Mohon tunggu...
Siti Nur Aisyah
Siti Nur Aisyah Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar/mahasiswa

Membaca baca buku

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sadd Al-Dzariah Sebagai Dalil Hukum Islam (Studi Komparatif Ibnu Al-Qayyim Al-Jauziyah dan Ibnu Hazm)

23 Mei 2023   17:05 Diperbarui: 23 Mei 2023   17:16 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Konsep Sadda Al-Dzar'ah Menurut Ibnu Al-Qayyim Al-Jauziyah Dan Ibnu Hazm
1. Biografi kehidupan Ibn al-Qayyim al-Jauziyah
Nama lengkap Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah adalah Syam al-Dn Abu Abdillah Muhammad bin Abi Bakr bin Ayyb bin Saad bin Huraiz al-Zari. Beliau lebih dikenal dengan sebutan Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah yang didirikan oleh Ibnu al-Jauzi (510 H./1126 M.-597 H./1200 M.).25. Ia dilahirkan di daerah Zara, salah satu bagian dari perkampungan Hauran, sebelah tenggara Damsyq (Damaskus), Suriah, tepatnya pada tanggal 7 Shafar 691 H/ 4 Februari 1292 M. Beliau dikenal sebagai seorang imam,dalam ilmu fiqh dan ushl fiqh, Ibnu al-Qayyim juga mempunyai pengetahuan yang mendalam tentang ilmu suluk, ilmu kalam, dan tashawwuf.
Pemikiran yang khas Ibnu al-Qayyim mengajak kembali kepada al-Qurn dan hadits dan memahaminya sesuai pemahaman para al-salaf shlih. Sehingga, ia dikenal sebagai seorang muslim puritan yang teguh memegang pendiriannya dalam mempertahankan kemurnian akidah dan anti taklid buta. Bahkan beliau memperingatkan kaum muslimin dari adanya khurafat26 selain itu, pintu ijtihad selamanya tidak akan ditutup. Siapa saja berhak melakukan ijtihad selama orang tersebut mempunyai kualifikasi sebagai mujtahid.
Ibnu Qayyim al-Jauziyah, wafat pada malam Kamis, tanggal 13 Rajab tahun 751 H./ 26 September 1350 M. Setelah dishalatkan keesokan harinya usai shalat Dhuhur di Masjid Jami Besar Dimasyq (Al-Jmi Al-Umawi), ulama ini dimakamkan di pemakaman al-Bb al-Shaghr.

a. Guru, murid dan karyanya Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah
Salah satu Rihlah ilmu yang beliau dapat selain dari beberapa gurunya adalah Dari ayahnya, Ibnu al-Qayyim belajar ilmu faridl karena sang ayah memang sangat menonjol dalam ilmu itu. Selain itu, dia belajar bahasa Arab dari Ibnu Abi al-Fath al- Baththiy dengan membaca kitab-kitab Al-Mulakhkhas li Abi al-Balq', kitab Al- Jurjniyah, Alfiyyah Ibnu Mlik, juga sebagian besar kitab Al-Kfiyah was Syfiyah dan sebagian kitab al-Tashl. Kepada Syaikh Majd al-Dn al-Tunisi dia belajar satu bagian dari kitab Al-Muqarrib li Ibni Ushfr.

b. Pemikiran Ilmu ushl fiqh Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah
Pemikiran fiqh dan ushl fiqh Ibnu al-Qayyim lebih banyak dalam karya yaitu "Ilm al-Muwaqqin" dan "al-Thuruq al-Hukmiyah". Dalam kitab ini, Ibnu al- Qayyim membahas panjang lebebar tentang ijtihad dan metode ijtihad. Menurutnya, ijtihad selalu berkembang seiring perubahan zaman. Hukum harus relevan dengan situasi dan kondisi di berbagai tempat dan masa. Pemikiran ini merupakan refleksi dan sekaligus reaksi dari adanya opini umum di kalangan umat Islam ketika itu yang mempunyai pandangan bahwa pintu ijtihad telah ditutup. Oleh sebab itu, ia membagi ijtihad melalui akal tersebut (rayu) menjadi tiga bentuk, yaitu al-ra'yu al-btil bil raibin30, al-rayu al-shahh31, al-rayu al-musytabih.

c. Pemikiran Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah tentang Sadd al-Dzar'ah
Ibnu al-Qayyim mengartikan al-dzarah dengan hal-hal yang dapat menjadi media dan jalan menuju sesuatu yang lain. Dalam beberapa karya-karyanya, Ibnu al- Qayyim pada biasanya menggunakan istilah al-dzari sebagai bentuk plural dari al- dzarah. Menurutnya, al-dzari merupakan salah satu dalil ahkm. Untuk mendukung pendapatnya ini, ia mengemukakan alur pikir berikut ini :
Setiap tujuan tidak akan tercapai tanpa melalui sebab dan media yang menjadi perantara. Media yang berfungsi sebagai pengantar adalah suatu keharusan yang tidak dapat diabaikan. Oleh karenanya, pengantar tersebut status hukumnya sama dengan tujuan yang akan dicapai. Oleh karena itu, untuk menentukan status hukum al-dzarah, harus melihat pada tujuan yang akan dicapai. Jika tujuannya baik, maka harus dibuka jalan bagi al-dzarah sebagai pengantar kemaslahatan. ini disebut fath al-dzarah. Apabila mengantar kepada mafsadat, maka al-dzarah harus ditutup. Dan ini disebut sadd al-dzarah.. Sadd al-dzarah ini diaplikasikan dalam semua kasus.

2. Biografi kehidupan Ibn Hazm
Nama lengkap Ibn Hazm adalah Abu Muhammad 'Aly Ibn Ahmad Ibn Sa'd Ibn Hazm ibn Ghlib ibn Khalaf ibn Sad ibn Abi Sufyn ibn Yazd. Di dalam kitab-kitab klasik dikenal dengan Ibnu Hazm. Dia dilahirkan di Kordoba, Spanyol pada akhir Ramadln 384 H/ 7 Nopember 994 M. Ibn Hazm berasal dari keluarga terhormat dan sangat berkecukupan. Ayahnya adalah seorang menteri pada masa pemerintahan khalifah al-Mansr dan puteranya, al-Mudzaffar, khalifah Bani Umayyah di Andalusia.43 Ibnu Hazm salah satu ulama besar pada masanya, dari segi keilmuan beliau pakar dalam bidang Ilmu fiqh, ushl fiqh, ahli hadts, dan ahli teologi. Ia adalah pengembang madzhab Dhhiri, bahkan dinilai sebagai pendiri kedua madzhab Dhhiri.
Pada masa pemerintahan Hisyam III al-Mutamid Ibnu Hazm pernah dipenjara. Sejak keluar dari istana, Ibnu Hazm mulai mencurahkan perhatiannya pada penulisan kitab-kitab.44 Ibnu Hazm wafat di Manta Lisham dekat Sevilla Spanyol pada tanggal 28 Syaban 456/ 15 Agustus 1064.

a. Perjalan mencari Ilmu dan karyaIlmiah Ibnu Hazm
Pada masa kecilnya, ia dibimbing dan dididik oleh guru-gurunya tentang al- Qurn, syair Arab, dan kaligrafi. Menginjak masa remaja, Ibnu Hazm mulai mempelajari fiqh dan hadts dari gurunya yang bernama Husain bin Ali al-Farisi dan Ahmad bin Muhammad bin Jasur. Ketika dewasa, ia baru mempelajari ilmu-ilmu lainnya, seperti filsafat, bahasa, teologi, etika, mantiq, ilmu jiwa, di samping ia juga memperdalam fiqh dan hadts.
Pada usia dewasa, Ibnu Hazm mengarahkan pendidikannya ke majlis taklim di masjid-masjid Cordoba. Di sana mulai berdialog dengan guru dan pakar ilmu agama. Beberapa di antara gurunya di bidang hadts, bahasa, logika, dan teologi adalah Yahy bin Masd bin Wajah al-Jannah dan Abu al-Qsim Abdurrahman bin Abi Yazd al- Azdi. Di bidang fiqh dan peradilan, ia belajar dari al-Khiyr al-Lughawi. Guru khusus di bidang fiqh adalah Abi Amr Ahmad bin al-Husain, Ysuf bin Abdullh (Hakim Cordoba), Abdullh bin Rab al-Tammi, dan Abi Amr al-Tamanki. 45
Selain memiliki banyak guru, dia juga memiliki banyak murid. Di antara murid- muridnya adalah: Muhammad ibn Futh ibn d yang memperdalam ilmu sejarah, Abu Abdillah al-Humaidi al-Andalusy yang mengkhususkan diri untuk mendalami dan mengajarkan buku-buku karya Ibnu Hazm, dan ketiga orang puteranya yaitu : Abu Raf al-Fadl ibn Ali, Abu Usmah Yaqb ibn Ali, dan Abu Sulaimn al-Musaab ibn Ali.46
Sebagai seorang ulama, Ibn Hazm juga produktif dalam menulis sebuah karya Ilmiah. Diriwayatkan bahwa karya tulis Ibnu Hazm tidak kurang dari 400 judul kitab. Kitab-kitab tersebut mencakup berbagai disiplin ilmu. Namun, yang sangat disayangkan, banyak di antara tulisan beliau dibakar dan dimusnahkan oleh orang yang tidak sepaham dengannya.47 Di antara kitab-kitab tersebut adalah : al-Ihkm fi Ushl al- Ahkm, al-Muhall, Ibthl al-Qiys, Tauq al- Hammah, Nuqt al-Ars fi Tawrkh al-Khulaf, al-Fashl fi al-Milal wa al-Ahw wa al-Nihal, al-Abthl, al-Talkhs wa al- Takhls, al Immah wa al-Khulaf al-Fihrasah, dan al-Akhlq wa al-Siyar fi Mudawwanah al-Nufs.
b. Pemikiran Ushl Fiqh Ibnu Hazm
Ibnu Hazm lebih dikenal sebagai pemikir yang bercorak tektualis-literalis karena pemikirannya lebih dominan mengikuti teks secara dhhir. Bahkan, ia menolak kebebasan berijtihad dengan semata-mata mengandalkan rasio. Pemikiran ushl fiqh Ibnu Hazm yang paling menonjol antara lain :
1) Hukum yang secara tegas ditetapkan di dalam al-Qurn, hadts dan ijm sahabat adalah wajib, haram, dan mubah. Tidak ada ruang bagi akal untuk terlibat secara langsung di dalam pembentukan hukum. Oleh karena itu, dalil hukum yang dapat dijadikan sumber dan sandaran untuk menetapkan hukum, yaitu al-Qurn, hadts, ijm sahabat, dan dhhir nash yang mempunyai satu arti saja.48
2) Ibnu Hazm menolak ijtihad bi al-rayi (ijtihad semata-mata mengandalkan rasio). Untuk pendapatnya ini, Ibnu Hazm mengajukan beberapa argumentasi, antara lain, Al-Qurn;, Al-Sunna, Pernyataan sahabat.
3) Ibnu Hazm berpendapat bahwa perkataan-perkataan (aqwl) Rasulullah dan ketetapan-ketetapan (taqrrt) Rasulullah merupakan hujjah yang tidak diragukan lagi, sedangkan perbuatan (afl) Rasulullah tidak dapat dijadikan hujjah kecuali jika disertai dengan penjelasan dari Rasul sendiri. Sebagai contoh, gerakan shalat yang diajarkan Rasul melalui perbuatan diperkuat dengan sabdanya : "Shalatlah kalian sebagaimana aku shalat"49
4) Perbedaan yang paling menonjol antara pemikiran Ibnu Hazm dengan mayoritas para ulama ushly adalah tentang tall al-nushsh (adanya 'illat bagi nash). Dalam pandangan Ibnu Hazm nash-nash yang ada tidak mengandung suatu 'illat yang dijadikan alasan untuk meng-qiys-kan dengan kasus-kasus lain yang mempunyai kesamaan 'illat. Nash hany untuk menetapkan hukum sesuatu yang tertera di dalam teks. Sementara kasus yang tidak disebutkan di dalam teks tidak dapat dihukumi sama.50
c. Pandangan Ibnu Hazm tentang Sadd al-Dzar'ah
Konsep sadd al-dzarah tidak diakui oleh Ibnu Hazm sebagai dalil ahkam. Di dalam kitabnya, al-Ihkm fi Ushl al-Ahkm, Ibnu Hazm menggunakan ihtiyth, qath al-dzari atau al-musytabih. Di dalam kitabnya ini Ibnu Hazm mengungkapkan bahwa ada sekelompok ulama yang mengharamkan sesuatu bersandar kepada ihtiyth (kehati- hatian) dan khawatir dapat mengantar kepada keharaman.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun