Mohon tunggu...
Stevanus Sembiring
Stevanus Sembiring Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Sedang belajar di PTN

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kebijakan Baru, Pembelian Pertalite Harus Menggunakan Aplikasi!

21 Juli 2022   08:30 Diperbarui: 21 Juli 2022   08:31 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

PT Pertamina Patra Niaga akan memberlakukan kebijakan baru dalam proses pembelian bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite dengan menggunakan aplikasi MyPertamina. Kebijakan ini ramai diperbincangkan oleh masyarakat terkait banyaknya kontra yang disebabkan. Seperti yang kita ketahui bersama, permasalahan pertalite ini sudah memanas sejak beberapa bulan lalu. Bulan April lalu wacana ini sudah disuarakan oleh berbagai pihak dari pemerintahan, salah satunya dari Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan sempat menyinggung kemungkinan adanya kenaikan harga pertalite bersamaan dengan pertamax. Namun pada akhirnya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hanya mengesahkan kenaikan pertamax yang semula 9.000/liter menjadi 16.000/liter dan menunda kenaikan pertalite dengan mempertimbangkan beban masyarakat menengah ke bawah.

            Menurut PT Pertamina Patra Niaga kenaikan Pertamax dipicu oleh harga minyak dunia yang melambung, sehingga mendorong harga minyak mentah Indonesia pun mencapai mencapai US$114,55 (Rp1,64 juta) per barel pada 24 Maret 2022. Kondisi itu dapat menekan keuangan Pertamina, sehingga penyesuaian harga BBM non-subsidi tidak terelakkan. Konsumsi Pertamax sendiri hanya berkisar 14%, jauh lebih kecil apabila dibandingkan konsumsi BBM bersubsidi yang mencapai 83%. Kenaikan pertamax sudah diprediksi akan meningkatkan animo msyarakat untuk beralih pemakaian BBM ke jenis pertalite. Harga pertalite sendiri dikatakan masih terjangkau sekitar Rp. 7.650/liter dibandingkan dengan beberapa negara tetangga di Asia. Seperti misalnya di Singapura harganya sudah mencapai Rp 31.682 per liter dan Thailand Rp 20.878 per liter. Bank Mandiri dalam laporannya berjudul Global and Indonesia Economic Outlook 2022 memperkirakan harga keekonomian Pertalite saat ini ada di kisaran Rp 14.250/liter. Jika harga Pertalite terus dipertahankan seperti saat ini, maka kompensasi yang harus dibayar pemerintah kepada Pertamina akan semakin melonjak. Salah satu pakar ekonomi mengatakan jika pertalite tidak naik maka selisih harga yang ditanggung Pertamina berkisar Rp 15,1-16,39 triliun per bulan. Dalam APBN 2022, subsidi BBM dan LPG 3 kg ditetapkan sebesar sebesar Rp 77,55 triliun, beban subsidi akan membengkak menjadi Rp 14,6 triliun jika BBM Pertalite tidak naik.

            Permasalahan baru ini membuat PT. Pertamina harus mengusulkan kebijakan baru yaitu sistem pembelian BBM jenis pertalite harus menggunakan Aplikasi MyPertamina. Kebijakan ini diharapkan bisa membuat penyaluran BBM subsidi tersebut tepat sasaran. Sebab, data yang ada di aplikasi akan menunjukkan pembeli berhak mendapatkan BBM subsidi atau tidak. Namun, kebijakan baru ini ternyata dinilai menyusahkan oleh sebagian masyarakat. Selain itu, masyarakat juga khawatir data bocor sehingga membuat antrean di pom bensin makin panjang hingga tidak bersahabat dengan masyarakat yang gagap teknologi. Kebijakan ini akan diuji cobakan mulai 1 Juli 2022 di 11 kota terlebih dahulu. Jika kebijakan ini membuat subsidi pertalite menjadi tepat sasaran maka kemungkinan besar PT. Pertamina akan mengusulkan hal tersbeut menjadi permanen.

            Perlu kita ketahu bersama juga, aturan berada di POM bensi adalah tidak menggunakan ponsel hal ini juga membuat masyarakat kebingungan. Namun sepertinya PT. Pertamina sudah membuat sekema yang baik untuk menerapkan kebijakan ini. Sebenarnya tidak ada salahnya juga kebijakan ini diterapkan, hanya saja mungkin perlu dipertimbangkan berbagai keluhan masyarakat yang ada saat ini. Zaman sekarang memang semua sudah serba digital, tapi apakah msyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah juga ikut terdampak dengan digitalisasi dengan rata seperti yang lainnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun