Mohon tunggu...
Bento
Bento Mohon Tunggu... Administrasi - cara cepat untuk bisa menulis ya menulis

penikmat bacaan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Apakah Mereka Harus Dikorbankan Demi Pembangunan?

18 Juni 2024   14:36 Diperbarui: 18 Juni 2024   14:43 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Ruang hidup Suku Tobelo Dalam atau O'Hongana Manyawa semakin terancam akibat aktivitas tambang nikel di wilayah konsesi. Hal serupa juga terjadi pada Suku Awyu di Boven Digoel, Papua Selatan, dan Suku Moi di Sorong, Papua Barat Daya, yang menuntut agar hutan mereka tidak diubah menjadi lahan kelapa sawit. Situasi ini bahkan ramai diperbincangkan di media sosial dengan tagar "All Eyes on Papua," menyoroti ketidakadilan yang mereka hadapi.

Kehidupan mereka yang telah berlangsung secara turun-temurun di hutan-hutan ini kini terusik oleh kepentingan ekonomi yang merusak keseimbangan alam dan budaya mereka.

Memprihatinkan.... melihat mereka terpaksa meninggalkan kawasan yang telah mereka huni sejak zaman nenek moyang, jauh sebelum berdirinya negara dan pemerintahan Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Kedatangan pemilik modal dengan menggunakan Hak Guna Usaha (HGU) atau izin tambang yang dikeluarkan pemerintah untuk mengeksplorasi wilayah adat mereka, berdalih demi pembangunan. Namun, pembangunan yang sesungguhnya adalah yang mencakup keadilan bagi semua insan manusia.

Ironisnya, dalam nama pembangunan, suku-suku asli ini malah kehilangan tanah air mereka, mengorbankan warisan budaya dan kearifan lokal yang yang telah diwariskan turun-temurun..

Apakah dalam setiap perjalanan menuju kemajuan sebuah negara dalam nama pembangunan dan kemajuan ekonomi, penduduk asli harus selalu menjadi korban? 

Pertanyaan ini muncul ketika melihat kondisi Suku O'Hongana Manyawa, yang diperkirakan hanya berjumlah 300 orang. Mereka terusik oleh aktivitas tambang nikel di wilayah konsesi, menghadapi risiko menjadi tersisihkan sepertinya penduduk Aborigin di Australia atau suku Indian di Amerika Serikat yang harus menanggung nasib tak adil di tanah leluhur mereka sendiri.

Pertanyaan selanjutnya adalah apakah ketika pemerintah memberikan izin Hak Guna Usaha (HGU) atau izin tambang melalui kementerian terkait atau pemerintah daerah, mereka memiliki data yang memadai mengenai keberadaan suku asli di wilayah yang akan menjadi konsesi tambang.

Apakah ada dialog atau pendekatan yang dilakukan dengan penduduk asli sebelum memberikan izin tersebut, ataukah pemerintah hanya mengandalkan peta dan klaim potensi sumber daya alam tanpa mempertimbangkan dampak sosial dan budaya yang besar.

Akibatnya, seringkali masyarakat setempat merasa tidak terwakili dan terpaksa melakukan protes, bahkan harus merogoh kocek pribadi untuk mendatangi Senayan dan mengadu ke anggota DPR-RI, demi menegakkan hak mereka secara adil dan berkeadilan.

  • Untuk mengatasi masalah kompleks ini, diperlukan pendekatan yang lebih holistik dan berbasis pada keadilan sosial serta pelestarian lingkungan.

Pertama-tama, pemerintah harus melakukan kajian mendalam terkait dampak sosial, budaya, dan lingkungan sebelum memberikan izin tambang atau HGU di wilayah yang melibatkan suku-suku asli. Ini termasuk dialog intensif dengan komunitas lokal untuk memahami kebutuhan mereka dan mempertimbangkan pendapat mereka dalam pengambilan keputusan.

Selain itu, transparansi dalam proses perizinan sangat penting. Pemerintah harus terbuka dan mengedepankan prinsip keterbukaan informasi kepada masyarakat lokal tentang potensi sumber daya alam yang dieksploitasi dan dampak yang mungkin timbul. Hal ini dapat mencegah terjadinya klaim yang tidak berdasar dan meminimalkan konflik antara pemerintah, industri, dan masyarakat lokal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun