Kolese Kanisius adalah lembaga pendidikan pendidikan Katolik yang berdiri pada tahun 1927. Dari masa ke masa, Kolese Kanisius selalu mencetak generasi pemimpin yang berkontribusi dalam kehidupan masyarakat. Semangat dasar 4C 1L selalu diupayakan menjadi bagian inti pendidikan di Kolese Kanisius. Keunikan Kolese Kanisius, sebuah keunggulannya dalam dunia pendidikan, adalah lingkungannya yang mendukung seluruh muridnya berpartisipasi dalam berbagai bidang yang siswa inginkan serta mendorong seluruh muridnya berpartisipasi secara aktif dalam akademik dan non-akademik.Â
Tanggung Jawab, Nilai Warisan Kolese Kanisius
Sejak dahulu, Kolese Kanisius selalu dengan lantang menyebutkan formasi generasi kepemimpinan sebagai program unggulannya. Hal tersebut memang pernyataan faktual, tidak hanya kegiatan ILT (Ignatian Leadership Training) dan kegiatan formasi kepemimpinan lanjut seperti ALT (Advanced Leadership Training) yang melatih karakter-karakter kepemimpinan pada Kanisian. Dalam dinamika kegiatan belajar sehari-hari, Kanisian juga belajar aspek-aspek penting, terutama tanggung jawab dalam kepemimpinan. Sebagai pribadi yang mengalami proses pendidikan di Kolese Kanisius, saya melihat bagaimana nilai tanggung jawab menjadi sebuah nilai inti dalam Kolese Kanisius.Â
Kanisian tidak sebatas dituntut bertanggung jawab dalam kegiatan belajar akademiknya, tetapi juga sebagai pribadi yang dituntut berkembang agar semakin magis. Salah satu bentuk dorongan Kolese Kanisius dalam pengembangan nilai tanggung jawab adalah budaya refleksi. Budaya refleksi merupakan salah satu budaya Kolese yang menjadi inti perkembangan diri Kanisian.Â
Dalam refleksi, Kanisian mengingat kembali apa tindakan yang diperbuatnya, memikirkan aspek yang dapat diperbaiki dari tindakan tersebut, dan melakukan aksi sebagai feedback. Aksi sebagai feedback adalah bentuk tanggung jawab terhadap aksinya di masa lalu. Jadi, refleksi bukan hanya melihat ke belakang, tetapi juga menjadi alat untuk bertanggung jawab atas tindakan dan menjadi pribadi yang lebih baik dalam berbagai aspek kehidupan.
Pada kelas 10, saya pernah ditegur oleh wali kelas karena tidak menuliskan refleksi dengan benar. Guru saya menasihati saya untuk membaca buku tersebut dengan seksama sebagai panduan refleksi, agar budaya ini bermanfaat bagi saya. Ia sangat menyayangi apabila saya tidak dapat berefleksi secara benar padahal sudah bersekolah di Kolese Kanisius hampir selama setahun. Saya merasa refleksi memang sangat efektif untuk mengenal diri, bertanggung jawab atas masa lalu, memahami situasi masa kini, dan membentuk masa depan dari harapan.Â
Tidak hanya budaya refleksi yang fokusnya adalah dimensi pribadi, Kolese Kanisius juga mendorong murid-muridnya untuk bertanggung jawab kepada masyarakat dan lingkungan sekitar. Dorongan ini berasal dari prinsip Jesuit, yakni "men and women for and with others". Terdapat kegiatan dan komunitas untuk mendukung Kanisian melaksanakan prinsip ini, bahkan ketika mereka masih seorang pelajar. Untuk pelajar kelas 11, Kolese Kanisius mengadakan kegiatan live in di mana Kanisian tinggal bersama dengan masyarakat pedesaan agar mereka merasakan kehidupan dan realitas sosial secara langsung, tidak hanya melihatnya lewat gawai. Tidak hanya merasakan, Kanisian juga bereaksi terhadap lingkungan sekitar. Salah satunya adalah Komunitas RHAI di mana para siswa mengajarkan anak TK-SD berhitung, menulis, dan membaca dasar.Â
Mendengar prinsip "men and women with others" dan aksi Kanisian yang lain, saat itu saya menjadi berpikir keras mengenai hal ini. Saya menjadi sadar telah menerima berkat banyak tak bernilai dari dunia dan masyarakat masyarakat, bagaimana saya tergolong masyarakat yang strata kelayakan hidupnya di atas rata-rata. Melihat aksi Kanisian yang lain, saya menjadi terinspirasi untuk memberi kembali ke dunia berkat yang saya terima. Saat ini, saya sedang menjadi tutor bagi adik kelas dan kawan di suatu komunitas pelajaran kimia.Â
Kanisius Kini: Pasca Pandemi
Melalui wawancara dengan alumni Kolese Kanisius pra-pandemi dan pengalaman langsung bersekolah ketika pandemi Covid-19 baru saja selesai, Kolese Kanisius telah mengalami banyak transformasi. Sentuhan digitalisasi memengaruhi banyak hal bagaimana Kolese Kanisius berjalan saat ini, terutama setelah PJJ dilaksanakan selama periode yang lama karena pandemi Covid-19. Setelah 2 tahun sekolah berjalan secara normal, rasa kaget akibat pandemi Covid-19 telah pulih kembali. Guru-guru dan murid-murid telah mendapatkan tempo belajar-mengajar yang semestinya ada. Murid-murid menanggapi proses pembelajaran dengan lebih serius dan guru-guru menjadi lebih energik.Â
Saya sendiri berkembang dengan pesat setelah melepas cangkang diri yang lemah saya ketika pandemi Covid-19. Kini, saya mempelajari suatu hal yang baru dibandingkan ketika pandemi baru selesai. Saya melihat perkembangan nilai yang cukup signifikan dari rata-rata kawan-kawan seangkatan saya. Adaptasi dan perkembangan ini saya anggap sebagai manifestasi nilai magis yang sangat baik. Tidak hanya itu, selesainya pandemi membuat kegiatan-kegiatan besar dapat dilaksanakan secara offline lagi. Contohnya, Canisius College Cup yang dilaksanakan sekarang dilaksanakan secara offline menjadi ajang pelatihan para Kanisian berorganisasi, bertanggung jawab, serta interaksi sosial.Â