Mohon tunggu...
Febyana Suryaningrum
Febyana Suryaningrum Mohon Tunggu... -

pengejar bintang

Selanjutnya

Tutup

Nature

"Floating Community", Catwalk Belanda dalam Adaptasi Perubahan Iklim

15 Mei 2012   16:21 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:15 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Do not fear to be eccentric in opinion, for every opinion now accepted was once eccentric.” ― Bertrand Russell

Ketika para ahli berdebat tentang bagaimana memperlambat,mencegah bahkan menghentikan perubahan iklim, serta berbagai masalah yang akan timbul sebagai dampaknya, Belanda menunjukkan kekuatannya untuk menjadi pemimpin di sisi yang lain:Bagaimana untuk hidup dengan perubahan iklim (How to live with global warming). Meskipun hampir semua negara setuju bahwa pengaturan target emisi yang lebih rendah akan sangat penting , namun banyak ahli sekarang berpendapat bahwa sudah terlambat untuk mencegah suhu dari kenaikan untuk 50 sampai 100 tahun ke depan. Menemukan cara untuk bangsa untuk hidup dengan perubahan iklim dapat menjadi tantangan yang lebih mendesak.

Tak cukup berpuas diri sebagai pionir teknologi pompa dan tanggul yang telah menjaga kaki bangsa Belanda tetap kering meski berabad-abad hidup di bawah permukaan laut, Bangsa Belanda tetap bekerja lebih keras daripada bangsa lain untuk menghadapi ancaman perubahan iklim.Berbeda dengan negara-negara lain yang sibuk dengan strategi bertahan hidup, pendekatan Belanda menggarisbawahi pergeseran pemikiran di kalangan ilmuwan, perencana dan politisi, untuk berpikir tidak hanya “out of the box” tetapi “beyond the box”. Sebagaimana para desainer memamerkn adikrya baru mereka di catwalk, maka catwalk Belanda dalam perubahan iklim selalu menjadi pelopor yang menciptakan tren terdepan di antara negara-negara lain.

Menyadari naiknya permukaan air laut dan semakin seringnya terjadi badai sebagai akibat cuaca ekstrim, Belanda mulai memperkenalkan inovasi kreatif berupa proyek “masyarakat mengambang” atau "floating communities" yang tinggal di rumah-rumah di atas laut atau dam yang akan mampu bertahan terhadap gelombang banjir sekaligus sebagai penahan untuk mengkoreksi garis pantai terhadap pasang.

[caption id="" align="aligncenter" width="650" caption="Masyarakat mengambang yang tinggal di pemukimn di atas perairan di belanda"][/caption] Ketika para ahli berdebat tentang bagaimana memperlambat,mencegah bahkan menghentikan perubahan iklim, serta berbagai masalah yang akan timbul sebagai dampaknya, Belanda menunjukkan kekuatannya untuk menjadi pemimpin di sisi yang lain:Bagaimana untuk hidup dengan perubahan iklim (How to live with global warming). Meskipun hampir semua negara setuju bahwa pengaturan target emisi yang lebih rendah akan sangat penting , namun banyak ahli sekarang berpendapat bahwa sudah terlambat untuk mencegah suhu dari kenaikan untuk 50 sampai 100 tahun ke depan. Menemukan cara untuk bangsa untuk hidup dengan perubahan iklim dapat menjadi tantangan yang lebih mendesak.

Tak cukup berpuas diri sebagai pionir teknologi pompa dan tanggul yang telah menjaga kaki bangsa Belanda tetap kering meski berabad-abad hidup di bawah permukaan laut, Bangsa Belanda tetap bekerja lebih keras daripada bangsa lain untuk menghadapi ancaman perubahan iklim.Berbeda dengan negara-negara lain yang sibuk dengan strategi bertahan hidup, pendekatan Belanda menggarisbawahi pergeseran pemikiran di kalangan ilmuwan, perencana dan politisi, untuk berpikir tidak hanya “out of the box” tetapi “beyond the box”. Sebagaimana para desainer memamerkn adikrya baru mereka di catwalk, maka catwalk Belanda dalam perubahan iklim selalu menjadi pelopor yang menciptakan tren terdepan di antara negara-negara lain.

Menyadari naiknya permukaan air laut dan semakin seringnya terjadi badai sebagai akibat cuaca ekstrim, Belanda mulai memperkenalkan inovasi kreatif berupa proyek “masyarakat mengambang” atau "floating communities" yang tinggal di rumah-rumah di atas laut atau dam yang akan mampu bertahan terhadap gelombang banjir sekaligus sebagai penahan untuk mengkoreksi garis pantai terhadap pasang.

Tidak ada negara yang bisa menandingi Belanda yang dua pertiga wilayahnya berada di bawah permukaan laut dan selama ini bisa ditinggali dengan kemajuan teknologi water engineering. Karena banjir merupakan ancaman yang selalu ada, semua anak-anak Belanda harus mampu berenang dengan mengenakan pakaian sejak usia 6; dan sebagai bentuk perlindungan terhadap banjir, pemerintah menyediakan asuransi banjir untuk setiap pemilik rumah. Menghadapi perubahan iklim dan meningkatnya permukaan ir laut, menarik untuk merenungi kata-kata salah seorang penghuni pertama “floating community”, David Goulooze, 40:"The Dutch have this in their genes. Everything is a fight against the water. We just have to start fighting harder" (Bangsa Belanda memiliki hal ini dalam darah mereka. Kami hanya harus memulai untuk berjuang lebih keras (dari bangsa lain))”.

Sumber:

http://tropolism.com/archives/2005/10/floating-homes-in-the-netherlands-the-next-hamptons.php

http://www.washingtonpost.com/wp-dyn/content/article/2009/12/05/AR2009120502186_2.html

http://www.floatingcommunities.com/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun