Tidak dipungkiri bahwa dunia saat ini sedang mengarah menuju suatu bentuk pemerintahan global dibawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Globalisasi yang ditandai dengan kemajuan pesat pada bidang komunikasi dan informasi, serta kemudahan transportasi telah mendorong pula terjadinya transformasi peradaban manusia modern pada abad ke-21 ini termasuk dalam bidang politik dan pemerintahan, utamanya dalam skala dunia.Â
Pada tahun 2016 ini, PBB telah menginjak usianya yang ke-71 dimana masih banyak pekerjaan dan tugas yang belum tercapai jika ditilik berdasarkan visi dan misi PBB (UN Charter). Namun perlu diakui bahwa kiprah PBB dalam membantu perbaikan dunia cukuplah signifikan tentunya mengingat dukungan yang diberikan oleh para anggotanya yakni negara-negara berdaulat. Memang, PBB bukanlah entitas tersendiri (dependent entity) mengingat PBB dapat bertahan hanya oleh karena keberadaan negara anggotanya, sehingga tak munafik bahwa juga terjadi pertarungan kepentingan-kepentingan (clash of interests) didalamnya, terutama yang dilakukan oleh negara-negara besar (major powers).Â
Namun, pada Februari 2013, mulai terlihat langkah reformasi mengejutkan yang dilakukan oleh PBB sebagai mesin birokrasi dunia yakni ada posisi baru dalam ring-1 Perserikatan Bangsa-Bangsa yakni Utusan Khusus Sekretaris Jenderal PBB untuk bidang Kepemudaan (UN Youth Envoy). Ahmed Alhendawi (Jordania) ditunjuk sebagai yang pertama menduduki posisi prestisius tersebut. Ini membuktikan bahwa PBB mulai melirik generasi muda di seluruh dunia sebagai basis pendukungnya terlepas dari dukungan struktural dan mekanis yang diberikan setiap negara anggota, namun dengan kekuatan 1,7 miliar jiwa anak muda dari berbagai penjuru dunia, PBB tentu akan menjadi suatu entitas yang memiliki pengaruh jauh lebih signifikan dan mampu mengambil sikap kebijakan yang lebih mandiri.Â
Setelah 3,5 tahun lebih eksistensi UN Youth Envoy, beberapa lembaga PBB seperti UNFPA, UNDP, UN HABITAT, UNESCO, UNAOC, dan UNIDO telah terlihat banyak mengadopsi konsep pemberdayaan pemuda (youth empowerment) dalam kebijakan dan programnya di seluruh dunia. Ini mengindikasikan bahwa kepemudaan semakin penting posisinya sebagai pilar penunjang pembangunan dunia. Kepemudaan kini menjadi suatu gejala yang harus ditanggapi secara positif dan komprehensif bukan hanya sekedar fenomena demografi dan sosial yang dibiarkan terjadi secara auto-pilot. Harus ada strategi yang sungguh-sungguh dalam mengakomodasi berbagai kepentingan yang diperjuangkan oleh para pemuda-pemudi di seluruh berbagai negara terlebih pada negara yang memiliki struktur demografi penduduk muda yang dominan seperti China, India, Indonesia, Brazil, negara-negara anggota ASEAN, negara-negara Afrika, dan negara-negara Timur Tengah.Â
Di Indonesia sendiri, kita masih belum melihat adanya kesungguhan dari pemerintah nasional terutama Kementerian Pemuda dan Olahraga dalam menyikapi gejala kepemudaan nasional, apalagi jika dikaitkan dengan bonus demografi yang seharusnya jauh lebih serius ditangani. Seharusnya Kemenpora semakin mengalokasikan anggarannya lebih besar untuk bidang kepemudaan dibanding olahraga. Dukungan pemerintah sebagai pemain utama dalam sistem kebijakan sangatlah krusial bagi pembangunan kepemudaan Indonesia terlebih bagi pemuda-pemudi yang ingin mendunia melalui prestasi, kompetensi, dan dedikasi mereka bagi bangsa.Â
Salahsatu strategi yang seharusnya didukung pemerintah adalah dengan membantu pemuda/i Indonesia yang berkualitas tinggi untuk mendapatkan posisi di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) baik struktural maupun non struktural. Kita memang negara yang besar dilihat dari jumlah penduduknya dan luas teritorialnya, namun posisi kita kalah jauh dalam hal kontribusi personil di berbagai lembaga PBB padahal ini sangat penting bagi pengembangan sumber daya kemanusiaan kita terutama pengalaman bekerja di institusi birokrasi terbesar tingkat dunia. Meskipun bukan di PBB, melainkan di Bank Dunia (World Bank), figur Sri Mulyani Indrawati telah menjadi contoh favorit bagi generasi muda Indonesia untuk menjadi bagian dari kepemimpinan global dan membuktikan bahwa kualitas SDM Indonesia tak kalah dari negara-negara lain.Â
Akhirnya, kualitas Ibu Sri Mulyani pun 'baru diakui secara penuh' setelah kembali ke Indonesia untuk menjadi Menteri Keuangan kembali pada Juli yang lalu. Jangan sampai terulang hal tersebut bagi generasi muda kita. Pemerintah harus serius untuk membina pemuda-pemudinya sejak dini untuk menjadi pemimpin kelas dunia. Generasi muda ada bukan untuk diremehkan, bukan untuk dikecilkan, bukan untuk diatur sedemikian rupa menjadi boneka, namun untuk dibimbing, diarahkan, diajarkan sehingga mereka mampu mendunia dengan kualitas dan integritasnya yang sangat terjamin dan negara hadir di dalam proses itu.Â
Tidak banyak media massa yang mengulas tentang betapa kronisnya masalah kepemudaan kita ditinjau dari aspek kebijakan pemerintah yang terlalu statis, kurangnya keberpihakan pemerintah dalam menyokong inisiatif-inisiatif pemuda baik secara administratif maupun finansial, serta masih lemahnya sistem pendidikan nasional dalam mengembangkan kualitas SDM kepemudaan. Ini tentu bukanlah hal mudah, tetapi tetap ada solusinya. Selama pemerintahan-pemerintahan yang telah berlalu sejak masa reformasi hingga sekarang, belum ada terobosan besar dalam bidang kebijakan kepemudaan.Â
Kemenpora dan kementerian-kementerian lainnya harusnya segera membenahi diri untuk segera mengadopsi sistem youth-centered policy sehingga selain kualitas birokrasi mereka meningkat, akan juga penuh dengan inovasi dan inisiatif yang mendorong kemajuan negeri ini di berbagai bidang. Inilah yang menjadi pilar penting negeri kita dalam menghadapi persaingan global yang kian ketat.
Sudah saatnya bagi Indonesia untuk menempatkan putra-putri terbaiknya di PBB dengan jauh lebih terarah dan melalui strategi matang bukan ad hoc saja seperti yang diumumkan oleh Kementerian Luar Negeri. Layaknya atlet yang harus mengikuti banyak pelatihan dan kejuaraan sebelum melangkah maju ke Olimpiade, maka pemuda-pemudi Indonesia pun perlu dibina secara serius untuk melangkah maju ke meja kerja PBB. India, China, dan sebagian besar negara Eropa telah sangat serius dalam hal ini, dan Indonesia sebagai negara terbesar dan disegani di Asia Tenggara pun sudah sepantasnya untuk mulai memikirkan dan segera beraksi.Â
Haruskah kita kalah bersaing lagi dengan bangsa lain sementara prestasi olahraga kita masih stagnan meskipun anggarannya dihabiskan percuma? Saya akan sangat mendukung jika kementerian pemuda dan olahraga dipisah saja, mungkin akan terlihat tidak efisien pada awalnya namun implikasinya akan jauh lebih besar dan positif bagi kepemudaan kita. Semoga pemerintahan yang dipimpin Jokowi dan yang akan datang mendengarkan aspirasi ini.