Mohon tunggu...
Humaniora

Menjaga Perdamaian di Indonesia dengan Menggunakan Bahasa Santun

30 November 2015   19:32 Diperbarui: 30 November 2015   19:56 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kedamaian, tak bisa disangkal, adalah hal yang menjadi keinginan hati setiap orang. Walau terkesan sedikit dramatis, menjaga kedamaian terutama kedamaian tanah air kita tercinta ini adalah salah satu hal amat keren yang harusnya ingin dilakukan oleh semua orang Indonesia. Mulai dari anak-anak, pemuda remaja, dan sampai kakek nenek. Meski menjaga kedamaian identik dengan turun ke medan perang dan membawa senjata api, sebenarnya ada cara lain yang lebih sederhana yang bisa dilakukan oleh semua orang untuk turut serta menjaga perdamaian di Indonesia.

Ya, salah satu jawabannya adalah dengan menggunakan bahasa santun. Bagaimana bisa dengan berbahasa santun seseorang dikatakan menjaga perdamaian? Tentu saja bisa. Contohnya, ada siswa X dari sekolah A tanpa sengaja menabrak siswa Y dari sekolah B lalu alih-alih meminta maaf siswa X malah menghina siswa Y yang ia tabrak itu dengan kata-kata makian yang kasar. Sudah tentu, siswa Y tidak terima dengan perlakuan seperti itu dan menjadi marah. Makian yang dibalas makian kemudian berkembang menjadi perkelahian, lalu mungkin saja terus meluas menjadi tawuran antar sekolah. Seandainya saja sejak awal bukan bahasa kasar yang digunakan tetapi bahasa santun, tentunya tidak akan sampai terjadi perkelahian dan kedamaian bisa tetap terjaga.

Belajar berbahasa santun pada dasarnya adalah belajar menjadi rendah hati, belajar menghormati serta menghargai orang lain. Karenanya bahasa santun tidak semudah membalikkan telapak tangan, terutama untuk kalangan remaja yang terbiasa dengan bahasa 'gaul' alih-alih bahasa santun. Selain itu, orang yang berbasa santun juga harus memenuhi empat buah maksim (prinsip). Maksim tersebut antara lain maksim kualitas, kuantitas, relevansi, dan cara. Secara berurutan berarti seseorang harus mengatakan hal yang sebenarnya tanpa dibuat-buat, tidak memberikan kontribusi yang berlebihan atau mengulang-ulang kata-kata yang tidak perlu, mengucapkan hal yang sesuai dengan topik pembicaraan, dan berbicara serta langsung serta lugas. Artinya, hanya menggunakan kata-kata yang baku dan formal saja tidak cukup untuk membuat seseorang bisa dibilang berbahasa santun.

Dengan bahasa kita berkomunikasi, dengan bahasa kita saling memahami, dengan bahasa kita mengungkapkan kasih serta kepedulian kita, meski tidak jarang dengan bahasa juga kita saling menyakiti, dan bahkan dengan bahasa kita jadi memiliki kesempatan untuk ikut memberi ambil bagian dalam menjaga kedamaian di manapun kita berada. Bahasa yang kita pakai, itulah yang menentukan apa kita akan membuat orang lain terhibur atau malah menjadi bersusah hati. Bahasa yang kita gunakan yang akan membuktikan apa kita akan menjadi pembawa damai atau hanya penyebab terjadinya sebuah kekacauan yang lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun