3. Kritisisme:
Kritisisme adalah sintesis antara empirisme dan rasionalisme. Aliran ini dipopulerkan oleh filsuf Jerman, Immanuel Kant (1724-1804). Menurut Immanuel Kant, berpikir adalah membuat sebuah keputusan. Dalam putusan terjadi sintesis antara data-indrawi dan unsur-unsur a priori akal budi. Baginya, empirisme dan rasionalisme itu sama-sama penting.
Dalam proses berpikir atau proses putusan ada 3 aktivitas. Aktivitas pertama adalah menangkap data-data empiris. Penangkapan data-data empiris ini dilakukan oleh panca indra. Kedua, data-data indrawi yang sudah ditangkap itu akan masuk ke dalam otak manusia dan akan bertemu dengan kategori-kategori a priori akal budi. Di situ, Kant menjelaskan ada 12 kategori a priori dalam akal budi manusia. Jika Aristoteles hanya 10 kategori, maka Immanuel Kant menambahkan 2 lagi, sehingga menjadi 12 kategori.
Ketiga, dalam mengambil keputusan itu ada sintesis data-data indrawi dan kategori-kategori akal budi. Jadi, data-data indrawi yang sudak kita ambil itu kemudian dicocokan dengan 12 kategori yang ada di dalam akal budi manusia. Jadi, menurutnya jika hanya data-data empiris, maka bukan disebut pengetahuan . tetapi jika sudah ada kolaborasi antara data-data empiris dengan kategori-kategori akal budi, barulah disebut pengetahuan.
4. Positivisme:
Dalam pandangan ini, mereka berpendapat bahwa yang ilmiah hanyalah sesuatu yang faktual atau yang berdasarkan pada kenyataan saja. Hal ini lebih meradikalkan pandangan Immanuel Kant dan juga filsuf empiris yang mengatakan bahwa pengetahuan itu hanya mungkin menggunakan data-data yang faktual atau data-data indrawi. Salah satu tokohnya adalah Auguste Comte (1789-1857). Secara lebih spesifik, Auguste Comte memperkenalkan sejarah perkembangan ilmu pengetahuan.
Menurutnya ada 3 sejarah perkembangan ilmu pengetahuan. 3 tahap itu yaitu, tahap Teologis, metafisis dan positif. Dia mengatakan bahwa pada mulanya manusia memperoleh pengetahuan melalui tahap pengetahuan secara Teologis. Artinya bahwa manusia mencari sebab terakhir di belakang peristiwa alam dan menemukannya di dalam Tuhan atau dewa-dewa. Tahap pertama ini disebutnya sebagai tahap anak-anak. Kedua, tahap metafisis. Tahap ini adalah ingin mencari sebab terakhir yang ditemukan di dalam abstraksi-abstraksi metafisis (causa prima, either dan lain sebagainya). Proses ini terjadi sebuah proses rasional. Tahap ini disebut sebagai tahap remaja. Ketiga adalah era atau pengetahuan yang positif. Di sini dijelaskan bahwa sebab peristiwa alam itu berdasarkan data-data indrawi (fakta) yang diperoleh melalui observasi. Hal inilah yang menjadi sebuah acuan bahwa yang ilmiah adalah yang berdasarkan data-data indrawi yang sudah diobservasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H