu saling menatap di dunia Maya
Merawat kasih sambil bersiaga penyakit
Jarak memisahkan rindu untuk bersua
Gelisah wabah kian menjelma sakit
Maaf tuan dan nyonya di batas kota
Dunia lagi tak ingin temu jumpa
Apalagi untuk saling mencumbui rupa
Kuburkan saja rindumu di tengah Corona
Biarkan rasa bicara tanpa kata
Sebab rindu tak harus berpaut
Pasutri enggan untuk malam bercinta
Sebab wabah menjemputmu bersama maut
 Clausura, 08 Mei 2020
*Puisi ini pernah diterbitkan di grup FB "Sahabat Pena Likurai" dan dibukukan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H