Mohon tunggu...
Hartanti Miranti
Hartanti Miranti Mohon Tunggu... lainnya -

http://storitie.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Dongeng

Jam Tangan Tembaga

8 September 2013   19:28 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:11 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“JANGAN MEMASUKI DAERAH INI TANPA IZIN” tertulis di atas papan yang sudah kumal. Kein dan Saria memandangi papan kumal di ujung jalan desa itu. “Apa itu,Saria? Ayo kita lihat!!”sahut Kein dengan semangat. Saria mendongak dan melihat langit sudah mulai gelap, “ayo Kein kita pulang, sudah mulai gelap, nenek pasti mencari kita”. Dengan enggan,mereka pun kembali menyusuri jalan setapak desa, Kein bergumam dan menggerutu karena ia ingin sekali bertualang di tempat itu.

“Selamat makaaaaaan” sahut Kein dengan semangat ketika melihat meja makan penuh dengan makanan lezat buatan nenek, untuk sejenak Kein melupakan keinginannya bertualang di tempat terlarang itu. Setelah selesai makan, Kein dan Saria duduk-duduk di depan perapian sambil berbincang tentang papan kumal di depan perkebunan yang tadi sore mereka lihat. Kein bersikeras ingin melihat tempat itu lagi akan tetapi dilarang oleh Saria, karena menurut Saria pasti ada alasan mengapa dipasang tanda larangan itu. Waktu sudah menunjukan pukul 10 malam, Kein dan Saria beranjak dari perapian dan menuju kamar masing-masing.

“aku berangkat,Saria” sahut Kein di pagi hari ketika Saria masih menyantap sarapannya. Sebelum Saira sempat bertanya, Kein telah hilang dari pandangan mata. Karena hari ini Saria sedang ingin belajar memasak kue bersama nenek, maka Saria pun tidak menyusul kembarannya keluar rumah.

Sepanjang hari Saria sibuk di dapur bersama nenek membuat pie apel dan berbagai masakan lezat untuk makan malam. Jam sudah menunjukan pukul 6 sore, akan tetapi Kein belum juga pulang. Ketika jam menunjukkan pukul 8 malam, terdengar bunyi pintu terbuka. Terlihat Kein di ambang pintu, dengan lumpur menghiasi sebagian pakaiannya. Nenek langsung memarahi Kein karena pulang terlambat, tetapi Kein tidak terlihat takut, muka nya terus berbinar-binar dan langsung menyantap makan malam.

Selesai makan dan membersihkan badan, Kein langsung masuk ke kamar tidur. Saria langsung menyusul Kein, bertanya kemana saja seharian. “Aku menemukan harta karun, Saria!! Lihat ini!!” sambil menunjukan jam tangan tua berwarna tembaga. Kein membersihkan arloji itu dengan sapu tangannya. Jam tangan itu terlihat bagus ketika telah dibersihkan. “dimana kau menemukan jam tangan itu, Kein?” tanya Saria. “Mmmmh di pinggir jalan desa, terkubur tanah merah, sepertinya sudah lama berada disana” jawab Kein sambil memandangi langit-langit rumah. Saria pun kembali ke kamarnya ketika Kein naik ke tempat tidurnya, Saria yakin ada sesuatu yang ditutupi oleh Kein karena Kein berbiccara tanpa memandang mata Saria.

Setelah Saria pergi ke kamarnya, Kein kembali bangun, ia memandangi kembali jam tangan itu. Diputarnya pin di samping jam tangan itu, jarum pun berputar dan cahaya kuning berpendar muncul dari layar arloji itu.

“Selamat pagi, Nek. Kein belum bangun? Aku bangunkan Kein dulu ya Nek”sahut Saria. Setelah beberapa kali mengetuk kamar yang tak juga terbuka, akhirnya Saria memutuskan untuk membukanya. Kein ternyata sudah tidak ada.  Saria pun kembali ke ruang makan “Kemana Kein pergi ya Nek? Pagi sekali ia berangkat”. Jam 3 sore, barulah Kein pulang, muka nya tidak sesegar biasanya, bajunya sangat kotor.

Keesokan harinya, hal yang sama terjadi lagi. Kein pergi ketika semua orang masih tertidur, dan seperti hari kemarin ia pulang jam 3 sore. Kein mulai berubah, menjadi lebih pendiam dari biasanya.

Kejadian ini terjadi berulang-ulang, semakin hari Kein semakin kurus, mukanya bertambah pucat. Sampai akhirnya satu malam, Saria mendatangi Kein, “ada apa Kein? Apa yang terjadi?”tanya Saira. Kein  menggeleng “aku lelah Saria” lalu menarik selimutnya dan tertidur.

Hal ini terus berulang terjadi. Saria semakin khawatir melihat saudaranya semakin hari semakin kurus, kembali bertanya “Kein, apa yang sebenarnya terjadi?”. Kein memandang Saria dengan pandangan ketakutan, lalu menunjuk laci lemari dengan matanya, kemudian ia kembali menarik selimutnya. Saria kembali ke kamarnya dengan penuh kebingungan.

Hari-hari berikutnya hal itu tetap terjadi. Ketika Saria berusaha keras berpikir tentang kemungkinan yang terjadi  pada saudaranya, tiba-tiba ia teringat raut ekspresi Kein ketika malam itu, Saria bergegas menuju kamar Kein. Dibukanya laci yang dilirik oleh Kein malam itu. Ada secarik kertas kusut disana, Saria dengan cepat merapikan kertas yang tampaknya telah diremas-remas sebelumnya. Ternyata ada pesan singkat tertulis disana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun