Mohon tunggu...
Steve Effendi
Steve Effendi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ahok dan Kebhinekaan

14 Mei 2017   00:11 Diperbarui: 14 Mei 2017   15:11 418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pasca vonis dua tahun penjara terhadap Basuki Tjahaya Purnama atau yang biasa disebut Ahok terhadap “dugaan” kasus penistaan agama, terjadi aksi masa di sejumlah daerah di Indonesia bahkan meluas hingga ke luar negeri yang meminta Ahok dibebaskan. Disini penulis sengaja menggunakan kata “dugaan” karena memang tuduhan penistaan agama terhadap Ahok tersebut bersifat subjektif. Dalam pandangan penulis, aksi massa damai yang massive tersebut  merepresentasikan suara dari empat kelompok:

  1. Masyarakat minoritas agama yang selama ini bungkam dan diam. Mereka menggunakan momentum ini untuk menyampaikan suaranya bahwa ruang gerak mereka selama ini sangat dibatasi, terutama ketika melaksanakan ibadah dan ijin mendirikan bangunan tempat ibadah.
  2. Masyarakat etnis tertentu (Tionghoa dan sebagainya) yang selama ini termarjinalkan. Melalui aksi damai ini mereka ingin menunjukkan bahwa seakan fakta politik identitas masih menjadi batu sandungan dalam integrasi bangsa Indonesia. Terlebih bagi masyarakat Tionghoa yang akhir-akhir ini sering dibenturkan dengan istilah non-pribumi yang akhirnya menciptakan sekat dalam masyarakat. Dan Ahok yang merupakan etnis Tionghoa menjadi bukti nyata atas politik identitas di Indonesia.
  3. Masyarakat Indonesia di luar pulau Jawa yang selama ini seakan berperan sebagai penonton dinamika politik di Jawa, ingin menyampaikan pesan melalui aksi damai dukungan untuk Ahok bahwa keributan politik di Jawa tidak mereprentasikan Indonesia yang harmonis di luar pulau jawa. Seolah mereka ingin menyindir Jawa bahwa dinamika kehidupan sosial masyarakt di daerah mereka telah mengedepankan toleransi, dan perbedaan bukanlah pemisah melainkan sebagai kenyataan yang sangat indah untuk saling melengkapi. Indonesia bukan hanya Jawa melainkan perpaduan dari banyak suku, budaya, ras dan kepercayaan.
  4. Ahok merepresentasikan harapan masyarakat Indonesia akan kerinduan adanya sosok pemimpin yang tegas dan berani melawan para koruptor. Masyarakt pendukung Ahok pada kelompok ini bisa dikatakan sebagai penganut nasionalisme multikultural sesuai dengan hakikat bangsa Indonesia yang multi etnis. Dalam pandangan mereka, Ahok merepresentasikan sosok yang mereka tunggu untuk melawan para penjahat koruptor di negeri ini.

Sehingga dengan demikian, tuntutan masa pendukung Ahok yang terjadi di beberapa kota Indonesia dan di luar negeri bukan berdasarkan pada isu kekalahan Pilkada DKI ataupun vonis atas penistaan agama melainkan pada isu ketidakadilan.

Fenomena aksi damai yang terjadi di beberapa kota di Indonesia bahkan meluas hingga ke luar negeri mengingatkan kita pada gerakan people power yang mengacu pada revolusi sosial damai. People power dalam kasus Ahok ini bukan dalam rangka menggulingkan pemerintahan melainkan melawan ketidakadilan. Gerakan people power ini bisa berujung pada tekanan politik kepada pemerintah untuk menuntut pembubaran kelompok radikal di Indonesia.   

Bisa dikatakan bahwa masyarakat Indonesia saat ini terpecah menjadi dua kelompok, yaitu kelompok pendukung Ahok dan kelompok yang mengatasnamakan sebagai "agama mayoritas". Cukup menarik meninjau kelompok penentang Ahok yang selama ini dikenal sebagai kelompok golongan kanan seolah-olah menunjukkan suatu fenomena baru bahwa mereka saat ini telah berubah menjadi kelompok radikal. Sikap radikal akan mendorong perilaku individu untuk membela secara matian-matian mengenai suatu kepercayaan, keyakinan, agama, atau ideologi yang dianutnya (Sarlito Wirawan: 2012). Menurut Said Aqil Siradj (2006) pengertian radikalisme agama adalah penganut agama yang mempunyai pikiran yang kaku dan sempit dalam memahami agamanya, serta bersifat eksklusif dalam memandang agama-agama lainnya dan kelompok radikal seperti ini akan ada di dalam setiap agama apapun. Disini dapat dianalisa bahwa pergerakan kelompok radikal yang selama ini terjadi seolah ingin menunjukkan "pesan" bahwa ada sesuatu yang salah di negeri ini sehingga aksi mereka didukung oleh masyarakat luas yang merasa kepentingannya terwakili. Asumsi penulis, masalah dasar tersebut adalah isu kesejahteràan dan keadilan sosial yang menjadi akar permasalahan di negeri ini.

Solusi yang dibutuhkan oleh negeri ini adalah sosok pemimpin yang melebur tidak mengatasnamakan golongan, visioner dan mengayomi, mengingat Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia terbentuk atas paham nasionalisme multietnik seperti yang di sampaikan oleh para founding fathers kita. Sosok Presiden Jokowi berhasil menjawab harapan masyarakat Indonesia yang sebagian besar pemilihnya dari golongan masyarakat kelas bawah, dan sosok Ahok dapat mewakili harapan masyarakat untuk memiliki figur pemimpin yang tegas dan berani melawan penjahat di negeri ini. Bisa jadi, duet pasangan ini bisa berlanjut pada pemilihan presiden 2019 mengingat besarnya dukungan masyarakat kepada kedua tokoh ini.

Salam Indonesia damai

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun