Guna memastikan masyarakat mendapatkan haknya ketika menggunakan jalan tol, pemerintah melalui Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) secara berkesinambungan memastikan setiap jalan tol memenuhi Standar Pelayanan Minimum (SPM) yang ada. Indikator penilaian SPM dari waktu-ke waktu dievaluasi dan dikembangkan baik kuantitas maupun kualitasnya.
Masyarakat juga bisa mengontrol implementasi SPM yang dilakukan Badan Usaha Jalan Tol (BUJT). Pembangunan infrastruktur jalan tol menjadi tanggung jawab pemerintah. Tapi, tidak mungkin pemerintah menjalankan sendiri sepenuhnya. Pemerintah perlu menggandeng mitra swasta.
Kebijakan ini sudah dirintis pemerintah ketika menggandeng CMNP untuk pembangunan jalan tol CawangTanjung Priok-Pluit/Jembatan Tiga. Dalam rangka percepatan pembangunan jalan tol, Presiden Joko Widodo pun memiliki target 1.000 kilometer (km) jalan tol hingga 2019. Target ini tentu tidak semudah membalik tangan.
Pemerintah perlu terus memfasilitasi dan mengembangkan berbagai instrumen dan stimulus untuk bisa mendorong pencapaian target itu. Undang-undang, peraturan mengenai jalan tol, peraturan pembebasan lahan, dan arah kebijakan lain yang terkait dengan pengusahaan jalan tol menjadi salah satu contoh konkret dukungan pemerintah dalam pencapaian percepatan itu.
 Terkait hal itu, berikut wawancara dengan Kepala BPJT Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Herry Trisaputra Zuna di Jakarta, baru-baru ini:
Apa yang diatur oleh BPJT dalam pengelolaan tol oleh swasta?
Pertama dari sisi perjanjiannya. Badan usaha ini kan sebelumnya ada perjanjian dengan pemerintah, nah saya mewakili pemerintah. Sebenarnya yang menjadi perwakilan adalah Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, tapi diwakilkan BPJT.
Kedua, kita memonitor kewajiban-kewajiban dari badan usaha, baik mulai perjanjian, pembangunan, sampai pengelolaannya. Semua diawasi BPJT. Presiden Jokowi memang menargetkan untuk membangun 1.000 km jalan tol pada masa pemerintahannya.
Bagaimana Anda melihatnya?
Pak Menteri (Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono) optimistis target tersebut bisa terpenuhi bahkan terlampaui. Jumlah itu terbagi dalam 25 ruas tol yang mencakup Jaringan Tol Trans Jawa, Trans Sumatra, dan beberapa jalan tol di Sulawesi, dan Kalimantan.
Total panjang 25 ruas tol ini mencapai 1.380 km. Pada 2015 akan terbangun 180,91 km, 2016 terbangun 177,59 km, pada 2017 terbangun 158,63 km, pada 2018 terbangun 288,38 km, dan 2019 terbangun 194,38 km. Jadi, kami yakin target 1.000 km itu bisa tercapai, bahkan bisa lebih.
Bagaimana upaya pemerintah mewujudkan target-target tersebut?
Pemerintah saat ini sudah menetapkan berbagai arah kebijakan bagi kerja sama pemerintah dan badan usaha di sektor jalan tol. Kami menyiapkan insentif berbeda dalam skema pengusahaan jalan tol sesuai tingkat kelayakan investasi masingmasing ruas. Pemerintah menyiapkan model pelelangan baru, di antaranya performance based annuity scheme (PBAS) dan penugasan langsung kepada BUMN.
Jadi, Kita beri dukungan beragam untuk meningkatkan kelayakan investasi, bisa lewat VGF, dukungan sebagian konstruksi atau pembiayaan bersama. Selain itu, ada dukungan fasilitas pembiayaan oleh PT SMI dan penjaminan PT PII. Kami juga telah mengupayakan percepatan proses pelelangan.