Sangat terkejut mendengar berita tentang rencana pembangunan pabrik semen Holcim di Bahorok, Sumut. Selama ini saya berupaya keras memasarkan wisata lingkungan di konservasi orang utan bukit lawang, Sumut. Sadar jika selama ini konservasi tersebut dikelola oleh NGO dari Swiss. Alangkah besar perhatiannya mereka terhadap kegiatan konservasi yang memang hanya ada di Indonesia spesies orang utan tersebut.Â
Ternyata memang tidak ada makan siang yang gratis sebab Swiss sudah merencanakan dari jauh-jauh hari untuk memanfaatkan Sumber Kekayaan Alam (SKA) dari wilayah itu, setelah mereka tahu bahwa di sana ada sumber batu kapur untuk bahan baku semen yang luasnya 600ha yang diperkirakan cukup untuk waktu 200 tahun. Potensi itu merupakan harta karun terbesar buat mereka bila mereka berhasil mengeksploitasi alam di dekat Taman Nasional Gunung Leuser tersebut.
Amat disayangkan bila izin kerja sama tersebut terwujud. Sebab sebelumnya pada tahun 1996, ada juga pengusaha nasional yang telah mensurvey wilayah tersebut dan benar ada pegunungan kapur sebagai bahan baku semen namun tidak lolos AMDAL (Analisa Dampak Lingkungan). Karena tidak lolos di AMDAL, mereka sepakat untuk tidak melanjutkan kembali rencana pembuatan pabrik semen di Bahorok sampai kemudian sekarang muncul kabar bahwa Holcim sebagai perusahaan semen dari Swiss telah mendapatkn izin dan segera beroperasi.
Tentu ini menjadi pertanyaan besar buat semua pihak, terutama para Aktivis Lingkungan Hidup. Apakah adanya izin tersebut dikarenakan balas budi? Karena  selama bertahun-tahun konservasi orang Utan di Bahorok memang diurus dan dikelola oleh NGO dari Swiss?, sehingga sulit menolak permintaan mereka, Padahal sebelumnya sangat jelas pembuatan pabrik semen oleh pengusaha Nasional ditolak disebabkan tidak lolos AMDAL.Â
Apa bedanya, toh sama-sama menggunakan bahan baku yang sama dan di lokasi yang sama. Ini sangat memprihatinkan tentunya bila sampai terwujud pabrik semen tersebut apalagi lokasinya sangat berdekatan dengan Taman Nasional Gunung Leuser yang konsennya justru melestarikan lingkungan. Padahal pihak Taman Nasioanal Gunung Leuser berupaya agar batu-batu kapur sebagai penyimpan air tetap mempertahankan jumlah air sebagai sumber kehidupan masyarakat. Namun sebaliknya efek adanya perusahaan semen tersebut akan mengakibatkan debit air sungai yang pastinya terus menyusut, serta bencana alam yang akan merusak ekosistem keanekaragaman hayati. Apakah itu sudah dipikirkan oleh pemerintah setempat, khususnya pemerintah Sumatera Utara?
Kita sadari bahwa keberlanjutan untuk hidup tidak luput dari dukungan Ekonomi. Dan untuk mendapatkan Ekonomi inilah yang sering melupakan kelestarian lingkungan. Tugas pemerintah seharusnya tidak hanya masalah Ekonomi yang menjadi target utama namun kelestarian Lingkungan itu juga harus dipikirkan. Bagaimana caranya Ekonomi tercapai dan Lingkungan tetap terjaga. Jika dilihat dari sisi dampak buruknya, alangkah baik dan bijaknya pabrik semen Holcim tersebut dihentikan.Â
Ada hal yang lebih penting yang harus dijaga, yaitu kelestarian alam serta kekayaan alam Indonesia untuk tidak semudah itu dieksplorasi oleh pihak asing. Karena kebanyakan izin eksplorasi SDA lebih menguntungkan pihak asing. Sudah bukan saatnya lagi kita dijajah oleh pihak asing. Pemerintah Sumatera Utara dan masyarakat Bahorok harus bijak dan berpikir jauh ke depan, bukan hanya untuk keuntungan saat ini saja.
Semoga Bermanfaat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H