Mohon tunggu...
Bento
Bento Mohon Tunggu... Administrasi - cara cepat untuk bisa menulis ya menulis

penikmat bacaan

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Jurang Pemikiran Antara Elit Politik dan Rakyat dalam Menilai Isu Politik

15 Februari 2024   10:24 Diperbarui: 15 Februari 2024   10:27 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Isu penyelahngunaan kekuasaan oleh Aparatur Negara pada Pemilu 2024 menghiasi pemberitaan di Media Elektronik, Media Cetak, maupun di Media sosial. Isu ini mulai ramai dibahas, saat Publik dikejutkan dengan Makamah Konstitusi (MK) memutuskan Batas Usia Capres-Cawapres 40 Tahun Atau Menduduki Jabatan yang Dipilih dari Pemilu/Pilkada. Puncak Putusan kontroversi ini, saat Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memutuskan Ketua MK saat itu, Anwar Usman melakukan pelanggaran berat kode etik Hakim Konstitusi.

Para ahli Hukum Tata Negara dan Politisi memiliki padangan yang berbeda-beda, ada yang menilai ini merupakan pelanggaran moral dan etika, sehingga putusan MK terkait Perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 batal demi Hukum.

Isu pelanggaran moral dan etika, menjadi senjata para pengkritik baik dari kalangan jurnalis, akademisi dan Politisi untuk menyerang pasangan Prabowo-Gibran. Bahkan Gibran dituduh sebagai anak haram konstitusi. Saat debat Capres pun Prabowo Subianto di tanyakan oleh lawanya kenapa memilih Gibran, padahal sudah ada putusan MKMK terkait pelanggaran kode etik. Selain itu, saat selesai debat Cawapres 2024 Gibran menjadi bubuah bibir, khususnya di media elektronik, terutama di media sosial, di podcast di youtube, twiter X dan sebagainya ramai memahas etika Gibran yang menurut mereka tidak menghargai Prof Mahmud dan Cak Imin.

Riuh pikik Isu penyelangunaan kekuasaan semakin ramai dibahas, dengan muncul bantuan sosial atau bansos yang dibagikan oleh Presiden Jokowi, diperiode janunuari hingga Feberuari 2024, yang pada saat itu sedang berlangsung masa kampanye. Bantuan sosial ini, oleh Sebagian orang terutama pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Cak Imin) dan Ganjar-Mahfud, sebagai alat keberpihkan Aparatur Negara untuk memenangkan pasangan Prabowo-Gibran. Para Menteri Kabinet Indonesia Maju juga tak luput dari pemberitaan melakukan kampanye terselubung dengan mengunakan fasilitas negara untuk mendukung kepentingan politiknya, maupun mempromosikan Prabowo-Gibran saat kunjungan kerja di daerah.

Keterberpihkan alat-alat negara, samakin ramai lagi dibahas ketika Presiden Joko Widodo didampingi Prabowo dan jajaran TNI di pangkalan Militer AU, saat itu menjawab pertanyaan wartawan bahwa Presiden boleh berkampanye. Sontak pernytaan Presiden ini, menjadi isu Nasional. Ahli hukum tata Negara, Politisi, dan pengamat Politik mengeluarkan pemikirannya, ada yang setuju ada juga yang menafsirkan Presiden tidak boleh kampanye. Untuk menangkan isu ini, Presiden Joko Widodo sampai klarifikasi mengunakan pasal yang sudah dipirnt di lembar kertas ukuran besar kepada media dan masyarakat.

Selain itu, beberapa minggu sebelum hari H Pemilu, muncul gelombang protes yang datang dari kalangan Akademisi dari berbagai Perguruang Tinggi. Kurang lebih 200 Guru Besar, menilai bahwa terjadi penyimpangan yang dilakukan oleh Alat-Alat Negara, khusunya Presiden dan jajarannya telah melanggar norma dan etika dalam sisitem dekomrasi. Bahkan jika dibiarkan akan merusak Demokrasi Bangsa dan Negara Indonesia

Dua hari dalam masa tenang sebulum Masyarakat mengunakan hak pilihnya di TPS, jagat raya pemberitaan dihebohkan lagi dengan film Dokumenter Dirty vote. Film yang mengangkat isu kecurangan Pemilu 2024 yang dilakukan oleh Aparatur Negara untuk mencapai tujuan politiknya. Dengan Tiga pakar hukum tata negara menjadi pemeran utamanya. Ketiga pakar hukum tersebut adalah Bivitri Susanti, Feri Amsari, dan Zainal Arifin Mochtar.

Pada Akhirnya, Rakyat Indonesia lah yang menentukan pililhannya. Selama kurang lebih Dua Bulan Masyarakat Indonesia disajikan dengan berbagai isu politik dan intrik-intrik politik di Tanah Air, baik itu positif maupun negatif. Pada tanggal 14 Februari 2024 bertepatan dengan hari Valentine Day, Rakyat Indonesia telah memilih Presidennya. Dan berdasarkan hasil quick count pilpres 2024 kurang lebih 57% masyarakat Indonesia setuju Prabowo-Gibran yang akan menahkodai Bangsa dan Negara Indonesia lima tahun kedepan.

Meminjam istilah sastrawan Pramoedya Ananta Teor "badai dalam segelas kopi" suasana panas dan tegang di kalangan elit, namun diklaim sebagai kegelisahan Masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun