Mohon tunggu...
Susilawati
Susilawati Mohon Tunggu... Alumnus USU, Aktifis Lingkungan, dan Mengabdi sebagai Bakal Calon Gubernur Sumut -

Alumnus USU, Aktifis Lingkungan, dan Mengabdi sebagai Bakal Calon Gubernur Sumut

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sumut & Persahabatan untuk Semua Golongan

23 September 2017   12:22 Diperbarui: 23 September 2017   12:34 1319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia dibangun dari rasa persatuan dan kesatuan di antara banyak golongan, suku dan agama. Sungguh mulia para pendiri bangsa kita. Tak mengenal lelah, berani berkorban untuk terwujudnya Indonesia yang bersatu. Tentu kita harus bersyukur atas nikmat kemerdekaan ini. Dengan persatuan, cita-cita terwujud, untuk kemerdekaan dan menggapai cita-cita bersama. 

Semua warga negara Indonesia sudah semestinya menjaga nilai-nilai persatuan ini, baik diwujudkan antar golongan, suku, ras, agama maupun dalam implementasi keseharian menjadi semangat persahabatan di antara teman. Semangat persahabatan semestinya diwujudkan dalam segala hal dalam kehidupan kita. Dalam bertetangga, berteman, berorganisasi, karir, bahkan untuk mencapai sebuah kekuasaan. Semangat persahabatan harus didasari dengan ketulusan, tanpa ini persahabatan hanya menjadi lips service semata.

Di era demokrasi saat ini, di mana jaman telah memasuki jaman era teknologi digital, banyak sekali orang yang ingin menjadi pemimpin dan mencari panggung kekuasaan dengan menebarkan 'citra' yang dianggap sebuah kebaikan, dengan berfoto selalu dengan masyarakat yang marginal, seakan-akan telah menjadi pahlawan bagi yang terpinggirkan. Padahal sangat bergantung pada ketulusan hatinya. Pemimpin yang tulus, akan melahirkan kebijakan yang baik untuk masyarakat yang dipimpinnya.  

Kasihan bila mereka selalu dijadikan objek untuk bisa lolos menjadi pemimpin. Pantas saja kesejahteraan belum juga terwujud nyata.  Seolah-olah ada yang sengaja  dipertahankan dengan adanya masyarakat marginal ini.  Sumut sangat mendambakan seorang pemimpin dengan jiwa yang tulus, tak membedakan golongan, ras, agama dan suku. Kesejahteraan untuk masyarakat menjadi pegangan yang utama bagi pemimpin yang baik, dan persahabatan untuk semua golongan menjadi kuncinya. Oleh karena itulah saya muncul dan selalu menggemakan rasa persahabatan untuk semua warga Sumut. Pemimpin yang bisa hadir untuk semua golongan akan diterima dengan baik oleh masyarakat, baik masyarakat levelelit yang telah sejahtera dan masyarakat yang masih perlu dibantu untuk  mengubah mereka menjadi masyarakat sejahtera.  

Saya tidak ingin mengambil moment  kemarginalan mereka untuk kepentingan pribadi dalam tampil di panggung kepemimpinan Sumut.  Saya tidak ingin pertahankan masyarakat marginal untuk dijadikan obyek terus-menerus oleh kelompok tertentu. Saya ingin mereka dirangkul, dalam konteks mitra dan persahabatan untuk membangun Sumut secara bersama-sama. 

Budaya untuk mendapatkan simpati masyarakat secara palsu harus sudah diubah. Kalau hanya memberikan 'ikan' akibatnya jadi seperti ini terus. Saya akan memberikan 'kail'nya lewat  ilmu agar pikiran semua masyarakat terbuka. Bagaimaan yang elit hidup tidak berfoya-foya dan  cuekterhadap lingkungan, karena ini akan memancing lingkungan untuk berbuat kriminal. Serta Bagaimana golongan  masyarakat umum yang sudah sejahtera juga mau hidup saling menghargai dan menghormati  dengan sesama di lingkungannya. Kemudian bagi masyarakat marginal, bagaimana bisa dapat diberikan sesuatu  yang dapat mengubah hidup mereka menjadi lebih baik. Bisa ilmu, lapangan pekerjaan maupun kesehatan untuk masyarakat.  Dengan begitu tercipta masyarakat yang damai terhadap semua golongan dan ke depannya tidak ada lagi orang berkampanye hanya melulu mberikan ikan kepada masyarakat marginal, karena sudah pasti mereka tidak akan berubah. Maka menurut saya memberikan 'kail' akan lebih mencerdaskan masyarakat daripada memberikan 'ikan' yang dalam waktu 2 hari akan habis. 

Semua itu kuncinya adalah ilmu. Dengan ilmu, masyarakat akan mengangkat dirinya sendiri secara mandiri untuk bersama-sama meraih kesejahteraan. Semoga bermanfaat. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun