Mohon tunggu...
Suandri Ansah
Suandri Ansah Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Hobi menulis, mendesain, dan mengomentari status media orang.. :D\r\nsuandriansah.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Bahaya Pembentukan Opini Sinetron Islami

23 April 2013   12:35 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:45 1002
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Akhirnya Pak Haji dalam sinetron bertobat. Hal ini senada dengan munculnya pemberitaan dipanggilnya setasiun televisi yang menayangkan ‘Pak Haji’ berperangai buruk oleh KPI, dalam hal ini khusunya RCTI dan SCTV. Sekretaris Perusahaan RCTI, Adjie S. Soeratmadjiememastikan akan ada perubahan terkait isi dan karakter sinetron 'Tukang Bubur Naik Haji' dan 'Berkah'. Dan itu sudah dimulai untuk episode berikut-berikutnya. Senada dengan RCTI Kepala Divisi Program dan Akuisisi SCTV, Banardi Rachmad mengakui dan akan mengubah karakter haji dalam sinetron 'Ustad Fotocopy' seperti yang dikutip pada republika.com.

Memang sinetron-sinetron semacam ini harusnya di hapuskan saja. Selain tidak ada unsur pendidikan, sinetron yang menggunakan simbol-simbol dan agama ini tidak selaras dengan tema yang diususngnya. Atau mungkin itu hanya tema sisipan saja agar terlihat lebih islami melihat penduduk Indonesia yang mayoritas beragama Islam.

Selain tidak mendidik, sinetron-sinetron seperti ini sangat merendahkan simbol-simbol agama dan memutar balikkan fungsi agama dalam menyebar kebaikan. Agama yang seharusnya menunjukan ke jalan kebaikan, jalan kesantunan dan jalan kemuliaan justru ditampilkan 180 derajat berbeda. Penonton hanya disajikan karakter-karakter yang pelit, suka menghina, selalu iri dan dengki, hasud, dan riya dan parahnya lagi karakter ini diperankan oleh ‘Pak Haji’, seseorang yang seharusnya menjadi teladan.

Nampaknya sudah maklum dalam dunia pertelevisian Indonesia yang hanya mengejar rating dan mengeruk pundi-pundi keuntungan. Dalam industri media rating sangat mempengaruhi pemasukan kas perusahaan. Dengan melonjaknya rating, artinya tayangan itu di tonton oleh hampir seluruh televisi penduduk yang menyala. Maka akan banyak iklan yang berebut masuk pada jam-jam tersebut. Dan artinya lagi madia siar akan berusaha bagaimana caranya agar tayangan tetap eksis, disukai penonton, dan tidak membosankan meskipun itu harus mengorbankan mutu dan pesan kebaikan.

Hal yang perlu diwaspadai adalah penggiringan opini publik terhadap agama. Dengan tayangan-tayangan seperti itu opini publik dibuat samar terhadap agama. Secara tidak sadar kepercayaan masyarakat terhadap agama perlahan-lahan dibuat memudar. Masyarakat dijauhkan dari agamanya, khusunya pemuda-pemudi. Mental masyarakat terhadap agama dibuat melemah. Dengan alur cerita yang dibuat seperti itu, menggiring opini masyarakat akan menganggap hal-hal buruk itu biasa. Atau mungkin sebuah kebanggan dapat menirukannya. Apakah pernyataan ini terlalu berlebihan? Tidak! Ini kenyataan.

Inilah misi-misi berbahaya, misi-misi terselubung yang digunakan Barat, Yahudi dan koloni-koloninya dalam menjalankan misi menjauhkan Indonesia menjadi Negara yang kondusif religius. Merekalah yang menguasai sebagian besar media dunia saat ini. Ah, jangan terlalu ekstrim. Tidak! Ini adalah kehati-hatian. Coba perhatikan pemberitaan yang banyak muncul di media tentang pembunuhan, pemerkosaan, narkoba, terutama kenakalan ramaja. Selain dari budaya yang tidak terfilter, itu semua pengaruh media, penyiaran dan penggunaan media yang tidak bijak.

Remaja atau pemuda-pemudi yang sering galau, merokok, terlibat seks bebas dan narkoba, kenakalan dan geng. Darimana informasi tentang semua ini didapat selain dari media dan penyiaran-penyiaran yang membentuk opini bahwa berbuat buruk itu keren dan modern. Termasuk sinetron ‘Pak Haji’ diatas yang menggiring opini publik untuk saling iri, saling hasud dan dengki, gemar mencaci maki dan pelit. Merasa paling shaleh dengan gelar hajinya. Semua alur cerita yang disajikan akan diserap dan dipraktekan sepenuhnya atau sebagiannya oleh penontonnya secara tidak sadar. Karena kebanyakan penayangan-penayangan di media –khusunya televisi- mampengaruhi alam bawah sadar penikmatnya.

Tak mengingkari juga bahwa masih ada media-media yang tetap konsisten menayangkan tayangan yang bijak. Seperti program pengajian atau tausiah pagi hari yang hampir ditayangkan seluruh televisi swasta di pagi hari. Program yang dapat menambah pengetahuan tetang dunia keislaman, dan sejarah peradaban islam semisal Khazanah dan Mozik Islam-Trans 7. Atau juga ada sinetron religi Para Pencari Tuhan-SCTV- yang tayang setiap ramadhan, yang saat ini masih konsisten dengan konten dan alur cerita tentang kehidupan islami sehari-hari. Dan tetap saja itu semua harus tetap dalam pengawasan yang ketat dan kritis.

Jangan sampai tayangan islami yang kita harap mengajarkan konsep keislaman secara menghibur dan menyenangkan justru mengandung konten-konten materi yang sebenarnya jauh dari koridor keagamaan. Tayangan islami yang kita sangka aman untuk ‘dikonsumsi’ keluarga, justru menjadi sangat berbahaya karena ketidak tahuan kita.

Namun pada akhirnya kita jualah yang harus lebih kritis dan waspada terhadap pembentukan-pembentukan opini yang beredar. Mengawasi buah hati, adik-kakak dalam menonton tayangan-tayangan ditelevisi. Memperkuat suasana ‘spiritualis agamis’ dalam kehidupan keluarga. Memberikan pendidikan agama yang benar kepada buah hati, istri atau suami. Wallahu’alam

Oleh : Suandri Ansah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun