Belakangan ini ramai ribut-ribut kecil antara pendukung Jokowi dan Dahlan Iskan.
Sebagai pendukung kedua sahabat, semoga keributan ini hanyalah bumbu-bumbu dalam persahabatan karena Beliau berdua sebenarnya masih satu platform, yaitu nasionalis.
Sejatinya memang tidak ada manusia yang sempurna, kritik dan saran solutif memang harus diberikan agar pemimpin kita tidak berjalan salah arah.
Saya menyukai Dahlan Iskan, yang memang terlihat lebih 'menonjol' dan berbeda dibanding menteri lainnya.
Apa yang telah dilakukan Bapak Dahlan dalam memajukan grup Jawa Pos sangat luar biasa, tulisan dan buku Beliau menginspirasi banyak orang dan langkah-langkah taktis Beliau ketika menjadi menteri BUMN juga hebat.
Negeri ini butuh banyak sekali orang hebat yang bersedia mengabdi tulus untuk membangun Indonesia yang lebih baik.
Maka dari situlah saya memahami ambisi Bapak Dahlan menjadi presiden untuk memberikan yang terbaik bagi Indonesia.
Kata kuncinya adalah momentum.
Sejauh yang saya lihat, momentum Demokrat sudah lewat, terlalu banyak kesalahan yang dalam periode 2009 - 2014 pada ujungnya menjatuhkan marwah partai.
Dari ketua umum Anas Urbaningrum, bendahara, anggota DPR sampai menterinya pun ditangkap KPK karena korupsi yang tentu saja ironis dengan slogan partai, katakan tidak pada korupsi.
Apa yang diingat rakyat tentang SBY sekarang?
1000%, 2000% pasti soal Bunda Putri, Century dan Hambalang, diamnya sang presiden ketika dimaki pecundang oleh Habib Rizieq dan lelucon terbaru adalah mengenai mobil LGCC yang dikatakan Presiden untuk angkudes.
Saya rasa hampir tidak berbekas, modal politik angka 60% lebih ketika Pemilu 2009.
Di bidang politik, langkah elite Demokrat dari Ruhut Sitompul, Nurhayati, Ramadan Pohan sampai ketua umumnya SBY ikut-ikutan menyerang "the people champion" Jokowi, malah menuai badai hujatan ke partai berlambang mercy tersebut.
Jokowi adalah model pemimpin dengan antitesa sempurna untuk SBY, melayani versus elitis, bukan jamannya lagi pencitraan dengan mengeluh dan memelas atau bikin lagu.
Ketika Dahlan memutuskan ikut konvensi capres Demokrat, saya merasa inilah salah satu blunder Dahlan.
Modal politik Dahlan Iskan selama ini cukup bagus tetapi sekarang seakan terjun bebas.
Apabila memang dilamar atau dipaksa SBY, seharusnya Beliau bisa saja menolak.
Apalagi pemenang konvensi sepertinya sudah ditentukan, Pramono Edhi Wibowo. Dan mohon maaf, sekalipun judulnya konvensi calon presiden, saya merasa hanya akan diajukan sebagai calon wakil presiden.
Sebagian besar psikologi rakyat Indonesia masih tidak begitu senang dengan orang yang terlihat terlalu berambisius, ambil contoh Amien Rais.
Semoga ke depannya Pak Dahlan Iskan tidak mundur sebagai menteri BUMN seperti Dino Patti Djalal yang mundur sebagai Duta besar Indonesia untuk Amerika hanya untuk ikut konvensi odong-odong.
Bekerjalah sebaik-baiknya untuk bangsa dan negara, hindari perilaku korupsi, dan jadilah duta perubahan untuk Indonesia yang lebih baik.
Pengabdian untuk kebaikan bisa ada dimanapun, selamat berjuang, Dahlan Iskan...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H