Mohon tunggu...
Hsu
Hsu Mohon Tunggu... Administrasi - Seorang manusia biasa

Somewhere Only We Know

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Rahula (2)

22 Februari 2014   22:40 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:34 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Tok...tok...tok...”

“Sebentar...“ kuayunkan langkah gontai dan membuka pintu

“Mengapa tak Kau serahkan saja barang dan uangmu agar tak terjadi begini! Haahhh??? Mengapa?!? Arrggghhh Braaaakkk!”

Pria berjaket jeans biru langsung masuk menyerobot, gerakan ke dua lengan yang mencekik leher sambil mendorongku hingga tersudut di tembok ruang tamu.

“Praaangggg” benturan keras tubuhku dengan tembok membuat jam dinding yang tergantung pada paku kecil guncang terjatuh dan pecah kacanya.

Dalam keadaan tercekik dan sesak nafas ke dua lenganku berusaha memegang ke dua lengannya... tatapanku tertuju ke lehernya yang bersimbah darah dengan belati yang tertancap... ketakutan yang luar biasa menyelimuti... bola mataku menatap ke atas... rasa sakit pada bagian leher dan sesak nafas membuat cengkeraman pada ke dua lengannya semakin kuat... dan dengan sekali gerakan dengan seluruh kekuatan bahu dan lengan... kujatuhkan diri ke lantai hingga membuatnya ikut terbanting... “Bruuuuugggggg” lepas... lepas.

"Aarrgghhhh pergi Kau... pergi...!!!” dengan sisa tenaga kubangkit dengan posisi seperti kerbau berjalan... sakit yang ada sudah tak kurasakan... berjalan seperti mamalia terluka berusaha menjauh dan menaiki anak tangga.

Baru saja dua undakan... “Arrggghhh... bbrruukk!” sebelah kakiku di tarik dan aku jatuh kembali dan kali ini lebih sakit... terbentur dua undakan anak tangga... aku pasrah... pria itu membalikkan tubuhku... lalu menduduki perut dengan posisi kakinya mengunci ke dua pahaku dan “Arrgghhh”, ia mencabut pisau yang tertancap di lehernya... mataku terpejam... pasrah.

“Matiiii..... Kau!”

Tubuhku terasa sangat dingin... sedingin es.

“Arrgghhhh Arrgghhh hah.. hah.. hah”

“Kriinngg... Kriinngg... Kriinngg...”

Lenganku spontan mencari selular yang semalam memang kuletakkan dekat bantal...

“Andi Direktur” demikian nama yang memanggil.

“Arrgghhh...” tak kuhiraukan panggilan di selular dan lenganku sibuk memegang lalu meraba-raba leherku sendiri.

“Mimpi... Arrgghhh gila... gila...!!!” sambil bangkit dan menyibak selimut kumelangkah gontai menuju kamar mandi... membasuh muka dengan air... lalu bercermin.

Harus kuakhiri semua ini... tapi... “Arrgghhh...” kubasuh terus wajahku tak peduli berapa banyak air yang telah membasahi... berusaha menghapus mimpi tadi namun tak mampu... tubuhku menggigil.

Tenang... tenang... kuatur nafasku...

“Kriiingg... Kriiingg... Kriiingg” panggilan kembali berbunyi.

“Selamat Pagi Rey... bagaimana sudah selesai?”

“Iya Pak... laporan hanya tinggal satu selisih perhitungan kemudian tinggal di review dan ditandatangani... hanya tinggal butuh waktu beberapa jam... tapi saya mohon dua hari ini untuk istirahat Pak... badan saya kurang fit!...” kututup pembicaraan setelah mendengar kata baiklah.

Kulempar kembali selular ke atas kasur... “Arrgghhh gila ini gila... harus kuakhiri... harus kuakhiri.”

Kuambil handuk tebal dan melangkah kembali ke kamar mandi.

***

Kubuka lemari pakaian... hah sekenanya saja celana jeans pendek selutut dengan kaus oblong hitam... kacau memang... semalam harusnya jadwal menyeterika pakaian. Kutatap wajahku di cermin lemari pakaian... hah sudahlah harus kuakhiri ini semua. Hanya merapikan rambut dengan jari... segera kuraih kunci mobil.

Ketika pintu mobil terbuka... hhmmfftt kututup lubang hidung dan bibirku dengan telapak tangan... Ya Tuhan... banyak sekali percikan darah yang mengenai bangku mobil... bau anyir dan sedikit amis yang membuatku menutup lubang hidung dan bibir... bagaimana ini?

Kututup kembali pintu mobil dan melangkah ke dalam rumah... menuju meja kerjaku di ruang tengah... ahh ini dia... kuraih segera pisau lepit yang terbuat dari baja. Kembali ke mobil lalu kuarahkan ujung pisau ke bagian jok... Ahhh mungkin akan lama dan lagipula ke mana aku akan membuang kulit joknya? Demikian hal yang akhirnya kuurungkan... kututup kembali pintu mobil lalu berjalan mondar-mandir tak karuan.

Entah berapa lama aku mondar-mandir hingga akhirnya kuhidupkan mesin dan memacu perlahan mobil... di depan gerbang aku berpikir kembali... ya sudahlah biarkan akan kuputuskan. Selesai menutup gerbang... kupacu mobil menuju sebuah tempat yang memang agak jauh dari keramaian... tempat di mana aku biasa bersantai sambil merapikan mobil. Yang kusuka dari tempat itu aku bisa melihat lambaian daun kelapa yang seakan memanggil untuk di nikmati.

***

“Rey... mana mobilmu? Tak biasanya... gimana-gimana?”

“Itu di pinggir jalan Joe! Aku baik dan gak gimana-gimana... hhmm tapi gimana ya...?”

“Nah kan jadinya gimana apanya... ayo ada apa ceritakan!”

Kutatap sebentar wajah Joe lalu melangkah ke balai bambu di bawah pohon Kuista yang rindang...

“Joe...”

“Yup Bro... gimana?”

“Hhmm langsung saja ya ke intinya... Joe... apa yang akan kamu lakukan jika Kau membunuh seseorang?” Selepas itu aku tertunduk.

“Kabur pastinya jika tak ketahuan!” Jawab Joe ringan saja.

Aku terdiam...

“Ehh kenapa sih Bro? Itu tadi hanya lelucon Bro hehehe... hhmm pastinya jika kabur dan lari ke manapun akan tidak enak... akan banyak sekali pintu yang harus dilewati... melelahkan pastinya!”

“Begitukah?” kutatap wajah Joe

Joe mengangguk... kembali kutertunduk... dan

“Joe... baiklah aku siap... namun tolong lakukan ini... mungkin saja ini menjadi jalan terakhir sekiranya tak terjadi dua kemungkinan tadi baik yang lelucon maupun yang bukan lelucon!”

Joe menatapku sedikit heran... “Aaapa Bro?”

“Tolong bersihkan bekas darah di dalam mobilku dan ini kuncinya... kunci mobil ini hanya satu... aku minta dalam dua hari harus sudah selesai dan bekas kulit joknya tolong masukkan dalam karung dan letakkan dalam bagasi... aku tak akan cerita lagi... percakapan tadi sudah mewakili dan Kau pasti sudah bisa menebak apa yang terjadi... lengkapnya nanti kau akan tahu sendiri!”

Kuserahkan kunci mobilku pada Joe. Lalu melangkah perlahan.

“Mau ke mana Hei Rey???” Joe sedikit berteriak.

“Aku tak ingin melewati banyak Pintu Joe!” Nanti kau akan tahu.

Dua hari lagi aku ke sini dan tunggulah di pintu gerbang ini... kataku sambil menunjuk gerbang di sebelahku berdiri.

Bersambung...

~oooOOOooo~

Cerita Sebelumnya: Rahula [1]

~A Story by Me~ Ilustrasi “Supermassive Black Hole” dari wikia.com; telah diedit sendiri

~Hsu/A.H~

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun