Sungguh, segelintir orang itu membuatku muntah.
Mengutuk perlawanan sang pribumi kala mempertahankan tanah yang dijarah.
Menutup mata saat ia dihabisi dengan bengis puluhan tahun penuh darah.
Perbedaan agama dan bangsa yang ada,
Terbumbui pemelintiran fakta oleh media,
Seolah membutakan mata hati s'bagai manusia.
Ia lupa bagaimana negerinya sendiri dahulu bebas.
Merebut tanah yang dikuras rakyat diperas.
Melawan kolonial hingga cengkeraman lepas.
Akankah ia katakan bunga bangsanya yang telah berjuang itu,
Dengan harta dan darah beriring pilu,
Bersatu padu tanpa peduli agama dan suku,
S'bagai kelompok yang tak bermutu?
Sungguh,
Kumencari obat untuknya.
Obat yang membuat sadarnya tak akan lagi sirna.
Sebagai manusia,
Sebagai manusia.
Bogor, 20 Oktober 2023Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H