Mohon tunggu...
Aang Ismail
Aang Ismail Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Jadilah penjelajah seiring angin bertiup

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Perjuangan Seorang Ayah

9 November 2011   23:12 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:51 986
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perjuangan Seorang Ayah

[caption id="" align="alignleft" width="277" caption="Perjuangan Seorang Ayah"][/caption] Mendengarkan lantunan lagu yang dibawakan seorang Ebit G Ade berjudul Titip Rindu Buat Ayah, membuat saya merinding dan seketika teriangat sosok yang selama ini sangat akrab.

Jika kita mengenal adanya hari Ibu yang selalu di peringati setiap tahunnya saya rasa bukanlah suatu yang berlebihan, karena sepantasnya mereka mendapatkan posisi yang sangat special dalam hati sanubari yang terdalam.

Namun bagaimana dengan seorang ayah ??

Menurut cerita dari ibu saya, saat kecil saya kerap menangis sambil memandangi foto ayah saya, karena kesibukan pekerjaannya kami jarang sekali bertemu, itu terjadi sampai saya berumur enam tahun. hal itu terjadi lantaran saat ia berangkat bekerja saya masih tertidur, dan saat beliau pulang saya sudah tertidur, karena kata ibu, saya doyan tidur, hehehe … “jadi malu”. Kesibukan itu  masih terjadi saat saya menginjak Sekolah Dasar, untuk bertemu seorang ayah dan dapat bermain dengannya adalah saat yang paling saya tunggu, bahkan hingga saya dewasa seperti sekarang.

Pernah suatu saat, ayah mengajak saya sekedar berkeliling dengan motor GL-125 nya mengitari daerah pemukiman kami, kontan saja saya meloncak kegirangan. Tapi saat sudah selesai berkeliling saya tidak mau turun dari motor walaupun ibu memaksa turun, saya lebih rela menangis keras-keras sambil menarik tangan ayah, agar membiarkan tetap bersamanya.

[caption id="" align="aligncenter" width="259" caption="Perjuangan Seorang Ayah"]

[/caption]

Namun sekarang saya sadar, menjadi seorang ayah bukan sesuatu yang mudah, Beliau mempunyai tanggung jawab yang begitu besar terhadap keluarganya. Ia harus rela menghabiskan waktu dengan berbagai pekerjaan walaupun ia sangat ingin bersama keluarga.

Seorang ayah bukan hanya pemimpin dalam keluarga tapi juga sebagai guru atas segala prilaku bagi anak-anaknya. Ia senantiasa memberikan yang terbaik agar kita semua bisa hidup layak.

Terimakasih Ayah, tanpamu saya bukan apa-apa.

Kunjungi juga http://www.stupidmonkey.co.cc/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun