Mohon tunggu...
Rizky Ramadhan
Rizky Ramadhan Mohon Tunggu... Jurnalis - untuk tugas

mahasiswa universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Desah Dalam Hiruk-Pikuk Jakarta

8 Juni 2021   02:45 Diperbarui: 8 Juni 2021   02:51 586
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kehidupan di perkotaan penuh dengan cerita dengan berbagai warna, cerita yang tak hanya sebatas kenikmatan tinggal dikawasan elit ataupun kerennya bekerja digedung-gedung bertingkat saja. Kota dengan akses yang terbuka bagi siapa saja yang berani beradu nasib didalamnya memicu laju urbanisasi, hal tersebut membuat kota menjadi lahan persaingan dari banyak individu dalam berbagai alasan. Jakarta sebagai Ibu Kota memiliki daya tariknya tersendiri untuk para pendatang yang mencoba peruntungan, berbagai permasalahan sosial turut bermunculan mengikuti perkembangan kota Jakarta yang tak henti. Berputar kepada rantai kemiskinan, permasalahan sosial lainnya mengekor dan menjamur dalam sisi kumuh perkotaan.

Pembangunan perkotaan yang pesat tak selalu memihak masyarakat kota dalam mencari lapangan pekerjaan dan mendapatkan upah yang layak, pesatnya pembangunan kadang kala menjadi bom waktu yang siap menghanguskan golongan masyarakat kota yang tak mampu bersaing. Perebutan akses akan pemanfaatan ruang kota menambah permasalahan bagi yang terasingkan dari kemegahan kota, pembangunan yang tidak merata ini menciptakan kesenjangan sosial dalam masyarakat kota yang dapat menjadi pemicu munculnya permasalahan sosial yang ada.

Prostitusi merupakan penyakit masyarakat yang tak pernah hilang keberadaannya, berbagai alasan baik permasalahan ekonomi maupun kebutuhan akan kenikmatan sesaat ini menjadi sekian dari banyaknya faktor yang membuat prostitusi menjamur. Jakarta juga tak lepas dari permasalahan ini, wisata lendir selalu menghiasi sudut gelap ibu kota dari berbagai masa pemerintahan. Seolah sudah menjadi rahasia umum bahwa prostitusi ini berkembang dalam berbagai tempat dan cara sejalan dengan perkembangan kotanya, banyak tempat yang menjadi sarang penyakit ini dan melintas dalam berbagai jaman seperti halnya Macao Po, Gang Mangga, Apartemen Kalibata, panti pijat Gandaria dan berbagai tempat populer lainnya yang tersebar diberbagai sudut Jakarta dan dalam masa yang berbeda. Tak selamanya buruk, prostitusi sempat menjadi pemasukan kas Jakarta dibawah pemerintahan gubernur Ali Sadikin melalui lokalisasi prostitusi di Kramat Tunggak.

Kerasnya persaingan di Jakarta membuka celah untuk menghasilkan rupiah melalui cara yang tak wajar, prostitusi menjadi penyelamat bagi beberapa golongan masyarakat yang tak dapat bersaing dan memerlukan biaya untuk terus bertahan hidup di Jakarta. Ketika masih bernama Batavia, terdapat rumah bordil yang terkenal seperti halnya Macao Po tempat golongan elit mencari kepuasaan dan terdapat pula Gang Mangga dimana golongan menengah kebawah dapat larut dalam kenikmatan dunia yang tiada duanya. Pembagian golongan dalam praktik prostitusi ini secara tidak langsung menggambarkan jika pemisahan kelas sosial dalam urusan goa-goa cinta telah lama ada, karena jika diperhatikan pada masa kini maka kita dapat melihat praktik prostitusi yang terbagi dalam tempat usahanya yang terdapat di hotel kelas melati ataupun hotel mewah.

Permasalahan sosial ini sudah seperti kebutuhan dalam sebagian masyarakat, karena sejatinya tidak akan ada penjual jika tidak ada pembeli. Prostitusi ini terus berkembang mengikuti jaman, jika dahulu para pekerja seks komersial berbaris menjajakan diri diremangnya Gang Mangga maka pada saat ini mereka dapat 'dipesan' secara online. Mengingat kerasnya pemerintah dalam melawan tindak prostitusi ini menciptakan teknologi sebagai sebuah solusi, permasalahan sosial yang berkembang seiring kemajuan ini tak dapat terhenti lajunya. Pembangunan perkotaan juga menumbuhkan kawasan baru untuk prostitusi, pemanfaatan fasilitas yang dapat diakses oleh publik inilah yang membuat prostitusi sulit dilacak atau diberantas secara keseluruhan.

Prostitusi bukanlah pekerjaan sukarela melainkan sebuah keterpaksaan karena keadaan, sebuah pekerjaan yang tidak mudah mengingat banyaknya resiko yang dihadapi seperti terserang penyakit kelamin, penurunan derajat sosial, perlakuan tidak menyenangkan dari pelanggan dan lain sebagainya. Resiko kriminalitas terhadap pekerja seks komersial bukanlah sesuatu yang dapat dihindari, pekerjaan tanpa jaminan keselamatan dalam menjajakan hiburan penuh kenikmatan. Sebuah perjuangan melawan keterasingan kerasnya kehidupan di perkotaan, dimana kenikmatan menjadi cuan untuk keberlangsungan kehidupan.

REFERENSI :

K.H., Ramadhan. 2012. ALI SADIKIN Membenahi Jakarta Menjadi Kota yang Manusiawi. Jakarta: Ufuk Publishing House.

Lamijo (Peneliti pada Pusat Penelitian Sumberdaya Regional, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PSDR-LIPI) Jakarta). PROSTITUSI DI JAKARTA DALAM TIGA KEKUASAAN, 1930 -- 1959, Sejarah dan Perkembangannya.

Nur Hisyam Tahrus, Zainun. DKK. 2018. Dilema Prostitusi dan Ekonomi Dalam Pembangunan DKI Jakarta diakses dari (PDF) Dilema Prostitusi dan Ekonomi Dalam Pembangunan DKI Jakarta (researchgate.net)  pada 8 juni 2021 pukul 01:32.

Pradewo, Bintang. 2019. Mengungkap Praktik Prostitusi Terselubung di Jakarta Selatan diakses dari  Mengungkap Praktik Prostitusi Terselubung di Jakarta Selatan (jawapos.com) pada 8 juni 2021 pukul 02:35.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun