Wassup guys!!! Kali ini gue mau bahas sesuatu yang agak berat.Â
Bukan, bukan omnibus law.Â
Yup, gue mau bahas Rancangan Undang-Undangan (RUU) Ketahanan Keluarga yang lagi banyak diomongin orang saat ini. Okey langsung aja mulai!
Berita soal RUU ini emang udah mulai viral di media sejak beberapa hari yang lalu. Gue tau kalian yang baca tulisan gue ini juga pasti ngikutin beritanya. on Nah, menurut pandangan gue, RUU ini gak sepenuhnya buruk, sih. Yah, walaupun kekurangan dan kekonyolannya juga gak sedikit.
Salah satu yang positif dari RUU Ketahanan Keluarga menurut gue adalah adanya kewajiban bagi calon pasangan menikah untuk mengikuti kursus pra-nikah. Ini tercantum dalam Pasal 17 ayat (1) huruf c yang berbunyi "Setiap laki-laki dan perempuan pasangan menikah berkewajiban untuk mengikuti pendampingan pra nikah".Â
Dalam pasal tersebut yang perlu digaris awahi adalah adanya 'kewajiban' bukan hanya sekedar anjuran saja. Ini patut diapresiasi karena dengan demikian calon pasangan menikah tidak lagi dapat asal menikah saja.
Kok ribet? Â Well..
Pendidikan pra perkawinan dalam perspektif gue bertujuan buat membuka wawasan calon pasangan menikah tentang kehidupan berkeluarga (terutama pasangan yang relatif muda). Mungkin isinya kurang lebih mengenai bagaimana menyelesaikam konflik antar suami-istri, pendidikan anak, pendidikan tentang seks, dan lainnya yang berhubungan dengan keluarga.
Tujuan lebih jauhnya diantara lain adalah menurunkan angka perceraian di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, angka perceraian di Indonesia dari tahun 2015 hingga 2017 mengalami peningkatan. Secara rasio, 1 dari 5 pasangan menikah mengelami perceraian.Â
Data lengkapnya cek di sini kumparan.com.
Tujuannya lainnya mungkin juga seperti mengupayakan pendidikan anak yang berkualitas sejak dini. Gue berpendapat (dan gue yakin juga banyak yang berpendapat sama) bahwa pendidikan anak yang paling utama dan terpenting adalah di keluarga.Â