Mohon tunggu...
Siti Zubaidah
Siti Zubaidah Mohon Tunggu... lainnya -

Seorang Ibu dari 3 anak, berkecimpung dalam dunia pembelajaran, dulu pernah sekolah di PGAN 28 dan IAIN Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Islam - Kristen Sudah Damai Kenapa Masih Dipanas-panasi

18 Agustus 2010   04:23 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:56 600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

[caption id="attachment_230332" align="alignright" width="300" caption="sentimen agama. sumber: google/image"][/caption] Isu membakar quran yang cukup sensitif saya baca di postingan kompasioner di sini. Saya semalam membaca cukup lelah tapi mengharukan sekali. Ada dialog sehat di situ dan banyak sekali hal-hal yang tidak saya ketahui tentang kristen jadi tahu, sebaliknya hal-hal yang melatar belakangi orang-orang kristen dalam penyebaran agamanya. Awalnya El-Maduri membuplish judul postingan, “Hari bakar Quran Sebuah Tragedi Kemanusiaan Agamis”. Pesan yang saya tangkap kurang lebih dari postingan itu adalah gerakan bakar qurann tidak lain merupakan propaganda untuk membenci orang islam dengan cara membakar kitab sucinya yang diagungkan itu. Dengan mengajak membakar quran artinya mengajak berperang dan memusuhi islam. Ujung-ujungnya adalah semangat kristenisasi tingkat dunia. Sebagai pendukung datanya, El-Maduri memaparkan "dosa-dosa" kristen dengan membantai orang-orang muslim di berbagai belahan dunia yang angkanya ratusan ribu. Namun tulisan itu untungnya ada yang membandingkannya dan terjadilah dialog yang sangat intensif. Ada tiga tokoh yang intens berdialog; Pertama, Zulkarnaen El-Madury, sebagai pemilik blog. Kedua, Reo, nickname ini singkat dan mewakili kalangan kristen. Ketiga, Nining, seorang ibu yang mewakili kalangan Muslim dan keempat, tata marceli, yang mewakili kristen juga. Singkatnya, dialog yang sedemikian panjang justru "menelanjangi" berbagai kekurangan dan maaf, justru memberi kesempatan kepada reo dan tata untuk menonjolkan sisi ajaran kristen kepada pembaca. Terbaca jelas betapa reo begitu sabar, dan pelan-pelan menjelaskan konsep trinitas dan berbagai isu kristenisasi. Sementara Ibu nining tidak emosi namun Pak Zul terbaca jelas dari jawabannya menggunakan karakter besar, tanda penegasan dan pembenaran. Sebagai muslim saya tidak akan terpengaruh dengan "kebenaran" konsep trinitas yang dijelaskan begitu gamblang oleh pak reo. Dengan argumentasi yang dipakai alquran, pak reo meyakinkan pak zul dan para pembaca bahwa ajaran kristen pun diakui quran. Namun tentu saja tidak akan ketemu jika masing-masing kalim kebenaran itu dengan cara menyalah-nyalahkan kedua kubu. Manfaat dari dialog itu saya rasakan adalah sebagai muslim harus meningkatkan rasa toleransinya bukan rasa "antinya".  Sikap ini merupakan satu-satunya yang bisa diterima seperti ajaran para ulama yang mengajarkan kesejukan. Sebab saya kira, "kebenaran"  Islam dengan "kebenaran" kristen  bukan untuk diadu. Karena kristolog akan berlawanan dengan islamolog dalam studinya. Tinggal orang bisa menilai sifat dan karakter dari masing-masing islamolog dan kristologlah yang bisa mencitrakan agamanya masing-masing.Dan juga bisa memanfaatkan untuk kebaikan dari masing-masing kristolog dan islamolog. salam - Sitiz

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun