Mohon tunggu...
Suaib Prawono
Suaib Prawono Mohon Tunggu... Bukan siapa-siapa, hanya penikmat kopi dan makanan khas Nusantara

Sadar diri, posisi dan ruang

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Nilai dan Prinsip Hidup Orang Mandar di Negeri Rantau

17 Januari 2025   23:15 Diperbarui: 17 Januari 2025   23:15 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Papa Ati (Baju Putih) saat mengobati mata penulis.  (Sumber: dok. Pribadi)

Papa Ati, demikian saya memanggilnya. Tentu saja itu bukan nama aslinya, melainkan nama panggilan yang disematkan anak sulungnya bernama Nuriati. Panggilan semacam ini adalah hal yang lazim dan terhormat di Mandar.Karena itu, jangan heran jika orang-orang pedalaman di Mandar umumnya kurang mengetahui nama asli seseorang, karena memanggil nama asli, apalagi bagi mereka yang sudah sepuh dianggap tidak beretika (pasayu).

Dari sekian banyak misan (saudara sepupu), Papa Ati adalah kakak sepupu paling dekat dengan keluarga kami, bukan saja karena jarak rumah kami berdekatan, tetapi juga pasca-kepergian ayah kami dua dekade lalu, beliaulah yang kemudian kami jadikan sebagai orangtua (pengganti ayah).

Kami tidak sungkan berkeluh kesah, apalagi hanya sekadar meminta saran dan pandangan soal urusan rumah tangga padanya. Bagi kami, beliau adalah kakak dan sekaligus orangtua yang mengayomi.

Setiap pulang kampung, saya selalu meluangkan waktu untuk menemui beliau dan sekaligus mendiskusikan beragam isu. Mulai dari sejarah kampung hingga kearifan leluhur masyarakat Mandar dan sistem adat istiadat masyarakat Napo di masa lalu.

Buat saya, dia adalah teman diskusi yang baik, selain humoris, juga sangat memahami sistem dan adat istiadat Mandar. Hal itu wajar, karena selain dalam diri beliau mengalir darah Dakka, juga darah Napo, bahkan ia masih keturunan bangsawan Mandar Napo dari jalur ayahnya.

Meski sebagian orang menganggapnya keras, faktanya tidak demikian. Sungguh dia adalah sosok penyayang, tidak pendendam, serta mudah memaafkan kesalahan orang lain. Saya memahami betul karakter dan cara pandang beliau, sebab kedekatan saya boleh dibilang tak berjarak.

Darinya, saya banyak menimba ilmu dan pengalaman hidup, karena kebetulan profesi kami sama-sama suka berpetualang, merantau dan berpindah dari satu wilayah ke wilayah lain. Bedanya, ia memilih pulang kampung membina mahligai rumah tangga, sementara saya tidak.

Papa Ati meninggalkan kampung halaman disaat saya belum lahir (kisaran awal tahun 1970-an). Melalui jalur laut, ia menyeberangi selat Makassar menuju Kalimantan (Tarakan). Beberapa tahun kemudian, ia memilih hijrah ke Malaysia melalui jalur Nunukan, Bontang dan Berau.

Dalam dunia perantauan, ia boleh dibilang senior. Ia telah menjelajahi wilayah perantauannya dengan paripurna, bahkan pernah bekerja sebagai buruh kasar di salah satu perusahaan kayu dan mengharuskan dirinya menetap di hutan belantara selama berbulan-bulan.

Dari sekian banyak cerita pengalaman hidupnya, hal yang paling berkesan adalah kemampuan beliau bergaul dengan beragam manusia di perantauan. Dari pengalaman tersebut, ia tidak hanya mampu mengenal karakter dan budaya bangsa lain, tetapi juga membentuk kepribadian, sikap dan cara pandang beliau yang inklusif.

Nilai dan Prinsip Hidup

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Jalan Braga Bandung, Ketika Bebas Kendaraan!

7 bulan yang lalu
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun