Mohon tunggu...
Stevania Halim
Stevania Halim Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa

MAHASISWA ILMU PEMERINTAHAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Demokrasi di Tengah Pandemi

6 Desember 2020   12:07 Diperbarui: 6 Desember 2020   13:29 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dunia sedang di gemparkan dengan adanya covid-19. Sampai saat ini tim medis pun sangat kewalahan untuk menangani virus ini, sehingga semakin banyak orang yang terpapar dan menyembabkan kematian. Covid-19 juga membawa dampak buruk bagi perkembangan ekonomi, kesehatan, sosial budaya, serta politik di suatu negara.

Dalam beberapa hari kedepan, tepat nya tanggal 9 Desember 2020 akan di selenggarakan Pemilihan Kepala Derah (Pilkada). Penyelenggaraan pilkada memang sangat lah penting karena sudah tertuang dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 2016 Pasal 201 ayat 6. 

Adanya pilkada merupakan sistem demokrasi yang harus dianut oleh masyatakay , agar terciptanya regenerasi kepemimpinan secara adil serta bijaksana.


Namun, sangat di sayangkan. Pilkada di tengah pandemi ini banyak menimbulkan pro dan kontra dari masyarakat Indonesia.  karena pilkada di tengah pandemi di anggap sangat membuka potensi terjadinya penularan virus yang lebih besar di tengah masyarakat. Di sisi lain penyelenggaraan pilkada harus tetap di selenggarakan guna mendapatkan pemimpin-pemimpin di daerah yang bisa menangani pandemi dengan maksimal.
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) meminta supaya pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 ditunda.
Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj mengatakan, dengan adanya pandemi Covid-19, prioritas utama kebijakan negara dan pemerintah seharusnya diorientasikan pada pengentasan krisis kesehatan.

Perlu kah tetap di ada kan pemilu di tengah pandemi?

Penundaan pemilu dengan alasan pandemi justru berpotensi mengebiri demokrasi. Implikasinya jelas, instabilitas politik di tengah pandemi jadi taruhan, kecurigaan, bahkan ketidakpercayaan pada pemerintah akan meningkat.
Gara-gara pandemi bisa dijadikan alasan bagi pemerintah otoritarian untuk memperkuat cengkeraman kekuasaannya dengan menghilangkan hak asasi paling mendasar yakni hak politik untuk memilih dan dipilih.

Lantas apakah pemimpin baru di era pandemi dapat menangani masalah pandemi covid-19 dengan secara maksimal?


Hal yang dibutuhkan oleh para pemimpin saat terjadi krisis bukanlah penanganan yang telah terencana sebelumnya melainkan perilaku dan pola pikir yang dapat mencegah reaksi yang berlebihan terhadap krisis dan bagaimana menghadapi tantangan ke depan. Serta terus memastikan kesehatan publik dan keseimbangan ekonomi di masing masing daerah.

Sebaliknya, jika gagal, misalnya pengelolaan bansos yang yang di tunggangi guna menggelapkan dana bansos, serta kasus corona yang tidak terkendali bisa jadi pemilih akan menghukum petahana dengan tidak memilihnya kembali.

Maka dari itu Pilkada yang demokratis, aman dan sehat harus kita wujudkan bersama-sama agar terciptanya negara yg demokratis. Serta kesetaraan kompetisi antarkandidat, pemenuhan hak pilih dan penyelenggara pemilu dengan protokol kesehatan yang ketat harus kita jaga

penulis: Stevania Halim

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun