Mohon tunggu...
Sherlock Holmes
Sherlock Holmes Mohon Tunggu... -

Just a regular guy

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Trying to be One of The Boys

15 April 2010   09:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:47 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[gallery] [caption id="attachment_119103" align="alignnone" width="300" caption="Somewhere in time.."][/caption] Hmmm... Karena sepertinya sudah banyak cerita mengenai pengalaman kerja pertama yang intinya "bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian", maka saya memberanikan diri untuk menyumbang pengalaman kerja saya dimana kalau orang lain berusaha untuk excel, to be distinguished, saya justru berusaha untuk blend in, to be just one of the boys... Boys disini bukan artinya harafiah laki-laki saja, namun labih luas, yaitu menjadi dianggap sama oleh pekerja yang lain. Saya termasuk anak yang beruntung, dalam arti kehidupan saya tidak banyak pergolakan (atau mungkin kurang beruntung?). Orang tua saya kedudukan finansial dan sosialnya cukup bagus, sehingga saya bisa mendapatkan segala kesempatan yang saya inginkan. Saya bebas memilih sekolah, kemampuan finansial sama sekali tidak menjadi kendala. Namun kebebasan memilih itu harus saya pertanggung jawabkan dengan hasil akademis yang memadai. Orang tua saya cukup strict dengan hal ini, jika kepercayaan yang diberikan ke saya tidak saya balas dengan sesuai, maka kebebasan yang diberikan itu akan dikurangi. Gampangnya, udah dibolehin sekolah/kuliah dimana aja saya mau, jangan lupa belajar, jangan sampe nilai jeblok. SD, SMP, SMA saya lalui hampir tanpa hambatan. Rangking selalu lima besar, gak pernah bolos, gak pernah ada masalah sama guru. Kuliah juga begitu. Lulus on time, IP lumayan tinggi. Kemampuan bahasa Inggris oke banget (FYI, bukan nyombong, TOEFL saya 627). Begitu lulus kuliah, tidak perlu menunggu lama, teman Bapak saya mengajak untuk bergabung di perusahaannya. Perusahaan itu bergerak di bidang Oil & Gas. Pastinya langsung saya iya kan. Kan kita semua tahu stereotip Oil & Gas Company yang gajinya gede, travel kemana-mana, benefit full package, dll. Dan semua itu saya dapatkan. Gaji lumayan besar, baru 2 bulan kerja sudah dikirim keluar negri, full medical coverage, dan karena Om saya adalah direktur disitu, saya punya waktu rutin tiap minggu untuk ketemu Board of Directors. Saya jadi salah satu karyawan yg punya privilege suara saya didengar langsung oleh BOD. Jadi saya tidak sempat melamar kerja. Bahkan untuk mengirim CV saja belum sempat. Jadi dimana perjuangannya? Dimana strugglenya? Justru itu... Dari awal saya masuk, saya sudah berusaha untuk bergaul dengan karyawan lain. Agak susah memang, karena, contohnya, kalo saya diajak makan siang sama Direktur, mau sampe jam 3 baru balik kantor, Manajer saya mana berani negur? Mungkin buat beberapa orang ini situasi kerja yg ideal. Tapi bagi saya justru tidak enak. Hampir semua karyawan lain menganggap saya "titipan bos". Mereka jadi mempertanyakan kompetensi saya duduk di jabatan yg saya duduki. Saya harus kerja ekstra keras untuk membuktikan sebaliknya. Saya harus menunjukkan bahwa saya duduk dijabatan saya sekarang "by merit". Dan saya juga harus menunjukkan ke mereka bahwa saya juga "one of them". Jadi saya minta ke direktur agar jangan sering-sering mengajak saya makan, jangan memperlakukan saya secara istimewa. Begitu performance saya baik, saya mengatas namakan "team work", karena memang saya bisa perform karena kerjasama team. Jika saya melakukan kesalahan, saya akan ekstra hati-hati agar kesalahan saya ini tidak berimplikasi ke orang lain. Saya ikut makan siang dengan OB, saya ikut makan siang dengan para sekertaris (kalo ini sih, emang pingin, habis mereka cantik-cantik... dan saya kan hanya cowok normal biasa, heheheh..) saya menggagas jadwal olahraga mingguan untuk karyawan kantor (badminton) dan setiap main badminton saya selalu berganti partner. Dari GM sampai OB jadi partner badminton saya. Dan jika karyawan lain menyuruh OB untuk melakukan hal-hal perintilan, (dan cenderung menunggu OB untuk melakukan hal itu, walaupun misalnya si OB lagi sibuk melakukan hal lain) saya melakukan sendiri. Self-service gitu deh... Dan catatan lagi, saya melakukan itu semua dengan tulus, berlandaskan keinginan saya diterima menjadi bagian dari keluarga besar perusahaan itu. Bukan ingin mencari muka ke atas bawah. Ternyata usah saya berhasil... bahkan terlalu berhasil. Saya jadi diterima oleh teman-teman disana, dan kenyataan bahwa saya kenal dengan direktur tidak menghalangi mereka (dan saya) untuk bergaul dan bercanda lepas. Tapi oleh BOD, performance saya dianggap "excellent" sehingga mereka jadi memperlakukan saya tambah istimewa... Dan tiba suatu saat dimana terjadi pergantian kepemilikan, walaupun Om saya yang direktur itu menjual sharenya di perusahaannya, saya tetap bertahan disitu, membuktikan bahwa saya bekerja bukan sebagai "titipan bos". Walaupun beberapa bulan kemudian saya keluar, namun itu karena kebetulan saya mendapatkan penawaran menarik dari perusahaan lain, yang tidak ada sangkut-pautnya dengan Om saya itu. Jadi pengalaman kerja pertama saya justru membuat saya berusaha menjadi "one of the boys"... And you know what? I did just that, and a little more... Moral of the story: hmmmm... apa ya? ah namanya juga cuma cerita pangalaman... Cheriooo...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun