“Do not fear to be eccentric in opinion, for every opinion now accepted was once eccentric.” ― Bertrand Russell
Ketika para ahli berdebat tentang bagaimana memperlambat,mencegah bahkan menghentikan perubahan iklim, serta berbagai masalah yang akan timbul sebagai dampaknya, Belanda menunjukkan kekuatannya untuk menjadi pemimpin di sisi yang lain:Bagaimana untuk hidup dengan perubahan iklim (How to live with global warming). Meskipun hampir semua negara setuju bahwa pengaturan target emisi yang lebih rendah akan sangat penting , namun banyak ahli sekarang berpendapat bahwa sudah terlambat untuk mencegah suhu dari kenaikan untuk 50 sampai 100 tahun ke depan. Menemukan cara untuk bangsa untuk hidup dengan perubahan iklim dapat menjadi tantangan yang lebih mendesak.
Tak cukup berpuas diri sebagai pionir teknologi pompa dan tanggul yang telah menjaga kaki bangsa Belanda tetap kering meski berabad-abad hidup di bawah permukaan laut, Bangsa Belanda tetap bekerja lebih keras daripada bangsa lain untuk menghadapi ancaman perubahan iklim.Berbeda dengan negara-negara lain yang sibuk dengan strategi bertahan hidup, pendekatan Belanda menggarisbawahi pergeseran pemikiran di kalangan ilmuwan, perencana dan politisi, untuk berpikir tidak hanya “out of the box” tetapi “beyond the box”. Sebagaimana para desainer memamerkan adikarya baru mereka di catwalk, maka catwalk Belanda dalam perubahan iklim selalu menjadi pelopor yang menciptakan tren terdepan di antara negara-negara lain.
Menyadari naiknya permukaan air laut dan semakin seringnya terjadi badai sebagai akibat cuaca ekstrim, Belanda mulai memperkenalkan inovasi kreatif berupa proyek “masyarakat mengambang” atau "floating communities" yang tinggal di rumah-rumah di atas laut atau dam yang akan mampu bertahan terhadap gelombang banjir sekaligus sebagai penahan untuk mengkoreksi garis pantai terhadap pasang. Penghuni generasi pertama dari proyek ini adalah keluarga-keluarga dan petani yang tinggal di daerah-daerah rawan banjir akibat pasang. Namun, dengan segera proyek ini menjadi hal yang menarik bagi pasangan-pasangan muda sebagai salah satu gaya a rsitektur modern untuk tinggal "di atas" laut.
[caption id="" align="aligncenter" width="650" caption="Masyarakat mengambang yang tinggal di pemukiman di atas perairan di belanda"][/caption]
Tidak ada negara yang bisa menandingi Belanda yang dua pertiga wilayahnya berada di bawah permukaan laut dan selama ini bisa ditinggali dengan kemajuan teknologi water engineering dalam inovasi menyiasati kerasnya tantangan hidup. Banjir yang merupakan ancaman yang selalu ada, mengharuskan anak-anak Belanda untuk mampu berenang dengan mengenakan pakaian sejak usia 6; dan sebagai bentuk perlindungan terhadap banjir, pemerintah menyediakan asuransi banjir untuk setiap pemilik rumah. Menghadapi perubahan iklim dan meningkatnya permukaan air laut, menarik untuk merenungi kata-kata salah seorang penghuni pertama “floating community”, David Goulooze:"To face the harsh weather,The Dutch have this in their genes. We just have to start fighting harder" (Untuk menghadapi cuaca yang keras, Bangsa Belanda memiliki hal ini dalam darah mereka. Kami hanya harus memulai untuk berjuang lebih keras (dari bangsa lain))”.
Sumber:
http://tropolism.com/archives/2005/10/floating-homes-in-the-netherlands-the-next-hamptons.php
http://www.washingtonpost.com/wp-dyn/content/article/2009/12/05/AR2009120502186_2.html
http://www.floatingcommunities.com/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H