Keragaman suku yang ada di Indonesia menghadirkan beragam tradisi dan budaya dengan ciri khas dan maknanya masing-masing. Salah satu wilayahnya yaitu Bali mengenalkan pada masyarakat domestik dan juga dunia mengenai keragaman budaya tradisi tersebut. Sejumlah tradisi di Bali berlandaskan pada usaha menjaga hubungan yang harmonis dalam kehidupan di dunia. Landasan ini diistilahkan dengan Tri Hita Karana.
Berdasarkan susunan setiap kata, Tri Hita Karana berasal dari kata “tri” yang artinya tiga, kata “hita” yang artinya keseimbangan atau sejahtera, dan kata “karana” yang artinya penyebab. Ketiga hal diartikan menjadi tiga penyebab kesejahtera. Adapun tiga bagian dari Tri Hita Karana yaitu adalah Parahyangan (hubungan harmonis dengan Tuhan), Pawongan (hubungan harmonis dengan sesama manusia), dan Palemahan (hubungan harmonis dengan lingkungan atau alam).
Salah satu tradisi yang ada di Bali yaitu tradisi Ngerebeg yang dilaksanakan di Kota Bangli. Pada dasarnya, Ngerebeg merupakan sebuah kegiatan keagamaan beberapa masyarakat yang terlaksana melalui prosesi ritual ngiring melancaran Ida Bhatara Dalem dalam bentuk pralingga barong, rangda, pratima, dan simbol-simbol suci lainnya untuk katuran ayaban bhakti di simpang empat arah mata angin (catus pata) Kota Bangli. Proses ini dilaksanakan sebagai ritual penyucian dan permohonan kepada Sang Hyang Catus Pata agar bisa turun ke jagat raya guna memberikan kesejahteraan dan keselamatan pada umatnya.
Tradisi Ngerebeg di Kota Bangli dilaksanakan di pusat kegiatan perekonomian Bangli yaitu di simpang empat patung Tri Murti yang berlokasi di sebelah utara Pasar Kidul Bangli. Tradisi ini diprakarsai oleh empat banjar adat yaitu Banjar Kawan, Banjar Blungbang, Banjar Pande, dan Banjar Geria yang masing-masing berada di empat penjuru arah catus pata. Pelaksanaannya pun telah rutin terlaksana setiap hari Saniscara Kliwon Tumpek Kuningan secara turun temurun, yang dimulai dengan persembahyangan di masing-masing Pura Dalem, kemudian masyarakat masing-masing banjar adat menyungsung Ida Bhatara Dalem dalam bentuk pralinggabarong, rangda, pratima dan simbol-simbol suci lainnya ke simpang empat arah mata angin (catus pata).
Tradisi Ngerebeg di Kota Bangli ini merupakan salah satu dari berbagai tradisi yang ada di Bali dengan tujuan keagamaan dengan persembahyangan, penyucian, dan permohonan kepada Sang Hyang Catus Pata untuk memohon kesejahteraan dan keselamatan pada manusia.
Menurut opini saya, Tradisi Ngerebeg di Kota Bangli ini secara langsung menunjukkan adanya hubungan harmonis antara manusia dengan Tuhan yang merupakan salah satu contoh pengamalan dari bagian Tri Hita Karana yaitu Parahyangan. Konsep Parahyangan mencakup kegiatan keagamaan manusia yang dilaksanakan dengan memuja Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Tradisi Ngerebeg mendasarkan diri manusia rasa bhakti kehadapan Tuhan sebagai maha pencipta, maha pengasih yang menganugrahi keselamatan dan kesejahteraan kepada ciptaannya-Nya. Sebagai manusia beragama yang memiliki kepercayaan dan selalu memohon berkat dan perlindunganNya, sudah sebaiknya kita tetap menjaga hubungan harmonis dengan Tuhan dengan cara menghaturkan doa (persembahyangan), bersyukur, menjaga kesucian dan kebersihan tempat suci/ibadah, dan masih banyak lagi cara yang dapat dilakukan.
Selain itu, tradisi Ngerebeg di Kota Bangli ini secara tidak langsung juga menunjukkan adanya hubungan harmonis antara sesama manusia. Pelaksanaan dari tradisi ini tentunya memerlukan kerjasama, komunikasi, dan kolaborasi dari masing-masing masyarakat agar mampu terlaksana secara optimal. Oleh karenanya, sebagai makhluk sosial sudah seharusnya setiap manusia tetap menjaga keharmonisan dengan orang lain untuk menciptakan ketentraman dan kedamaian antar sesama manusia dalam kehidupan.
Harapan saya, pelaksanaan tradisi Ngerebeg di Kota Bangli ini dapat terus dilaksanakan secara turun temurun dan tetap dilaksanakan, sehingga mampu menjaga hubungan harmonis manusia dengan Tuhan dan juga antar manusia serta mampu melestarikan tradisi budaya wilayah Bali, bahkan di Indonesia.
Daftar Rujukan
- Garwa, I Ketut. (2021). Konsep Musik Kolosal Ngider Bhuwana Sebuah Transformasi Ritual Ngrebeg Kuningan di Kota Bangli. MUDRA: Jurnal Seni Budaya, 36 (3), 386 – 395. https://jurnal.isi-dps.ac.id/index.php/mudra/article/view/1581/722
- Disbudpar. 2016. Kegiatan “Ngerebeg” di Pusat Kota Bangli setiap Galungan atau Kuningan. Dinas Pariwisata dan kebudayaan Pemerintah Kabupaten Bangli. https://www.disparbud.banglikab.go.id/berita/kegiatan-ngerebeg-di-pusat-kota-bangli-setiap-galungan-atau-kuningan.
- Prajadhita, I.P.W. (2023). Esensi Seni Sakral dalam Tradisi Ngrebeg di Catus Pata Kota Bangli. Gringsing Agung: Sewaka Widya Budaya. https://www.gringsingagung.or.id/essay/esensi-seni-sakral-dalam-tradisi-ngrebeg-di-catus-pata-kota-bangli/
- Budiastika, I Made. (2022). Implentasi Ajaran Tri Hita Karana dalam Kehidupan. Kementerian Agama Republik Indonesia. https://www.kemenag.go.id/hindu/implentasi-ajaran-tri-hita-karana-dalam-kehidupan-4s9s1u
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI