SMA Negeri 1 Cikarang Utara menerapkan kebijakan pemakaian ciput bagi siswi yang mengenakan hijab sebagai bagian dari upaya menjaga kerapian dan keseragaman dalam berpakaian. Sekolah ingin menciptakan lingkungan yang nyaman, disiplin, dan mendukung proses belajar-mengajar tanpa gangguan dari hal-hal kecil seperti hijab yang tidak tertata rapi.
Dalam melakukan kebijakan ini melibatkan semua pihak, baik guru, staf, maupun siswi. Guru dan staf memiliki peran dalam memberikan pemahaman serta memastikan aturan ini diterapkan dengan baik. Sementara itu, para siswi yang mengenakan hijab diharapkan memakai ciput sebagai bagian dari seragam mereka sehari-hari. Sekolah tidak ingin aturan ini terasa seperti beban, melainkan sesuatu yang dipahami manfaatnya dan diterima dengan kesadaran penuh oleh siswa.
SMA Negeri 1 Cikarang Utara sudah menerapkan pemakaian ciput kepada siswi sekitar satu tahun mulai dari 2024 sampai sekarang. Penerapan kebijakan pemakaian ciput di SMA Negeri 1 Cikarang Utara ini disampaikan langsung oleh Pak Fikri Haekal Anwar, S.Pd, yang bertugas memberikan arahan dan penjelasan kepada seluruh siswa. Beliau menekankan pentingnya kebijakan ini sebagai bagian dari upaya menjaga kerapian dan keseragaman di lingkungan sekolah. Pak Fikri juga menjelaskan bahwa aturan ini tidak hanya sekadar kewajiban, tetapi untuk mendukung kenyamanan dan disiplin dalam kegiatan belajar-mengajar di sekolah.
Ada alasan kuat di balik kebijakan ini, selain untuk menjaga kerapian, ciput juga membantu siswi merasa lebih nyaman dan percaya diri dalam beraktivitas di sekolah. Dengan adanya keseragaman dalam berpakaian, diharapkan juga tumbuh rasa kebersamaan di antara siswa. Sekolah ingin menanamkan nilai-nilai disiplin dengan cara yang sederhana tetapi berdampak besar dalam kehidupan sehari-hari sehingga berharap agar siswi di luar sekolah bisa menggunakan ciput juga bukan hanya di sekolah melainkan di luar sekolah pun terbiasa menggunakan ciput.
Namun, dalam penerapannya, tentu ada tantangan yang muncul. Salah satu tantangan utama adalah adanya siswa yang merasa aturan ini membatasi kebebasan dalam berpakaian. Beberapa siswi mungkin belum terbiasa menggunakan ciput, sehingga merasa kurang nyaman atau mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri. Selain itu, faktor ekonomi juga bisa menjadi kendala bagi sebagian siswa yang mungkin tidak memiliki akses mudah untuk membeli ciput yang sesuai dengan aturan sekolah.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, pihak sekolah perlu mengambil pendekatan yang lebih komunikatif. Sosialisasi yang lebih intensif dapat membantu siswa memahami bahwa aturan ini bukan untuk membatasi, melainkan untuk mendukung mereka dalam beraktivitas dengan lebih nyaman dan rapi. Sekolah juga bisa memberikan kelonggaran dalam masa transisi agar siswa bisa menyesuaikan diri secara bertahap. Selain itu, sekolah bisa bekerja sama dengan pihak tertentu untuk menyediakan ciput bagi siswa yang mengalami kendala ekonomi, sehingga aturan ini bisa diterapkan dengan lebih inklusif.
Pada akhirnya, kebijakan pemakaian ciput ini bukan hanya tentang aturan berpakaian, tetapi juga bagian dari pembentukan kebiasaan baik yang akan berguna bagi masa depan siswa. Dengan pendekatan yang bijaksana dan solusi yang berpihak pada kebutuhan siswa, kebijakan ini dapat berjalan dengan lancar dan memberikan manfaat nyata bagi seluruh komunitas sekolah.
Kalyca 12 IPS 6
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI