Mohon tunggu...
Stevan RiverLombo
Stevan RiverLombo Mohon Tunggu... Buruh - Petani

Bajalang-batulis-bacerita

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Natal Dalam Dekapan Kapitalisme

24 Desember 2024   23:00 Diperbarui: 25 Desember 2024   05:27 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Lampu Natal berkelap-kelip, bagaikan bintang jatuh yang terperangkap dalam jaring laba-laba kapitalisme. Mereka bersinar secara sinis, menyinari parade konsumerisme yang menggembirakan namun kosong. Sebuah pohon pinus raksasa, simbol perdamaian, kini berdiri gagah di tengah sibuknya pusat perbelanjaan, dihiasi ornamen-ornamen mahal yang tampak seperti senjata perang melawan dompet tipis. Bayi Yesus, sang pembawa damai, mungkin ya tercekik di depan tumpukan kado yang dibungkus plastik, simbol pemujaan terhadap dewa baru: merek, logo, dan angka penjualan. Dia bisa menangisi kesenjangan antara mereka yang menikmati kekayaan dan mereka yang hanya bisa menyaksikan kesengsaraan di balik jendela yang dingin. Bahkan para filsuf pun berbisik dari alam kubur. Marx, dengan kumis tertutup, menggelengkan kepalanya dan menunjuk ke tumpukan barang bekas setelah pesta. lengkap - bukti jelas tentang penggunaan sumber daya dan kerja yang tidak terbatas. Nietzsche, dengan wawasannya, akan mengolok-olok kebohongan moral yang tersembunyi di balik perayaan Natal, sebuah lelucon yang menyembunyikan kekejaman sistem yang haus akan keuntungan. Sementara itu, Sartre dengan sebatang rokok yang menyala merefleksikan kebebasan manusia yang dibatasi oleh tekanan sosial untuk berpartisipasi dalam pesta konsumsi tersebut.Anarki merayapi kerumunan. Bisikan pemberontakan melawan tirani pasar, melawan dominasi uang, melawan perbudakan modern yang disamarkan dengan pita dan lampu warna-warni. Namun dibalik semua itu ada sebuah cahaya. Di tengah kegelapan kapitalisme, masih ada hati tulus yang berbagi cinta dan perhatian tanpa syarat. Sebuah perlawanan kecil namun signifikan terhadap derasnya arus konsumerisme. Mungkin Natal sesungguhnya bukan soal barang mewah, tapi tentang arti berbagi, empati dan introspeksi. Mungkin Natal adalah kesempatan untuk melawan arus, memilih jalan berbeda, untuk menciptakan dunia yang lebih adil dan berkelanjutan.

#initepsiBoyongPante2

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun