Mohon tunggu...
Stevano Margianto
Stevano Margianto Mohon Tunggu... -

Berharap Indonesia bersinar.....

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Rapor Merah Kebebasan Beribadah di Indonesia

25 Juli 2012   08:48 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:38 1143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Oleh: Margianto

Gangguan terhadap tempat ibadah di Indonesia masih terus terjadi. Meski UUD 45 pasal 29, bahwa Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu; tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Masih banyak terjadi gangguan terhadap tempat ibadah-khususnya gereja di Indonesia. Alasannya pun beragam dan klise, yakni, tidak ada izin RT/RW, tidak ada IMB, dan yang lebih parah lagi adalah karena ketidaksukaan (intoleran) masyarakat terhadap kehadiran tempat ibadah tersebut.

Tak bisa dipungkiri bahwa, gangguan terhadap pendirian tempat ibadah ini semakin marak pasca terbitnya Peraturan Bersama Menteri (PBM) : Menteri Dalam Negeri RI dan Menteri Agama RI Nomor 8 dan 9. Mencuatnya PBM ini dinilai, justru memicu sejumlah tindakan kekerasan yang berkaitan dengan masalah keberagamaan, terutama pendirian rumah ibadah. Hal ini terekam jelas bahwa maraknya kasus penutupan gereja di Bekasi, Bogor, beberapa wilayah di Jawa Barat serta belasan gereja di Aceh Singkil beberapa waktu lalu-menunjukkan keberagaman dan kebebasan beribadah di Indonesia masih mendapatkan rapor merah.

Adakah kebebasan yang benar-benar bebas tanpa batas? Bukankah kebebasan seseorang atau sekelompok orang, sesungguhnya akan menjadi pembatas dari kebebasan orang lain atau kelompok lainnya. Dalam bahasa logika yang lain, kebebasan seseorang atau sekelompok orang pada saat bersamaan sesungguhnya telah merampas kebebasan orang lain atau kelompok yang lainnya. Kebebasan beragama adalah kebebasan untuk menentukan pilihan memeluk suatu agama yang diyakini. Kebebasan ini merupakan hak asasi setiap manusia yang dilindungi oleh undang-undang. Kebebasan beragama juga dapat bermakna bebas membentuk agama baru. Ketika seseorang bebas memeluk suatu agama, sesungguhnya ia tidak lagi bebas, karena akan terikat dengan ketentuan agama yang dipeluk dan diyakininya. Demikian juga, ketika sekelompok orang membuat suatu agama baru, sebagai "produk baru keyakinannya," maka saat itu juga sesungguhnya mereka tidak lagi memiliki kebebasan, karena setiap produk keyakinan harus teruji oleh publik dengan syarat-syarat rasional atau juga mungkin ir-rasional yang diyakini. Intinya tidak ada kebebasan beragama yang "sebebas-bebas"nya.

Fakta keberagamaan juga menunjukkan, bahwa di negara-negara yang diklaim sebagai negara bebas, seperti beberapa negara di Eropa dan Barat, aliran-aliran atau sekte-sekte tertentu juga terlarang bahkan tak jarang mengalami tindak kekerasan oleh penganut agama lainnya, ditangkap dan diadili dengan alasan mengganggu ketertiban umum atau mengancam keselamatan dan ketenangan publik.

Kebebasan beribadah, adalah hak bagi setiap pemeluk agama untuk melaksanakan kewajiban agamanya sesuai dengan keyakinannya. Melaksanakan ibadah sesuai tuntunan agama yang dianut juga sekaligus menjadi kewajiban para pemeluknya sebagai cermin ketundukan, ketaatan dan loyalitas keberagamaan seseorang terhadap agama yang diyakininya. Adakah kebebasan beribadah bermakna kebebasan sebebas-bebasnya (tanpa batas) untuk melaksanakan ibadah menurut keyakinan setiap penganut agama? Faktanya tidaklah mungkin. Penghapusan 7 kata dalam Piagam Jakarta yang kemudian menjadi dasar penetapan Pembukaan UUD-1945 adalah bukti historis yang sangat kuat untuk menjawab pertanyaan di atas.

Sepanjang sejarah umat manusia, tidak ada manusia yang hidup bebas tanpa terikat oleh aturan, termasuk pada masyarakat primitif sekalipun. Semakin modern kehidupan masyarakat, semakin banyak aturan yang mengikatnya. Lebih lagi dalam kehidupan beragama. Aturan itulah yang akan memberikan perlindungan atas hak-hak umat beragama. Tetapi yang terpenting adalah bagaimana melaksanakan aturan itu secara konsisten. Mau bersedia dan bertenggangrasa untuk hidup dengan orang yang berbeda agama atau beda keyakinan.

Kebebasan Beragama, Berkeyakinan & Beribadah Hanya Pepesan Kosong

Seperti diangkat dalam program Inside MetroTV dengantema "Menanti Solusi Damai Untuk Minoritas" beberapa waktu lalu, sedikitnya 16 undung-undung (kapel tempat ibadah Kristiani) atau gereja yang disegel oleh Tim Terpadu Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Singkil. Kasus penyegelan dan penyerangan gereja di Banda Aceh ini terjadi pada 1 Mei 2012 lalu. Polemik penyegelan rumah ibadah umat Kristiani di Kabupaten Aceh Singkil ini pun sampai sekarang masih menyisakan tanda tanya. Kapankah umat Kristiani di Indonesia bisa "bebas" melakukan ibadah? Bahkan penutupan sejumlah gereja di Aceh Singkil juga belum menjadi perhatian pemerintah. Padahal itu adalah pelanggaran hak asasi manusia (HAM) karena ada pembatasan hak-hak warga negara walaupun dengan alasan apapun.

Jika dicermati, kasus di atas sebenarnya hanya merupakan sebagian dari rentetan pelanggaran terhadap kebebasan beribadah dan beragama yang di daerah lain bentuknya bisa bervariasi mulai dari penutupan, penyegelan, intimidasi, pembubaran secara paksa kegiatan umat beragama tertentu. Sebut saja diantaranya yang menimpa umat Ahmadyah, HKBP Yasmin Bogor dan HKBP Filadelfia Bekasi. Kasus tersebut masih yang tercatat dan mencuat lewat media massa, bagaimana dengan kasus serupa yang masih luput dari perhatian karena keterbatasan teknis maupun tindakan massif namun "ditutupi" oleh penguasa. Tentu angkanya akan semakin mencengangkan!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun