Mohon tunggu...
Hsu
Hsu Mohon Tunggu... Administrasi - Seorang manusia biasa

Somewhere Only We Know

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dormansi Rindu Lelaki Senja

26 April 2016   21:14 Diperbarui: 26 April 2016   21:31 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustasi: "mavi-cicekli-kaktus" dari fotokritik.com

Ketidaksempurnaan... sejatinya mutlak menyelimuti seisi dunia yang penuh kefanaan. Terlukiskan dengan jelas pada setiap warna-warni bunga yang senantiasa berusaha menggapai tiupan angin dan cahaya, namun tak kuasa menghindari kerapuhan.

Kefanaan mengejar kesempurnaan, walaupun akhirnya Kesadaran akan mencerahkan, bahwa sesungguhnya kesempurnaan yang mutlak adalah "yang tiada bersisa".

Hanya segelintir nafas kehidupan yang memiliki kesadaran hingga ke tingkatan yang tiada bersisa. Banyak yang mencari dan hanya sedikit yang menemukan. Seperti juga ketika sedikit nafas-nafas kehidupan itu terjebak manakala menemukan sosok diriku yang tak pernah menua. Menganggapku adalah sebuah kesempurnaan. Meskipun nuraniku menyadari dan berkata TIDAK, bahwa aku pun termasuk dalam ketidaksempurnaan. Cukup sulit meyakinkan mereka yang katanya telah "sadar".

Abadi... demikian kata sederhana untuk mereka yang menyadari bahwa aku tak pernah menua. Banyak yang menginginkan meskipun aku sendiri mengatakan bahwa sebaiknya tidak terjadi padamu dan atau / pada kalian!. Dan terus tiada lelah kukatakan bahwa keabadianku tetap sesuatu yang Tidak Sempurna.

***

Hanya ada 2 hal yang begitu melekat dalam ingatanku hingga kini. 

Pertama adalah petir besar yang menyambar ke arahku ketika menyusuri jalan berbukit di tengah badai yang datang di usiaku yang hampir mencapai 30 tahun. Cahaya terang dan hawa panas yang bukannya mengentikan nafasku, malahan membuat tubuhku tak bisa menua. Sesuatu yang belum terjawab hingga kini entah sudah berapa ahli pengobatan dan peneliti yang berusaha mengurainya.

Dan yang ke-2, adalah seorang balerina cantik yang menurut penuturan dalam setiap berlalunya deru nafas-nafas menggelora yang begitu memompa jantung kami berdua pernah begitu tercabik-cabik hati dan tubuhnya akibat dari adat-istiadat tradisional di tempat asalnya yang tak kenal kompromi dengan perasaan wanita. 

Namun, entah apa yang membuatnya memilihku untuk menjadi tempat yang nyaman bagi keluh kesahnya. Ia selalu merahasiakannya. 

Sedangkan aku sendiri begitu mengagumi setiap gerakan indahnya manakala berlatih setiap senja ketika diriku senantiasa terbiasa menikmati senja melukiskan warna jingga pada langit biru dan awan putih. Gerakan-gerakan indah yang bisa menjelma menjadi sesuatu yang luar biasa dengan cepatnya menumbuhkan sayap-sayap malaikat dan bidadari manakala tatapan mata memejam dan darah mengalir dengan cepatnya pada tubuh kami berdua.

Anna, namanya, berambut pirang panjang, berasal dari sebuah desa yang selalu terselimutkan salju di negeri Beruang Merah. 

Ron, Demikian ia memberikan panggilan padaku karena memang aku tak ingat apapun semenjak petir menyambar tubuhku.

Pertemuan-pertemuan kami selama hampir 20 tahun lebih memang selalu di tempat yang sama. Hingga akhirnya ia pun menyadari satu hal yaitu, Keriput di dahi dan kulitnya yang semakin banyak bercak penuaan, sementara diriku tidak mengalami perubahan fisik sedikitpun.

Hal itulah yang membuatnya akhirnya memilih untuk pergi berkeliling dengan alasan akan menjadi guru bagi siapapun di dunia ini yang mau belajar menari padanya. 

Surat yang ditinggalkannya di bangku taman tempat biasa aku duduk menikmati senja bertutur bahwa ia tak ingin aku kecewa dengan perubahan fisiknya dan juga rasa takut bahwa satu saat rasa kecewa itu akan semakin bertambah manakala ada wanita lain yang lebih muda dan mungkin tertarik serta lebih baik dan lebih pantas menjadi teman hidupku ketimbang dirinya.

Pesan yang sesungguhnya tak bisa aku terima kenyataannya. Kenyataaan bahwa aku tak bisa berpaling darinya. Aku mencintainya. 

Aku tak bisa kehilangan Anna.

***

Rasa rindu dalam pemahamanku adalah sebuah biduk kecil yang berlayar menuju arah Polaris yang menerangi kutub Utara Bumi dan kemudian tak bisa menembus ataupun memecahkan salju abadi yang telah terbentuk begitu tebalnya hingga menghalangi jalan kembalinya biduk itu hingga bisa melewati kehangatan di kutub selatan dan kembali pulang ke hadapanku tepat di bangku taman tempat biasa aku menikmati senja sambil memandang bidadariku menari.

Aku ingin memiliki ingatan ke-3. Sebuah ingatan tentang bersatunya jiwaku dan jiwanya serta kemutlakan tentang berakhirnya keabadianku ataupun sebaliknya yang bisa mempersatukan kami dalam rasa dan cinta. 

Aku ingin berakhir bahagia dan tertawa keras ketika ke-2 lenganku berhasil menghancurkan biduk kerinduanku.

 ***

Pada tengadahan kedua telapak tanganku kini ada sebulir salju yang berbisik ke dalam jiwaku tentang penantian yang membeku.

Aku terus berjalan menuju gugusan Polaris. Membekukan keabadianku dengan telapak tangan memohon ke langit. Memohon hingga waktu yang tak terhingga hingga ingatan ke-3 datang menghangatkanku dan menuakanku. Berdua bersamamu Anna. Hingga tiada lagi sisa.

Dormansi.

~000ooo000~

***

Dormansi adalah suatu keadaan berhenti tumbuh yang dialami organisme hidup atau bagiannya sebagai tanggapan atas suatu keadaan yang tidak mendukung pertumbuhan normal. Dengan demikian, dormansi merupakan suatu reaksi atas keadaan fisik atau lingkungan tertentu. Pemicu dormansi dapat bersifat mekanis, keadaan fisik lingkungan, atau kimiawi. (Sumber: Wikipedia

***

~Lama tak menulis / Just My Imagination~  

Ilustasi: "mavi-cicekli-kaktus" dari fotokritik.com

~Hsu~


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun