Mohon tunggu...
Study Rizal L. Kontu
Study Rizal L. Kontu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Bidang yang saya geluti terkait dengan filsafat, dakwah, dan civic educatiion.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mazhab Ciputat: Tokoh dan Pemikiran (1)

2 Oktober 2024   21:36 Diperbarui: 4 Oktober 2024   19:01 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mazhab Ciputat merupakan salah satu pusat pemikiran Islam progresif di Indonesia yang berakar di lingkungan akademik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang dulunya dikenal sebagai IAIN Jakarta. Berbagai tokoh besar dari Mazhab Ciputat telah memberikan kontribusi signifikan dalam mengembangkan pemikiran Islam yang kontekstual dengan realitas Indonesia, dengan memadukan tradisi keilmuan Islam klasik dan wawasan modern.

Di antara tokoh utama Mazhab Ciputat, Harun Nasution menjadi figur sentral yang memperkenalkan pendekatan rasional dalam memahami Islam, dengan memperkenalkan Islam dalam perspektif sejarah dan filsafat yang rasional. Pemikirannya menjadi landasan bagi perkembangan pemikiran Islam modern di Indonesia. Nurcholish Madjid, atau lebih dikenal sebagai Cak Nur, melanjutkan jejak Harun Nasution dengan membawa ide-ide pembaruan dan pluralisme. Cak Nur terkenal dengan gagasan "Islam Yes, Partai Islam No" yang menyerukan pemisahan agama dan politik praktis, serta mengembangkan konsep pluralisme dan modernisasi Islam.

Azyumardi Azra, sejalan dengan dua pendahulunya, menekankan pada pentingnya sejarah Islam Nusantara sebagai bagian integral dari dunia Islam. Ia melihat sejarah Islam di Indonesia sebagai jembatan penghubung antara Islam dan nilai-nilai lokal yang kaya. Selain itu, Fachry Ali, Komaruddin Hidayat, dan Bahtiar Effendy turut melengkapi spektrum pemikiran Mazhab Ciputat dengan pendekatan mereka yang berfokus pada pluralisme, demokrasi, dan peran Islam dalam tata kelola sosial-politik modern.

Masing-masing tokoh ini telah membentuk wacana intelektual Islam di Indonesia dengan berbagai kontribusi yang mencakup filsafat, sejarah, politik, dan transformasi sosial. Artikel ini akan mengeksplorasi lebih dalam pemikiran dan kontribusi para tokoh Mazhab Ciputat serta dampaknya pada pembaruan pemikiran Islam di Indonesia.

1. Harun Nasution 

Harun Nasution merupakan tokoh yang membawa pemikiran rasional dalam studi Islam di Indonesia. Sebagai dosen dan rektor di IAIN Jakarta (sekarang UIN Jakarta), ia memperkenalkan pendekatan filsafat dan teologi rasional dalam memahami ajaran Islam. Harun menekankan pentingnya mempelajari Islam secara kritis dan objektif, dengan menyoroti sejarah pemikiran Islam yang kaya akan dinamika teologi dan filsafat. 

Pemikirannya membuka ruang bagi rasionalitas dalam diskursus Islam, yang sebelumnya didominasi oleh pendekatan normatif. Salah satu pokok pemikirannya adalah pentingnya rasionalisme dalam teologi, di mana ia banyak merujuk kepada aliran Mu'tazilah yang menekankan akal dalam memahami wahyu.

Pokok Pemikiran Harun Nasution:

  • Pentingnya pendekatan rasional dalam studi teologi Islam.
  • Sejarah Islam dilihat melalui lensa perkembangan pemikiran, bukan sekadar normatif.
  • Pemahaman Islam sebagai agama yang adaptif terhadap konteks zaman dan perubahan sosial.

2. Nurcholish Madjid (Cak Nur)

Nurcholish Madjid, yang akrab disapa Cak Nur, adalah salah satu tokoh pembaru Islam yang paling berpengaruh di Indonesia. Cak Nur dikenal dengan gagasannya tentang pembaruan Islam dan pluralisme. Ia mendorong masyarakat Muslim Indonesia untuk menerima modernisasi tanpa harus meninggalkan prinsip-prinsip dasar Islam. Salah satu konsep terkenalnya adalah "Islam Yes, Partai Islam No", yang menyarankan agar Islam tidak dijadikan sebagai alat politik praktis. Ia juga mengembangkan ide tentang pentingnya keterbukaan dan dialog antaragama, serta menekankan bahwa Islam harus kontekstual dengan nilai-nilai kemanusiaan universal.

Pokok Pemikiran Nurcholish Madjid:

  • Sekularisasi dalam pengertian pemisahan agama dari politik praktis.
  • Pluralisme dan dialog antaragama sebagai bagian dari modernitas Islam.
  • Islam harus dipahami sebagai nilai-nilai universal yang mencakup kemajuan, kemanusiaan, dan keadilan sosial.

3. Azyumardi Azra 

Azyumardi Azra adalah sejarawan dan cendekiawan Muslim yang terkenal dengan kajiannya tentang sejarah Islam Nusantara. Ia menyoroti bagaimana Islam di Indonesia berkembang sebagai bagian dari dinamika global Islam, sekaligus dipengaruhi oleh lokalitas budaya. Azyumardi juga berperan dalam mempromosikan Islam moderat di Indonesia, serta menekankan pentingnya pendidikan sebagai kunci bagi kemajuan umat Islam. Sebagai seorang akademisi, ia turut berkontribusi pada pembaruan studi Islam dengan memperkenalkan pendekatan sejarah kritis yang mengaitkan perkembangan Islam di Indonesia dengan sejarah global.

Pokok Pemikiran Azyumardi Azra:

  • Islam Nusantara sebagai jembatan antara tradisi Islam global dan lokalitas budaya Indonesia.
  • Pentingnya Islam moderat dalam menghadapi tantangan global dan ekstremisme.
  • Pendidikan Islam harus modern dan kontekstual, tanpa meninggalkan akar tradisionalnya.

4. Fachry Ali 

Fachry Ali adalah seorang intelektual yang banyak berkecimpung dalam studi politik Islam. Pemikirannya berkisar pada hubungan antara Islam dan negara serta peran Islam dalam demokrasi di Indonesia. Ia meyakini bahwa Islam dapat berperan konstruktif dalam tatanan politik modern, selama tetap berada dalam kerangka demokrasi dan pluralisme. Fachry juga menyoroti tantangan yang dihadapi umat Islam dalam transisi politik Indonesia, terutama dalam hal bagaimana Islam harus terlibat dalam demokrasi tanpa menjadi eksklusif.

Pokok Pemikiran Fachry Ali:

  • Integrasi Islam dalam kerangka demokrasi modern.
  • Peran Islam sebagai kekuatan moral dan etis dalam politik, bukan sebagai kekuatan politis praktis.
  • Tantangan Islam dalam menjaga keseimbangan antara identitas keagamaan dan nilai-nilai pluralisme.

5. Komaruddin Hidayat 

Komaruddin Hidayat adalah filsuf Muslim yang banyak membahas soal hubungan antara agama dan filsafat, serta spiritualitas modern. Ia menekankan pentingnya pendidikan agama yang humanis dan inklusif. Komaruddin juga aktif mempromosikan konsep Islam yang ramah terhadap sains dan teknologi, dengan mengajak umat Islam untuk lebih terbuka terhadap perkembangan modern tanpa kehilangan spiritualitas. Dalam pandangannya, Islam harus dilihat sebagai agama yang dapat memberikan solusi bagi problematika modern melalui pemahaman yang mendalam dan rasional.

Pokok Pemikiran Komaruddin Hidayat:

  • Agama harus humanis dan inklusif, menghargai perbedaan.
  • Keterbukaan terhadap sains dan teknologi sebagai bagian dari pengembangan umat Islam.
  • Pentingnya pendidikan agama yang membentuk moralitas dan spiritualitas, bukan sekadar dogmatis.

6. Bahtiar Effendy 

Bahtiar Effendy adalah seorang pakar politik Islam yang mendalami peran Islam dalam konteks politik demokrasi. Ia meneliti bagaimana Islam dapat berperan positif dalam dinamika politik Indonesia yang plural dan demokratis. Bahtiar percaya bahwa Islam tidak harus menjadi kekuatan politik formal, tetapi dapat memberikan kontribusi moral dan etis dalam pembangunan demokrasi. 

Ia juga mengkritisi penggunaan agama sebagai alat politik yang justru dapat memecah belah masyarakat. Selain itu, Bahtiar berpendapat bahwa peran Islam dalam demokrasi lebih tepat melalui pendekatan sipil ketimbang kekuatan negara.

Pokok Pemikiran Bahtiar Effendy:

  • Islam sebaiknya berperan sebagai kekuatan moral dalam politik, bukan kekuatan formal.
  • Demokrasi sebagai sistem politik terbaik bagi umat Islam di Indonesia yang plural.
  • Pentingnya menjaga Islam tetap dalam ruang publik tanpa harus terjebak dalam politik praktis.

Dengan kontribusi para tokoh ini, Mazhab Ciputat berhasil mempengaruhi arah pemikiran Islam di Indonesia, terutama dalam konteks hubungan antara agama, modernitas, dan demokrasi. Mereka mengajukan bahwa Islam harus berperan dalam pembangunan sosial dan politik dengan pendekatan rasional, plural, dan moderat.

(Study Rizal LK adalah Dosen Tetap FDIKOM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun