Menciptakan Layanan konsumen sebagai Brand dan loyalitas
Di era yang serba terkoneksi sekarang ini, konsumen begitu mudah menyampaikan apresiasi dan keluhan terhadap produk dan layanan. Ketika era ini mulai merangsek di setiap lini industri bisnis, maka apa yang terjadi? Nah, Situasi ini tidak mengherankan, mengingat semenjak gencarnya internet mulai merambah dunia bisnis, begitu banyak industri bisnis merespon perubahan serta berusaha menyikapinya dengan bijak. Dengan adanya koneksi tersebut tentu ada 2 hal yang harus diperhatikan yaitu peluang dan ancaman. Hal tersebut menjadi titik kesadaran industri agar tumbuh berkontribusi, dengan melakukan perubahan baik internal maupun eksternal (menciptakan loyalitas konsumen). Salah satunya adalah membuat teknologi menjadi bagian dari ritme keseriusan perusahaan untuk menciptakan layanan berkualitas. Ini karena teknologi erat terkait dengan layanan berkualitas dan perubahan pola pikir konsumen.
Pertanyaannya apa yang membuat pola pikir konsumen mengalami pergeseran? Pertama, Dengan semakin cepatnya perubahan teknologi (social media, internet, smartphone) membuat konsumen begitu mudah untuk terkoneksi tanpa batas dalam mengamati tawaran-tawaran produk baru. Begitu pun teknologi memanjakan konsumen dengan seabrek produk, harga murah dan diskon serta informasi yang menggiurkan. Rupanya teknologi membawa dampak perubahan social dan ekspektasi, tuntutan berlebih dalam memeroleh produk. Sehingga antara teknologi dan psikologis konsumen memberi kontribusi besar dalam membangun lifestyle. Lifestyle inilah yang kemudian mendorong bergesernya pola pikir yang menempatkan konsumen sebagai bagian dari masyarakat yang sedang bertumbuh. Kedua, Tumbuhnya masyarakat baru karena kenaikan status, jabatan, dan besarnya gaji ataupun tumbuhnya perekonomian yang memberikan kontribusi besar bagi peningkatan daya beli. Dalam konteks social, masyarakat ini sedang mengalami pergeseran status menjadi kelas menengah yang terindikasi melalui cara berperilaku dalam merasakan tingkat kepuasan. Kepuasan ini penting bagi masyarakat yang fokus pada kualitas produk maupun layanan. Nah ketika kepuasan ini dipandang sebagai hasil investasi , maka yang terjadi adalah kelas menengah ini menuntut lebih terhadap kualitas. Ketiga, kecenderungan masyarakat yang hidup di kota besar dengan akses informasi, semakin membuka cakrawala berpikir. Termasuk di dalamnya yaitu tumbuhnya area-area tempat nongkrong yang digunakan membangun human relation social. Budaya nongkrong ini menjadi kesempatan berbagi informasi dan pengalaman maupun bersosialisasi yang pada akhirnya menanamkan persepsi maupun dinamika berpikir baru. Dapat disimpulkan bahwa semakin tingginya intensitas human relation social ini, semakin terbuka pula cara berpikir masyarakat. Karena melalui human relation social masyarakat belajar dan bertumbuh bersama dalam menyikapi perubahan.
Tentu dengan peta perubahan tingkat pertumbuhan masyarakat, akan memberi dampak pada bagaimana membangun “trust” terhadap konsumen. Bagaimana menciptakan loyalitas konsumen? Atau bagaimana membangun loyalitas konsumen sebagai brand? Di era seperti sekarang ini, menciptakan konsumen loyal sangat penting. Tidak ada perusahaan yang tidak menginginkan konsumen loyal. Semua perusahaan tentu menginginkannya. Cuma bagaimana supaya menjadikan konsumen semakin loyal? Loyalitas konsumen bisa dibangun melalui cara-cara yang sederhana, namun berdampak sangat luar biasa, yaitu word of mouth. Word of mouth hanya bisa dilakukan oleh konsumen yang loyal. Hal pertama yang bisa dilakukan untuk menciptakan loyalitas adalah melalui recruitment. Jadi sejak awal sudah dicari karyawan yang memunyai karakter layanan. Baik internal (back office) maupun eksternal (front liner) wajib memunyai empati, tulus, hospitality. Mengapa demikian? Service itu mengalir dari hulu ke hilir, siapapun yang berada didalam perusahaan harus melangkah, berdinamika dan bergerak dalam bingkai yang sama yaitu value for service. Dengan mem-filter dari awal dapat memberikan harapan hanya orang-orang terpilih yang bisa membuat konsumen semakin loyal. Dan dengan sendirinya konsumen loyal akan memberitahukan moment truth-nya kepada orang lain. Kedua, era sekarang bukan lagi zaman batu, maka dengan memanfaatkan social media besar kemungkinan menjadikan perusahaan semakin serius melibatkan konsumen dalam penyebaran informasi. Dan juga perusahaan pun tidak bisa lagi menutup diri dari pola pikir konsumen dengan segala pengaruhnya. Inilah era transparansi. Faktor ketiga yaitu menciptakan budaya yang kuat, melalui pelatihan secara konsisten. Dengan budaya layanan, perusahaan memiliki keutamaan nilai yang benar-benar dipegang dan dirasakan oleh seluruh karyawan. Sebagai contoh saya ambil dari 10 keutamaan Zappos:
-Memberikan layanan WOW
-Menerima dan mendorong perubahan
-Menciptakan kesenangan dan sedikit keanehan
-Bersikap senang berpetualang, kreatif dan berpikiran terbuka
-Mengusahakan pertumbuhan dan pembelajaran
-Membangun hubungan terbuka dan jujur dengan komunikasi
-Membangun tim yang positif dan semangat kekeluargaan
-Melakukan yang lebih dengan yang sedikit
-Bersemangat dan bertekun
-Rendah hati
Nilai-nilai ini yang tertanam di Zappos, nah tentu saja setiap budaya dibangun berdasarkan tujuan yang dicapai. Dan tentu saja pula, tidak semua perusahaan membangun nilai-nilai keutamaan yang sama. Untuk itu, keseriusan dalam membangun layanan konsumen seharusnya menjadi prioritas utama, karena konsumenlah yang menentukan kita akan bekerja atau tidak esok hari.
Sumber bacaan
1. Taufik. Rising Middle Class in Indonesia. 2012. Gramedia Pustaka Utama.
2. Hsieh, Tony. Delivering Happiness.2013. Kaifa Entrepreneurship
3. Kertajaya, Hermawan; Ridwansyah, Ardhi. Service with Character.2012. Gramedia, Jakarta
4. Tschohl, John. Achieving Excellence Thourgh Customer Service. 2003. Gramedia Pustaka Utama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H