Mohon tunggu...
Suandi
Suandi Mohon Tunggu... Lainnya - Alumni Pascasarjana UIN Alauddin Makassar

Cogitationis poenam nemo patitur Tidak ada seorang pun dapat dihukum atas apa yang dipikirkannya

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Fenomena Money Politic (Politik Uang) Sebagai Induk dari Korupsi (Mother Of Corruption)

12 September 2024   18:19 Diperbarui: 12 September 2024   18:19 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ihttps://cimahikota.bawaslu.go.id/sites/cimahikota/files/2024-02/ILUSTRASI%20MONEY%20POLITICS.jpg

FENOMENA MONEY POLITIC (POLITIK UANG) SEBAGAI INDUK DARI KORUPSI (MOTHER OF CORRUPTION)

Indonesi adalah Negara yang menganut system demokraasi dimana terdapat kebebasan dalam berekspresi atau menyampaikan pendapat dimuka umum. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945  pada pasal 28dan 28E ayat 3. Pasal tersebut menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Bukan hanya kebebasan berpendapat, lebih luas lagi akan bersinggungan bagaimana adanya kebebasan dalam berpolitik baik memilih ataupun dipilih.

Situasi kebebasan berpolitik di Indonesia kian semakin terbuka, bahkan dari kalangan menengah kebawah sampai pada tingkat elit. Berbagai mcam kelas social bertarung demi mendapatkan kursi kekuasaan. Baru-baru ini kita telah melaksanakan pesta demokrasi dimana terselenggaranya pemilihan Presiden wakil Presiden dan Calon Legislatif yang merupakan keterwakilan rakyat, seharusnya. Dalam pemilu sebelumnya, cukup banyak kejadian-kejadian diluar konsep yang semestinya. Mulai dari penggelembungan suara, intervensi ke pihak penyelenggara sampai pada money politik yang seluruhnya bertentangan dengan ajaran agama dari agama manapun.

Sebentar lagi kita akan merayakan pesta demokrasi pada Pilkada mendatang. Tentu isu money politik menjadi suatu hal yang hangat diperbincangkan. Kenapa demikian, oleh karena proses penyeleksian bakal calon dari awal sudah mengandung unsur materialism, konon ada juga sejumlah parpol yang mewajibkan menyetor sejumlah uang (mahar politik) sebagai syarat atas keterpenuhan kendaraan menuju kandidat yang diusung nantinya. Fenomenalnya adalah setiap mendekati pemilu, para calon akan hadir membusungkan dada dan mengumbar janji-janji manis kepada masyarakat. Mirisnya lagi, tidak jarang juga sebagian hoby menyebar amplop berisikan uang atau bingkisan sembako, baju kaos, jilbab dan sejenisnya. Secara tidak sadar mereka telah aktif dalam melakukan politik uang, sebuah praktif koruptif yang akan menuntun ke berbagai jenis korupsi lainnya. Praktik ini pada akhirnya memunculkan pemimpin yang hanya peduli kepentingan pribadi dan golongan, bukan masyarakat yang memilihnya. Dia berkewajiban mencari keuntungan dari jabatannya salah satunya untuk mengembalikan modal yang keluar dalm kampnye.

Bahaya Money Politic (Politik Uang)

Maraknya korupsi yang terjadi di Indonesia merupakan imbas dari adanya money politic (politik uang) yang dilakukan oleh sebagian kandidat diberbgai jenis pesta demokrasi dari kalangan bawah sampai pada tingkat teratas. Amir Arief, Direktur Sosialisasi dan Kmpanye Antikorupsi KPK mengatakan politik uang telah menyebabkan politik menjadi berbiaya mahal. Selain untuk jual beli suara (vote buying), para kandidat juga harus membayar mahar politik kepada partai dengan nominal fantastis.

Uang yang disuguhkan bersmaan dengan janji-janji manisnya bukan hanya uang pribadi, melaainkan sebagian berasal dari donasi berbagai pihak yang mengharapkan timbal balik jika akhirnya kandidatnya terpilih. Nama kerennya dari perbuatan semacaam itu biasa disebut dengan investive corruption atau investasi untuk korupsi.

Kapabilitas adalah sebuah solusi

Menurut Amir (2011:86) menjelaskan bahwa kapabilitas merupakan kemampuan mengeksploitasi secara baik sumber daya yang dimiliki dalam diri maupun dalam organisasi, serta potensi diri untuk menjalaankan aktivits tertentu yang berkaitan dengan taanggung jawabnya. Sayangnya di era globalisasi ini yang semuanya serba digital atau nama kerennya adalah era digitalisasi, aspek capability atau kapabilitas digeser dinomor sekian oleh yang namanya elektabilitas (persentasi keterpilihan). Aspek elektabilitas ini kalau ditelaah lebih jauh, yang banyak memengaruhi adalah tergantung bagaimana popularitas seorang kandidat. Dari ketiga aspek ini mulai dari kapabilitas, elektabiltas dan popularitas yang seharunya lebih ditonjolkan adalah bagaimana kapabilitas seorang calon pemimpin.

Pemimpin yang arif dan bijaksana tidak mungkin lahir dari seorang individu yang hanya mengandalkan elektabilitasnya apalagi jika elektabilitas tersebut hanya sebagian besar dipengaruhi oleh popularitas individu tersebut. Mirisnya dalam berbagai isu, diberitakan sebagian parpol lebih memilih mengusung kandidat yang memiliki popularitas disbanding melihat bagaimana elektabilitas itu. Seperti halnya parpol-parpol yang lebih memilih mengusung selebritas atau artis untuk maju diajang pesta demokrasi.

Partai politik harusnya menjadi corong utama dalam menampik atau meminimalisir terjadinya jual beli suara (vote buying). Partai politik adalah wadah untuk menampung putra-putri terbaik bangsa untuk melaksanakan amanah mewakili rakyat dalam legislative  mapun eksekutif. Akhirnya, sebuah pengingat bagi kita semua bahwa dalam menyambut pilkada mendatang khususnya pilkada di Sulsel mestinya memperkuat iman. Senanrtiasa bijak dalam melihat potensi-potensi yang ada pada pelaku pesta demokrasi nantinya dan menghindari yang namanya money politic (politik uang). Pilihlah berdasarkan kapabilitasnya, bukan melihat apa yang dijanjikannya. Semoga kita semua bisa cerdas dalam berdemokrsi, sehingga bisa melahirkan pemimpin yang bisa membawa rahmat bagi lingkungannya. Sekali lagi, politik uang dan sejenisnya adalah induk dari korupsi (mother corruption).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun