Dua malam yang menyiksa. Malam-malam yang entah sampai kapan akan menayangkan video mimpi yang sama. Mimpi yang terus mengejar. Aku benci dikejar seperti ini, namun aku pun ketakutan akan terungkap. Rasa malu, takut, ngeri dan merinding bercampur merasuki nafas, langkah, dan seluruh gerak tubuh.
Ketika matahari menyibak selimut kegelapan adalah waktu yang sedikit melegakan pikiranku. Ternyata aku masih terbangun dalam keadaan hidup. Tayangan televisi atau pun media yang bagaimanapun benar-benar tak ingin lagi kusaksikan.
Pagi ini kubiarkan tubuhku bersandar di pojokan kursi angkutan umum. Memandangi laju sibuknya orang-orang yang berpacu dengan waktu menuju aktivitas demi menjaga energi nafas kehidupan. Waktu! Ya Waktu yang akan menjawab.
“Bagaimana Joe?” “Clear Bro, sesuai permintaanmu, ini kuncinya dan periksa dalam bagasi belakang, sudah rapi di dalam situ!” “Makasih Joe, Kau memang sahabatku yang paling mengerti!”
Joe terpaku menatapku...
“Pergilah Rey... Sejauh yang Kau mampu.”
“Tidak Joe... walaupun Aku takut dan apapun... akan kuhadapi ini semua... aku hanya menunggu saja.”
“Senyuman yang luar biasa, Bro. Good Luck Rey!”
Joe masih saja mematung menatap laju mobilku. Kusaksikan tatapannya dari spion dalam, seperti orang tak rela melepasku pergi. Bahkan lambaian tanganku saat akan mulai melaju pun tak dihiraukannya. Terima Kasih Joe.
***
“Ini laporan tahunannya Pak, silakan direview dan segera hubungi saya jika ada yang kurang dalam penyajian!”