SKEMA PEMBIAYAAN PERTANIAN DAN PETERNAKAN RAMAH PESANTREN
Pondok Pesantren sangat memerlukan pola pembiayaan hijau yang ramah Pesantren untuk mewujudkan inkubasi bisnis.
Oleh,
Salah satu opsi pembiayaan bagi Pondok Pesantren ialah; revolving fund . Bentuk ini merupakan pendanaan yang tanpa agunan serta penambahan margin. Lembaga yang diberi dana cukup mengembalikan modal dari pendanaan yang diberikan, lalu pihak pemberi dana akan menyalurkan dana tersebut.  Revolving fund biasa disebut dengan dana bergulir, merupakan opsi yang paling efektif dan efisien, mengingat efisiensi Pondok Pesantren membutuhkan beberapa indikator yang sangat rigid sekali. Hal ini dikarenakan bahwa  Pondok Pesantren merupakan lembaga sosial dan Pendidikan.Â
Oleh karenanya, bentuk pendanaan yang ramah terhadap Pesantren sangat dibutuhkan. KH. Abdul Ghoffarrozin, M.Ed selaku anggota Majelis Masyayikh juga telah menegaskan bahwa " Pola pendanaan yang paling tepat untuk bisnis Pesantren salah satunya adalah revolving fund" (16 November 2023). Harapannya bahwa skema ini akan berhasil menggarap beberapa project besar di Pesantren. Inisiasi ini akan dapat membuktikan bahwasannya skema ini mampu menyelesaikan permasalahan pendanaan, termasuk sektor berkelanjutan , dan tentu saja ramah lingkungan.
Apabila kita generalisir, skema pembiayaan yang ada di Indonesia di sektor pertanian dan peternakan juga mengalami masa kelabu. Hal ini dikarenakan antara permodalan tidak sesuai dengan harapan banyak petani yang ada di Indonesia, yang rata-rata lebih memilih skema pembiayaan ijon, yaitu; tengkulak memberikan modal dan hasil panennya dijual mereka dengan harga miring. Berbeda dengan peternakan, Â akan tetapi sama dalam hal permodalan.Â
Peternakan lebih miris pada sektor distribusinya, karena rata-rata peternak di Indonesia belum bisa membaca market dengan baik. BPS, 2022 menyebutkan bahwa rata-rata permodalan peternakan masih minim modal asing, tepatnya hanya 3 investor. Â
Disamping itu, BPS, 2023 menyatakan bahwa  jumlah usaha sektor pertanian ST2023 sebanyak 29.360.833 unit, turun sebanyak 2,35 juta unit atau 7,42 persen dibandingkan dengan tahun 2013 yang sebanyak 31.715.486 unit. Statistik tersebut membuktikan bahwa akses permodalan masih menjadi kendala yang sangat berarti.Â
Hal itu semua harus menjadi pembelajaran bagi Pondok Pesantren. Lembaga ini harus bisa mereplikasi fenomena yang terjadi di tengah masyarakat, namun dalam ruang evaluasi. Semangat pembangunan berkelanjutan harus menjadi nilai-nilai yang diaplikasikan oleh lembaga soko guru ini. Pesantren harus mampu menerjemahkan  prinsip dan skema 17 SDGs, yang mana kesemuanya itu telah dimiliki oleh Pondok Pesantren.Â